NovelToon NovelToon
Takkan Kubiarkan Kamu Menderita

Takkan Kubiarkan Kamu Menderita

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:254
Nilai: 5
Nama Author: Rosida0161

Riska memerintahkan orang untuk menghilangkan Laila seorang chef yang dari Jakarta karena dicintai oleh Arya Semana pimpinan perusahaan. Selain itu orang tua Arya Tuan Sultan Semana menolak Laila karena memiliki ibu dengan riwayat sakit jiwa .. Namun muncul Lina kembaran Laila yang menyelamatkan Laila dari Riska

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosida0161, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 12 Kecewa Kehilangan Calon Menantu

Laila meletakkan teratai di atas kolam mungil di samping kanan rumahnya. Tepatnya di sebelah ruang tengah.

Setelah semua terlihat cantik hatinya sangat senang. Besok ibunya keluar dari rumah sakit. Perempuan penyuka teratai air itu pasti sangat senang disambut dengan bunga kesukaannya.

Nanti di tepi kolam ia akan mengajak ibunya duduk menikmati bunga kesukaannya itu.

"Ibu nggak gila, kan, La?" Beberapa waktu lalu ibunya bertanya, saat mereka minum teh bersama beberapa waktu yang lalu.

Tentu saja pertanyaan itu membuat Laila terkejut. Namun begitu ia langsung menggeleng.

"Nggak ..."

"Tapi kenapa Ibu kok dirawat di rumah sakit jiwa, ya?" Hasna sang Ibu menatap lurus ke mata Laila.

Sejenak Laila terkesiap.

"Maafkan Ibu ya, Nak, pasti banyak teman yang menjauhimu karena penyakit Ibu yang memalukan," ujar Hasna dengan sedih.

Laila langsung meraih tangan ibunya. Ia tak ingin sang Ibu merasa bersalah. Lagipula jika benar ada jawabnya yang menjauh karena menganggap ibunya gila, biar saja. Bagaimana pun ia lebih mementingkan ibunya dari siapa pun di dunia ini.

"Ibu hanya dipressi saja, cuma dipressinya lumayan berat, begitu kata dokter Hasan yang menangani Ibunya,," sebisa mungkin Laila tak ingin ibunya memvonis keadaan dirinya sendiri dengan kata kata yang dapat melukai hati sang Ibu.

Ibunya menatap Laila 

Laila mengangguk,"Ibu nggak gila," ulangnya tersenyum dan meyakinkan ibunya

"Ibu saya benar punya penyakit gila, Dok?" Tanyanya pada dokter Hasan.

"Ibumu itu, Chef bukan gila, tapi ada rasa tertekan dan takut serta sedih berkepanjangan. Karena rasa itu terus menerus menghantuinya, maka, lambat laun merongrong pikiran, dan jiwanya pun tak tenang. Hal itu menurunkan imun Ibu Hasna. Saat itulah jiwanya tertekan dan pikiran pikiran yang melemahkan perasaan dan hatinya, hingga hati dan jiwanya kosong. Nah hal itu sangat gampang membuat Ibu Hasna kehilangan kendali," teringat penjelasan dokter Hasan,"Muncul halusinasi,"

Laila menghela napas panjang. Ibuku tidak gila, Ibu hanya sedih berat, siapa pun akan sangat terpukul jika di posisi ibunya. Kehilangan dua orang yang begitu dicintainya. Suami dan  putrinya.

Ah kenapa aku jadi melankolis, ingat kata dokter Hasan banyak sedih dan berpikir sesuatu yang berat, serta perasaan kecewa bisa menurunkan imun tubuh. Aku seorang Chef, punya tanggung jawab kerja,  jadi harus berpikir jernih!

Laila menghela napas, lalu menghembuskannya perlahan, seakan turut pula dalam helaan napasnya perasaan yang dapat melemahkan pikirannya terbuang.

Laila tersenyum memandang teratai di atas kolamnya mininya.

"Sebaiknya aku mandi," bergegas meninggalkan kolam.

Dengan bersenandung kecil Laila mematut wajahnya di cermin. Seperti biasa, jika tak berkegiatan ia membiarkan pori pori wajahnya bebas dari bedak atau lotion. 

Saat itulah matanya tertuju pada kerlip Indah di jari tengahnya.

Walau tak paham berlian, tapi melihat kilaunya yang sangat memukau ia yakin jika cincin di tangannya adalah berlian yang mahal

"Tapi siapa yang melempar, ya?" Laila tak habis pikir, kok ada yang membuang benda seberharga berlian di jarinya itu.

Kalau hanya kebetulan terjatuh, pasti ayunan cincin itu tak sekeras tadi, sampai kulit kepalanya perih, dan  yakin kulitnya lecet. 

Kalau cincin ini jatuh, tapi jatuh dari mana, kan bukan jalan umum, pikirnya lagi.

Laila mengangguk anggukkan kepala. Lalu tersenyum merasa lucu saat di benaknya terbayang adegan film yang pernah ditontonnya.

Seorang gadis marah dan kecewa karena kekasihnya berkhianat. Lalu mereka putus, dan gadis itu membuang cincin pemberian sang kekasih.

"Mungkin juga, ya," gumam hatinya, saking marahnya hingga lemparannya kenceng. Lalu tanpa sadar menyentuh kepalanya yang tadi.

"Oh perih," serunya.

                        *

Arya Semana  duduk di hadapan kedua orang tuanya. Menunduk. Ia tahu mereka sangat kecewa.

"Kok bisa begitu keadaannya saat ini, Arya?" Sultan Semana yang sudah setuju jika putranya menikah dengan Indriana kelak, menatap Arya Semana dengan tatap minta pertanggungan jawab.

Arya Semana masih menunduk. Seperti sudah tahu tak lama lagi ibunya akan menyambung dengan suara kecewa. Sudah barang tentu sang Ibu menunjukkan kecewa, Karena sudah beberapa kali ibunya mengundang Indriana makan bersama, bahkan pernah belanja ke Mal bersama. Dan ibunya sudah merasa klop dengan mantan gadisnya itu.

"Ya, kok bisa bisanya memutus hubungan tanpa memberitahu Mama dan Papamu," keluh Nyonya Saidah Semana dengan suara tak menutupi rasa kecewa hatinya, "Toh kalian sudah tunangan, apalagi yang kurang, Ris?"

"Kalian ribut?" Gantian Sultan Semana yang mengintrogasi.

"Ributnya bagaimana kok sampai putus begitu, diam diam pula putusnya," sambung Nyonya Saidah Semana.

Arya Semana masih diam menunggu kedua orang tuanya selesai dengan semua pertanyaannya.

Dilihatnya suami istri itu saling tatap.

"Kan aneh, Pa, masa tiba tiba calon menantu kita mau menikah dengan orang lain, tunangannya dengan anak kita, eh, ini kok belok arah," masih dengan suara protes Nyonya Saidah Semana menatap suaminya.

Sultan Semana menggangguk anggukkan kepala dengan raut muka tak cerah, karena hatinya diliputi kecewa dan marah.

Kedua suami istri itu terdiam. Rupanya kini mereka sepakat untuk minta jawaban dari putra mereka.

Beberapa detik Arya masih diam, ingin meyakinkan terlebih dulu apakah saat ini betul betul waktunya untuk menjelaskan.

Karena Papa dan mamanya tak ada yang terlihat berkeinginan buka suara, maka kini giliran dirinya yang bersuara.

"Saya minta maaf, Pa, Ma, atas kejadian ini. Saya juga tak mengira Indri akan senekat itu .." terdiam sejenak Arya melihat reaksi orang tuanya.

Benar saja mereka saling tatap dengan alis terangkat, pertanda keduanya terkejut mendengar cerita Arya Semana, mereka merasa tersinggung dengan sikap Indriana. Apa yang kurang, toh setelah menikah gadis itu akan menjadi ratu di keluarga Semana.

"Maksudmu?!" Sultan Semana masih minta penjelasan

"Indri sering saya kecewakan. Janji meleset, dan pertemuan yang tak terlalu sering, saya sudah jelaskan bahwa posisi saya saat ini mengharuskan total memikirkan perusahaan," pelan Arya Semana.

Suami istri Semana saling tatap tanpa suara. Mereka tak mengeluarkan suara, karena ucapan anak mereka soal waktu habis untuk kepentingan perusahaan memang benar.

"Dengan demikian Papa ikut andil dalam renggangnya kalian, kan  Papa yang menugaskan kamu untuk aktif dalam persiapanmu menggantikan Papa nanti,"

"Tapi ya nggak juga langsung memutus hubungan dong, Pa, kan bisa dirundingkan dulu ..." Sambut sang istri.

"Indri minta prioritas waktu dari saya," ujar Arya Semana yang sudah berusaha minta pengertian Indriana, "Indri sudah tak sabar dengan kesibukan saya,"

Nyonya Saida Semana menatap anaknya.

"Indri datang mengembalikan cincin, dan memberi undangan ..."

"Lalu?!" Sultan Semana lekat menatap Haris.

"Saya bisa apa, Pa?" Membalas tatapan papanya.

Sultan Semana beralih pada istrinya,"Ini namanya keterlaluan."

"Ya tak menghargai kita yang sudah melamarnya!" Dengus Nyonya Saida Semana kecewa dan marah pada Indriana yang sudah dianggapnya sebagai anak sendiri.

"Kita harus menerima keputusannya," ujar Arya Semana tak bermaksud memperuncing suasana.

"Tapi caranya itu seenaknya, harusnya dia datang pada Mama, jangan main tunangan begitu saja, nggak sopan sebagai gadis yang berpendidikan tinggi!" Dumel Nyonya Saida Semana kesal.

"Tapi semua sudah terlanjur terjadi, Ma, pernikahan mereka semakin dekat, sulit bagi kita untuk mendekati Indri, dan minta pengertiannya," ujar Sultan Semana

"Pa buat apa minta pengertian lagi, dia sudah memilih pasangannya, artinya sudah mempersiapkan diri. Sudah menggeser posisi saya dengan orang lain," 

Sultan Semana menatap putranya. Apa yang dikatakan anaknya memang benar adanya. Indriana sudah berpaling dan menggeser nama anaknya, membuka hati pada orang lain.

Akhirnya suami istri itu hanya saling tatap tanpa suara dan tatapan mereka tetap kecewa. Bukan hanya kecewa tapi juga geram!

"Oh ya besok Riska putri sahabat papamu yang tinggal di Amerika datang dia mau tinggal di sini, coba cari waktu temani dia sebelum terikat dengan pekerjaannya nanti,"

1
🥔Potato of evil✨
Bagaimana cerita selanjutnya, author? Update dulu donk! 😡
Rosida0161: oke terima kasih sudah baca
total 1 replies
Eirlys
Ngangenin banget ceritanya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!