Mungkin berat bagi wanita lain menjalankan peran yang tidak ia inginkan. Tetapi tidak dengan Arumi yang berusaha menerima segala sesuatunya dengan keikhlasan. Awalnya seperti itu sebelum badai menerjang rumah tangga yang coba ia jalani dengan mencurahkan ketulusan di dalamnya. Namun setelah ujian dan cobaan datang bertubi-tubi, Arumi pun sampai pada batasnya untuk menyerah.
Sayangnya tidak mudah baginya untuk mencoba melupakan dan menjalani lagi kehidupan dengan hati yang mulai terisi oleh seseorang. Perdebatan dan permusuhan pun tak dapat di hindari dan pada akhirnya memaksa seseorang untuk memilih diantara mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Renggang
Bab 25. Renggang
Beberapa hari berlalu. Di rumah itu, Arumi sendiri. Setelah acara ulang tahun ibu mertuanya, keesokan harinya Dimas pergi dinas ke luar kota.
Arumi merasa hampa tanpa kehadirannya. Padahal sebelumnya pun ia merasa tidak begini. Mungkin karena sudah mulai terbiasa dengan kehadirannya, dan hatinya kini mulai manja akan perhatian Dimas.
Menghabiskan hari ketika Dimas dinas di luar kota, Arumi mengunjungi orang tuanya di antar oleh Pak Hasan. Lalu keesokannya, ia berbelanja bulanan seperti biasa. Tapi tetap saja, tidak melihat kepulangan Dimas ke rumah itu rasa sepi melanda hatinya meski mereka kadang tidak banyak bicara.
Dan hari ini dinas Dimas sudah selesai. Pesawat yang membawanya akan mendarat setengah jam lagi. Sedari pagi Arumi sudah siap menyambutnya. Memaksakan makanan yang Dimas suka dan sedikit berdandan agar ia terlihat cantik di mata suaminya.
Ya, Arumi mulai memperhatikan penampilannya setelah acara ulang tahun ibu mertua hari itu. Ia merasa minder melihat penampilan Sofia. Dan entah kenapa hatinya tergerak untuk mencoba sedikit perubahan. Berharap ia bisa meraih hati suaminya dengan penampilannya itu.
***
Di tempat berbeda.
Langkah panjang kaki Dimas segera memasuki mobil begitu ia keluar dari bandara. Arif sang asisten segera ikut masuk dan duduk di balik kemudi bersiap menuju tujuan selanjutnya.
"Bagaimana situasi kantor?"
"Pak Wisnu sempat membuat keributan. Tapi segera bisa di atasi. Tetapi melihat sifat orang itu, dia bisa saja berbuat lebih nekat." Jawab Arif sembari tetap fokus mengemudi.
"Biarkan saja. Dia tidak akan mampu mengalahkan ku. Negosiasi dengan PT Abadi Kencana berhasil. Setelah ini, Wisnu semakin tidak bisa berkutik. Lalu, apa jadwal ku selanjutnya?"
"Jam 2 siang ini bertemu dengan tim audit lapangan. Besok ke Surabaya, untuk bertemu dengan kepala distributor di sana."
Dimas menghela napas.
"Lalu kapan aku bisa bersantai?" Protesnya.
Arif tersenyum.
"Tidak dalam satu bulan ini Pak. Jadwal Bapak sangat padat sampai peluncuran kantor cabang baru nanti."
"Ck!"
Dimas memijit pakal hidungnya. Sudah berhari-hari ia di sibukkan dengan pekerja yang luar biasa sampai-sampai kurang tidur.
Omongan sang Papa tempo hari yang ingin menyerahkan sepenuhnya perusahaan kepadanya itu, kini sudah mulai direalisasikan. Akibatnya, Dimas harus menemui banyak klien, investor serta dewan direksi untuk memperkenalkan diri serta menunjukan taringnya dalam dunia bisnis menggantikan sang Papa.
Dimas melihat arlojinya. Masih ada waktu satu jam sebelum ia bertemu dengan tim audit. Ia ingin sekali pulang ke rumah dan menikmati masakan Arumi yang sudah lama tidak ia rasakan dan mulai membuatnya ketagihan. Namun Arif tidak memberinya peluang karena ia harus segera menuju ke kantor untuk menandatangani setumpuk berkas yang menunggu dan akan segera di kirim divisi masing-masing.
Dimas membuang napas berat. Ia memilih memejamkan matanya saja di dalam mobil sembari menunggu tiba di kantor.
"Pak, sudah sampai. Tapi...."
Arif menggantung kalimatnya. Matanya tertuju pada halaman lobi kantor.
"Ada apa?"
"Itu...."
Dimas membuka mata. Melihat Arif sedikit ragu, ia pun ikut memandang arah mata Arif.
Di depan lobi, terlihat seorang wanita sedang di tahan petugas keamanan karena tidak di ijinkan masuk. Dimas pun mempertajam penglihatannya untuk melihat siapa wanita itu.
Darahnya berdesir, napasnya bergemuruh dan emosinya mulai menguasai diri begitu mengetahui siapa wanita yang di halang agar tidak bisa ke dalam kantornya.
Dimas yang sudah capek badan dan hatinya itu turun dari mobilnya. Muka datar, dingin dan jutek itu semakin sangar akibat deraan rasa lelah oleh kesibukan pekerjaan. Penampilannya sedikit berantakan karena setelah rapat di Kalimantan ia langsung terbang ke Sulawesi untuk mengecek, memastikan perusahaan yang baru bekerja sama dengannya sesuai ekspektasinya. Hanya dua jam di Sulawesi dia harus kembali ke kantor dengan setumpuk kerjaan yang menunggu dirinya sehingga ia harus terbang kembali ke Bandung. Dengan kantung mata yang sedikit menghitam di bawah mata Dimas menatap lurus ke depan tanpa memperdulikan pihak keamanan dan tamu yang di tahan itu.
"Dimas! Biarkan aku masuk. Aku ingin bicara dan ini penting!"
Dimas pura-pura tak mendengar dan terus melangkah. Wanita tadi pun berusaha mengejar Dimas dan menahan tangannya.
"Dimas!"
"Kenapa masih di biarkan lolos?! Bukankah aku sudah perintahkan jangan biarkan dia masuk?!"
Dimas memarahi keamanan yang terdiam mematung melihat wanita tadi mengejarnya.
"Maaf Pak. Baik, siap laksanakan!"
"Maaf, Nona. Silahkan keluar!"
Dua orang keamanan segera menahan tubuh wanita itu dan berusaha membawanya keluar.
"Dimas! Kenapa kamu seperti ini? Aku punya alasan kenapa pergi. Tolong maafkan aku Dimas. Dimas!"
Dimas tidak peduli dan membiarkan wanita itu diseret keluar. Ia terus melangkah di susul Arif yang menyeret koper di belakangnya.
Keadaan dan situasinya yang begitu sibuk dan melelahkan di tambah kehadiran masa lalu yang melukai hati dan dirinya itu membuatnya menendang pot bunga keramik yang menghiasi lorong kantor hingga pecah. Dimas meluapkan kekesalan dan kemarahannya itu melalui bunga yang tak bersalah dan bingung tanah kehidupannya berceceran di lantai kantor yang tadinya bersih dan glowing.
Sofa empuk menopang tubuh Dimas yang di hempaskan begitu tiba di ruangannya. Kepalanya berdenyut hebat sampai ia memijit pakal hidungnya.
"Apa di cancel saja pertemuan nanti Pak?" Tanya Arif yang sedikit khawatir kondisi tubuh dan hati atasannya.
"Tidak. Jika di tunda lagi semakin lama aku tidak bisa pulang ke rumah."
"Baik Pak. Saya akan segara mengambilkan laporan dan berkas yang perlu di tanda tangan."
Arif segera meninggalkan ruangan. Dan 7 menit kemudian ia kembali dengan berkas tinggi yang hampir menutup wajahnya.
"Bantu aku bacakan isi laporan itu." Ujar Dimas sembari beranjak menuju kursi kerja kebesarannya."
"Baik Pak."
Arif pun lalu membacakan beberapa laporan sedangkan Dimas mendengarkan sembari memberikan tanda tangan pada berkas yang sudah di periksa oleh Arif.
Jika tidak ada asistennya yang kompeten itu, pastilah Dimas kewalahan menghadapi situasi beberapa hari belakangan ini juga hari-hari kedepannya nanti.
"Ibu Arumi mengirim pesan. Dia bertanya, apa Bapak jadi pulang ke bandung hari ini?"
"Kenapa di mengirim pesan padamu bukan padaku?"
"Itu..., saya kurang paham Pak."
Bagaimana Arif bisa paham sedangkan dirinya pun belum pernah pacaran di usianya yang ke 27 tahun itu.
"Ck! Abaikan saja. Nanti aku akan menelponnya."
"Baik Pak."
Dimas berencana menelpon Arumi begitu berkas-berkas di hadapannya menghilang. Namun padatnya jadwal membuat ia lupa dan pada akhirnya membuat Arumi tersiksa dengan pikiran-pikirannya sendiri.
Arumi mendesah. Sia-sia ia masak dan berdandan cantik hari ini. Dimas tak kunjungi pulang, bahkan Arif pun tak membalas pesannya hingga larut malam.
Saat mencoba memejamkan mata, sebuah notif pesan masuk ke handphonenya. Arumi pun segera meraih handphonenya itu sembari tersenyum, mengira Arif membalas pesannya atau Dimas sendiri yang mengirim pesan padanya.
Namun senyum Arumi pudar berganti kerut di dari. Nomor tidak di kenal mengirimkan pesan padanya. Arumi membuka pesan itu dan membacanya. Ia di ajak untuk bertemu di sebuah kafe yang disebutkan dalam pesan tersebut bukul jam 1 siang besok. Dan yang mengejutkan Arumi adalah, chat akhir yang menyebutkan siapa yang mengirimi pesan tersebut.
Bersambung...
Jangan lupa dukung Author dengan like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
hari ini apes bener arumi.. bertemu org2 ##$$@## dpt tlp dr pamannya yg juga sama2 ##$@##$🙄
suka dgn gaya rumi yg tdk mudah memperlihatkan kelemahannya pd lawan bicara yg pd nyebelin itu..meski dlm hatinya remuk redam... pasti berat bagi rumi dlm situasi yg spt ini.. semangat arumi... semoga semua masalah cpt berlalu n kamu bisa hidup dgn lbh baik kedepannya
kamu yg ninggalin dimas... tp sekarang malah gk tau malu minta balikan... maksudmu piye? jgn takut arumi lawan aja itu si renata.. bkn kamu yg salah.. dia yg ninggalin dimas jd jgn kepengaruh sama renata...
kpn up nya