NovelToon NovelToon
Takdir Yang Berbelit: Dari Mata-Mata Menjadi Duchess

Takdir Yang Berbelit: Dari Mata-Mata Menjadi Duchess

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Romansa Fantasi / Cinta Paksa / Mengubah Takdir / Fantasi Wanita / Bercocok tanam
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: d06

Prolog

Hujan deras mengguyur malam itu, membasahi jalanan berbatu yang dipenuhi genangan air. Siena terengah-engah, tangannya berlumuran darah saat ia berlari melewati gang-gang sempit, mencoba melarikan diri dari kematian yang telah menunggunya. Betrayal—pengkhianatan yang selama ini ia curigai akhirnya menjadi kenyataan. Ivana, seseorang yang ia anggap teman, telah menjebaknya. Dengan tubuh yang mulai melemah, Siena terjatuh di tengah hujan, napasnya tersengal saat tatapan dinginnya masih memancarkan tekad. Namun, sebelum kesadarannya benar-benar menghilang, satu hal yang ia tahu pasti—ia tidak akan mati begitu saja.

Di tempat lain, Eleanor Roosevelt menatap kosong ke luar jendela. Tubuhnya kurus, wajahnya pucat tanpa kehidupan, seolah dunia telah menghabisinya tanpa ampun. Sebagai istri dari Duke Cedric, ia seharusnya hidup dalam kemewahan, namun yang ia dapatkan hanyalah kesepian dan penderitaan. Kabar bahwa suaminya membawa wanita lain pulang menghantamnya seperti belati di dada

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon d06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11 permainan kekanak-kanakan

Eleanor duduk di seberang Cedric, matanya fokus pada dokumen di tangannya. Ini sudah hampir satu jam sejak mereka mulai bekerja bersama di ruangan mereka, dan sejauh ini, tak ada kata yang terucap kecuali suara gesekan pena dan lembaran kertas yang dibolak-balik.

Namun, suasana hening itu terpecah ketika pintu diketuk dan Brian, sekretaris pribadi Cedric, masuk dengan membawa beberapa dokumen tambahan. "Tuan Duke, saya sudah meneliti laporan perpajakan dari daerah yang kemarin sempat disinggung oleh Nyonya Eleanor."

Cedric menatapnya sekilas sebelum mengambil dokumen tersebut. "Dan hasilnya?"

Brian ragu sejenak sebelum menjawab, "Seperti yang dikatakan Nyonya Eleanor, ada perbedaan dalam jumlah yang tertera. Sepertinya ada yang mencoba menyembunyikan sesuatu."

Eleanor meletakkan dokumen yang sedang dia baca dan menatap Cedric. "Aku sudah menduga."

Cedric tidak langsung menanggapi. Ia membaca laporan itu lebih teliti, dahinya sedikit berkerut. Setelah beberapa saat, dia akhirnya berujar, "Kalau begitu, kita akan melakukan penyelidikan langsung ke daerah tersebut."

Eleanor mengira Cedric akan menangani ini sendirian, tetapi ketika ia mendengar kata kita, ia langsung menegakkan punggungnya. "Tunggu, kita?"

Cedric menatapnya datar. "Tentu saja. Kau yang pertama kali menemukan kejanggalan ini. Aku ingin kau ikut."

Eleanor melipat tangannya, berpikir sejenak sebelum menyeringai tipis. "Kenapa tidak mengajak Carolet saja? Dia pasti akan sangat senang mendapatkan kesempatan seperti ini. Lagipula, bukankah dia lebih pantas mendampingimu?"

Cedric menghela napas. "Aku tidak ingin seseorang yang hanya bisa berpura-pura tahu. Aku ingin seseorang yang bisa berpikir logis dan tajam. Itu sebabnya aku ingin kau ikut."

Eleanor menatapnya lama, mencerna ucapannya. Cedric tidak akan membiarkannya menolak, itu jelas. Tapi jika dia harus pergi, setidaknya dia ingin sesuatu sebagai imbalan.

Senyumnya melebar saat sebuah ide muncul di kepalanya. "Baiklah, aku akan ikut," ucapnya santai, membuat Cedric sedikit curiga dengan ekspresi percaya dirinya.

"Namun," lanjut Eleanor, "aku punya satu syarat."

Cedric menatapnya dengan ekspresi datar. "Apa itu?"

Eleanor menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap Cedric dengan tatapan penuh arti. "Mulai sekarang, kau tidak akan memberikan uang sepeser pun lagi kepada Marquis Edgar."

Cedric terdiam. Matanya menatap Eleanor dalam-dalam, mencoba membaca maksud di balik permintaan itu.

"Ayahku sudah cukup menikmati uang hasil menjualku," lanjut Eleanor, nadanya dingin. "Aku tidak ingin dia terus menghisap kekayaan keluargamu. Jika aku harus berurusan dengan penyelidikan ini, setidaknya aku ingin memastikan kau tidak lagi membiarkan dia memanfaatkanmu."

Cedric masih diam, tapi sesuatu dalam sorot matanya berubah. Ia tahu Eleanor tidak akan mundur dari permintaan ini.

Akhirnya, setelah beberapa saat hening, Cedric mengangguk pelan. "Baiklah," ucapnya singkat.

Eleanor tersenyum puas. "Kalau begitu, kapan kita berangkat?"

Cedric menutup dokumennya dan berdiri. "Besok pagi. Bersiaplah."

Eleanor mengangguk, merasa bahwa untuk pertama kalinya, dia berhasil mendapatkan sesuatu dari pria ini. Namun, dia tidak tahu bahwa perjalanan ini akan membawa lebih banyak kejutan daripada yang dia bayangkan.

...✿⁠✿⁠✿...

Bab 11 (Lanjutan)

Eleanor melangkah keluar dari ruang kerja, pikirannya masih sibuk dengan rencana perjalanan besok. Namun, belum sampai dia berjalan jauh, dua sosok sudah menghadangnya di koridor. Carolet berdiri dengan tangan terlipat di depan dadanya, sementara di sampingnya, Duces Rosamund menatap Eleanor dengan ekspresi penuh ketidaksukaan.

"Jadi, kau benar-benar akan ikut?" suara Carolet sarat dengan amarah yang ditahan. "Apa kau pikir kau pantas untuk ikut campur dalam urusan seperti ini?"

Eleanor hanya menatapnya sekilas sebelum melanjutkan langkahnya, tetapi suara Rosamund membuatnya berhenti.

"Aku tidak tahu bagaimana kau bisa membuat Cedric mengambil keputusan bodoh seperti ini," suara wanita itu tenang, tapi dingin seperti es. "Tapi aku memperingatkanmu, Eleanor. Jika kau tetap bersikeras ikut, jangan harap kau akan hidup tenang di kediaman ini."

Eleanor tersenyum tipis, matanya menatap tajam ke arah dua wanita itu. "Bukankah selama ini kalian sudah melakukannya?"

Carolet menggertakkan giginya, jelas tidak menyangka Eleanor akan menjawab seperti itu.

"Aku tidak peduli dengan ancaman kalian," lanjut Eleanor, suaranya tenang tapi penuh keyakinan. "Aku tahu kalian tidak ingin aku berkembang. Kalian tidak suka melihatku berubah menjadi lebih baik. Tapi aku tidak akan mundur hanya karena gertakan kalian."

Carolet mengepalkan tangannya. "Kalau begitu, aku akan ikut juga!"

Eleanor mendengus kecil. "Kalau kau ingin ikut, mintalah kepada Cedric, Carolet. Jangan menggangguku."

Lalu, tanpa menunggu jawaban, Eleanor berjalan melewati mereka, meninggalkan Carolet yang menatapnya penuh kebencian dan Rosamund yang diam dengan ekspresi sulit ditebak.

...✿⁠✿⁠✿...

Bab 11 (Lanjutan)

Carolet melangkah masuk ke dalam ruang kerja Cedric dengan anggun, senyumnya lembut seperti biasa. Dengan langkah terlatih, dia mendekati meja Cedric dan menundukkan kepalanya sedikit, menunjukkan sikap yang sopan.

"Cedric," panggilnya dengan suara pelan, seolah ragu untuk mengganggu pria itu yang masih sibuk membaca dokumen.

Cedric meliriknya sekilas tanpa menghentikan pekerjaannya. "Ada apa?"

Carolet tersenyum tipis. "Aku mendengar bahwa kau akan melakukan perjalanan untuk meninjau laporan keuangan. Aku berpikir... mungkin aku bisa ikut bersamamu?"

Cedric tidak langsung menjawab, tapi Carolet melanjutkan dengan suara yang lembut dan penuh perhatian. "Aku tahu Eleanor juga akan ikut, dan aku sangat mengerti bahwa kau ingin memberinya kesempatan untuk belajar. Itu hal yang baik." Dia menghela napas kecil, seolah menimbang kata-katanya dengan hati-hati. "Tapi aku khawatir dia akan kesulitan menghadapi hal-hal seperti ini. Eleanor tidak terbiasa dengan pekerjaan administrasi dan laporan keuangan, bukankah begitu?"

Tatapan Cedric mulai beralih sepenuhnya pada Carolet, tapi wanita itu tetap tersenyum dengan wajah penuh ketulusan.

"Aku sudah sering membantu ibu dalam mengelola administrasi dan memahami laporan keuangan dari berbagai daerah. Jika aku ikut, aku bisa membantumu memastikan segalanya berjalan lancar."

Carolet menatap Cedric dengan penuh harap, lalu menambahkan dengan nada yang sedikit lebih lembut, "Aku hanya ingin membantu. Aku tidak ingin Eleanor merasa terbebani karena harus menangani sesuatu yang bukan keahliannya. Lagipula, aku yakin kau juga ingin perjalanan ini berjalan tanpa hambatan, bukan?"

Cedric terdiam sejenak. Sebenarnya, dia tidak ingin membawa lebih dari satu orang, dan dia pun menyadari cara halus Carolet merendahkan Eleanor tanpa mengatakannya secara langsung. Namun, logikanya juga tidak bisa mengabaikan fakta bahwa Carolet memang memiliki pengalaman dalam hal ini.

Setelah beberapa detik berpikir, Cedric akhirnya menghela napas pelan dan mengangguk.

"Baiklah," katanya singkat. "Kau boleh ikut."

Carolet tersenyum puas, matanya berkilat penuh kemenangan, meskipun dia tetap mempertahankan ekspresi lembutnya.

"Terima kasih, Cedric. Aku berjanji akan melakukan yang terbaik," ucapnya sambil sedikit menunduk hormat sebelum berbalik pergi dengan langkah anggun.

Di balik senyumnya, ada rasa puas yang menyelinap dalam hatinya. Eleanor mungkin mendapatkan tempat di sisi Cedric untuk saat ini, tetapi Carolet tidak akan membiarkan hal itu berlangsung lama.

Dalam pikirannya, dia bersumpah tidak akan membiarkan Eleanor mendapatkan kemenangan ini begitu saja.

...✿⁠✿⁠✿...

Carolet kembali menemui Eleanor setelah mendapatkan izin dari Cedric. Dengan langkah anggun, dia berdiri di depan Eleanor yang sedang menyiapkan beberapa dokumen untuk perjalanan nanti.

"Sudah kubilang, bukan?" Carolet membuka percakapan dengan nada puas. "Cedric pasti akan mengizinkanku karena dia mencintaiku." Senyumnya penuh kemenangan. "Kau tetap akan kalah dariku, Eleanor."

Eleanor, yang sedang fokus dengan pekerjaannya, hanya melirik Carolet sekilas sebelum kembali pada tugasnya. Dia menarik napas panjang, seolah mencoba menahan kejengkelannya, lalu menatap Carolet dengan ekspresi datar.

"Lalu?" jawabnya malas. "Apa yang harus kulakukan sekarang? Bertepuk tangan untukmu?"

Carolet menyipitkan mata, tidak menyangka jawaban Eleanor akan sesantai itu.

"Kenapa kau selalu menggangguku, Lady Carolet?" lanjut Eleanor dengan nada bosan. "Jikapun Cedric memberimu segunung berlian, aku tidak peduli. Jika kau ingin membanggakan dirimu, beritahu orang lain selain diriku."

Carolet menggigit bibirnya, merasa tersinggung karena Eleanor tidak menunjukkan reaksi yang dia inginkan.

Eleanor kembali menatapnya, kali ini dengan tatapan tajam yang penuh ketenangan. "Dan jika kau mengatakan bahwa kau menang dariku, selamat," lanjutnya sambil tersenyum tipis. "Tapi aku tidak sedang berlomba saat ini."

Perkataan Eleanor membuat Carolet terdiam sejenak. Wajahnya mengeras, tapi dia tidak ingin menunjukkan kekesalannya di depan Eleanor. Setelah beberapa detik, dia hanya tersenyum kecil, lalu berbalik meninggalkan ruangan tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Eleanor menghela napas begitu Carolet pergi. Sejujurnya, dia sudah lelah menghadapi wanita itu yang terus mencari cara untuk menjatuhkannya. Tapi saat ini, dia punya hal yang lebih penting untuk dipikirkan daripada meladeni permainan kekanak-kanakan Carolet.

1
Khanza Safira
Hai Aku mampir
dea febriani: hai, terimakasih sudah menyempatkan waktu untuk membaca cerita ini❤️
total 1 replies
masria hanum
kak ini ceritanya bagus banget lho, cerita yang lain2 juga bagus2 semoga viewers nya makin banyak ya...

suka banget sama alurnya, pelan tapi ada aja kejutan di tiap bab...
dea febriani: MasyaAllah Tabarakallah, terima kasih banyak! Komentar kamu benar-benar bikin aku semangat. Semoga kamu juga selalu diberkahi dan tetap menikmati ceritaku! 💖
total 1 replies
Sribundanya Gifran
lanjut thor
Sribundanya Gifran
eleanor rubahlah dirimu jgn krn cinta kau lemah, tingglkan yg tak menginginkanmu dan buatlah benteng yg kuat untuk dirimu.
lanjut up lagi thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!