Kehidupan bahagia yang dijalani Thalia setelah dinikahi oleh seorang pengusaha kaya, sirna seketika saat mendengar kabar bahwa suaminya tewas dalam sebuah kecelakaan maut. Keluarga almarhum sang suami yang memang dari awal tidak merestui hubungan mereka berdua, mengusir Thalia yang sedang hamil besar dari mansion mewah milik Alexander tanpa sepeser uang pun.
Di saat Thalia berhasil bangkit dari keterpurukan dan mulai bekerja demi untuk menyambung hidupnya dan sang buah hati yang baru beberapa bulan dia lahirkan, petaka kembali menimpa. Dia digagahi oleh sang bos di tempatnya bekerja dan diminta untuk menjadi pelayan nafsu Hendrick Moohan yang terkenal sebagai casanova.
"Jadilah partner-ku, aku tahu kamu janda kesepian bukan?"
Bagaimanakah kehidupan Janda muda itu selanjutnya?
Bersediakah Thalia menjadi budak nafsu dari Hendrick Moohan?
🌹🌹🌹
Happy reading, Best...
Jangan lupa tinggalkan jejak
⭐⭐⭐⭐⭐ bintang 5
💖 subscribe
👍 jempol/ like
🌹 kembang, dan
☕ kopi segalon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merpati_Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi Daddy dari Bayinya
Thalia yang baru saja tiba di rumah kontrakan sempit, langsung mengganti pakaian sang putri yang basah dan memastikan putri kecilnya nyaman dan hangat dalam balutan selimut tebal. Dia tidak mau jika sang putri sampai sakit. Thalia tentu akan sangat merasa bersalah karena telat menjemput Aletha dan sekarang malah mengajak bayi mungilnya hujan-hujanan. Thalia terpaksa menerobos hujan karena dia tidak mau berlama-lama bersama orang yang telah menorehkan luka di hatinya.
Setelah memastikan sang putri nyaman di atas kasur lantai tipis, Thalia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia melakukannya dengan sangat cepat karena ingin segera memberikan Asi pada sang putri. Usai mandi dan berganti pakaian, Thalia mengambil dua lembar roti tawar sekadar untuk mengganjal perutnya yang belum terisi sedari siang tadi.
Ibu muda itu memakan rotinya sambil menyusui sang putri. "Maafkan mommy ya, Sayang. Maaf ...." bisik Thalia kembali setelah menghabiskan rotinya.
Wanita cantik tersebut benar-benar menyesali kejadian tadi. Harusnya, dia bisa lebih berhati-hati sehingga Moohan tidak akan dapat menjebaknya. Namun, nasi sudah menjadi bubur, tiada guna penyesalan Thalia kini.
"Mommy janji, Sayang. Mommy tidak akan pernah meninggalkan kamu lagi. Mommy akan bawa kamu, kemanapun mommy pergi. Mommy akan mencari pekerjaan yang bisa sambil menjaga kamu," ujar Thalia pada putrinya, seolah sang putri bisa mengerti apa yang dia katakan.
Thalia mengusap lembut pipi chabi sang putri yang telah terlelap. Mengecup lembut keningnya dan kemudian mencium kedua mata Aletha dengan dalam. Thalia kemudian memandangi wajah sang putri yang selalu mengingatkannya pada Alexander, daddy dari Aletha.
'Mommy pasti akan menjaga dan merawatmu dengan baik, Sayang, karena kamulah harta paling berharga yang mommy miliki. Kamu adalah buah cinta kami. Kamu satu-satunya peninggalan daddy.' Air mata Thalia kembali mengucur dengan deras, teringat akan sang suami yang belum jelas kabarnya.
Buru-buru wanita cantik itu mengusap air matanya agar jangan sampai menetes dan membangunkan sang putri. Perlahan, Thalia membaringkan putrinya dan dia pun kemudian ikut berbaring di samping Aletha. Dia pandangi jam yang menempel di dinding ruangan, waktu telah menunjukkan pukul satu dini hari.
Thalia berusaha memejamkan mata, tetapi hingga cukup lama mencoba, dia tetap saja terjaga. Wanita muda itu kembali melihat jam dan waktu menunjukkan pukul dua dini hari. Satu jam telah terlewati begitu saja dan Thalia tetap terjaga. Pikirannya masih dipenuhi dengan kejadian yang membuat hatinya terluka.
'Sepertinya, aku harus pergi sejauh-jauhnya dari kota ini. Aku tidak mau lagi bertemu dengan dia.' Thalia segera beranjak dan kemudian mengemasi barang-barangnya.
Ketika melihat pakaian yang tadi dikenakan saat bekerja, Thalia menghela napas panjang. Bayangan di kamar pribadi Moohan, kembali melintas dengan jelas. Hal itu membuat dadanya kembali sesak.
Thalia segera mengambil kantong plastik dan kemudian menyimpan baju basah miliknya ke dalam kantong tersebut. Dia letakkan kantong plastik itu di samping kopernya. Thalia lalu membuka pintu rumah untuk memastikan apakah hujannya telah benar-benar reda.
"Aku bisa pergi sekarang," gumamnya seraya mendongak ke atas, menatap langit yang gelap tanpa bintang.
Bergegas, ibu satu anak itu masuk ke dalam rumah. Mengambil secarik kertas dan menuliskan pesan untuk Maria, tetangga sekaligus teman baiknya di rumah kontrakan kumuh ini. Thalia menyelipkan beberapa lembar uang ke dalam lipatan surat tersebut dan kemudian dia kembali keluar rumah.
"Maaf, Maria, aku tidak sempat pamit padamu," gumam Thalia seraya menyusupkan suratnya di bawah pintu rumah kontrakan Maria yang sama sempitnya dengan rumah yang dia tempati.
Thalia segera kembali ke rumahnya. Menggendong sang putri dengan kain dan kemudian menyelimuti tubuh mungil Aletha dengan selimut tebal. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal di sana, dengan memantapkan hati Thalia bergegas keluar sambil menjinjing koper dan kantong plastik yang berisi pakaian basah.
Setibanya di pinggir jalan raya, Thalia membuang kantong plastik tersebut ke tempat sampah. Berharap, semua kesialan dan kenangan buruk yang dia alami ikut terbuang. Thalia kemudian menghadang taksi yang akan membawanya pergi jauh entah kemana.
*****
Di mansion mewah milik Moohan. Pria tampan tersebut juga tidak dapat memejamkan mata. Dia mondar-mandir di ruangan kerjanya dan terus saja memikirkan Thalia. Moohan benar-benar merasa bersalah pada wanita cantik itu, apalagi setelah mengetahui bahwa Thalia ternyata memiliki bayi.
'Semua ini gara-gara ulah Zack! Sial! Kenapa harus Thalia yang dijadikan umpan saat aku butuh pelepasan?'
Moohan menyugar kasar rambutnya dan kemudian segera menghubungi seseorang. Siapa lagi kalau bukan Zack, asisten sekaligus sahabatnya. Sambil menunggu teleponnya diangkat boleh Zack, pria bermata kehijauan itu menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa empuk dan kemudian memejamkan mata.
Dering pertama, Zack tidak menerima panggilannya. Moohan membuka mata dan kemudian men-dial kembali nomor sang asisten. Barulah pada dering kedua, Zack menerima telepon darinya.
"Kemana saja kamu, Zack?" cecar Moohan ketus, sebelum sempat Zack menyapa.
"Sory, Hen. Aku baru saja selesai mandi," balas Zack dari seberang sana.
"Aku mau, kamu cari tahu informasi tentang Thalia sekarang juga!" titah Moohan.
"Hen, ini 'kan masih ...."
"Aku tidak mau tahu, Zack! Sebelum matahari muncul, aku mau informasi mengenai Thalia secara detail sudah ada di tanganku!" sergah Moohan yang tidak ingin dibantah.
Dari seberang sana, terdengar Zack berdecak.
"Kenapa, Zack? Apa kamu keberatan?" tanya Moohan. "Aku bisa mencari asisten lain jika kamu keberatan menuruti keinginanku, Zack!" ancamnya, kemudian.
"Bukan begitu, Bos. Oke-oke, aku akan kerahkan anak buahku sekarang," jawab Zack akhirnya, patuh.
Moohan segera menutup teleponnya. Pria tampan itu kemudian merebahkan diri di sofa, mencoba untuk tidur. Namun, pikirannya tidak mau diajak kompromi. Bayangan Thalia yang begitu lihai melayani di kamar pribadinya, kembali hadir dan menari-nari di pelupuk mata.
'Kamu memang tiada duanya, Thalia. Aku sangat puas bercinta denganmu. Andai kamu mau menerima tawaranku, aku tidak butuh lagi wanita lain.' Senyuman lebar, terbit di bibir Moohan.
Sedetik kemudian, senyuman itu berubah menjadi tawa. Tawa yang berbalut luka dan menunjukkan kesedihan hatinya. Ya, pria berhidung mancung tersebut ikut terluka melihat tangis Thalia.
"Maafkan aku, Thalia. Aku benar-benar tidak tahu kalau kamu memiliki bayi. Andai dari awal aku tahu, tentu aku akan menawarkan kehidupan lain untukmu dan bayimu. Sebuah kehidupan keluarga kecil yang utuh," gumam Moohan.
"Keluarga kecil?" Moohan tertawa sendiri dengan perkataannya barusan. Tawa yang dibarengi dengan air mata.
Selama ini, Moohan sama sekali tidak pernah menjalin hubungan serius dengan seorang wanita. Dia juga sama sekali belum pernah memikirkan tentang pernikahan dan membina sebuah keluarga. Yang dia jalani hingga saat ini, hanyalah bersenang-senang dengan banyak wanita.
Moohan tiba-tiba beranjak. "Aku harus bicara dengan Thalia sekarang. Aku akan mengatakan kalau aku mau menikahinya dan bersedia untuk menjadi daddy dari bayinya."
☕☕☕☕☕☕☕☕☕☕ tbc.