"Sulit adalah kita, tapi kisah cinta ini hanya ada kita, aku dan kamu tanpa ada mereka."
-----------
Ketika melanjutkan jenjang pendidikan ke sebuah Universitas, Cheryl terpaksa mengikuti keinginan orang tuanya untuk tinggal di rumah Tantenya Diandra dan Gavin, suaminya. Awalnya Cheryl menolak karena sejak dulu dia sudah tertarik dengan Gavin yang di matanya terlihat sebagai sosok yang dewasa. Namun, karena paksaan dari keluarga, akhirnya Cheryl setuju untuk tinggal di rumah Diandra.
Gavin yang sejak dulu selalu menganggap Cheryl sebagai gadis kecil yang lucu, kini harus mengubah pola pikirnya saat melihat Cheryl yang kini tinggal bersamanya sebagai sosok yang dewasa. Kesibukan Diandra sebagai seorang model yang sering meninggalkan Gavin dan Cheryl dalam satu rumah semakin membuat keduanya semakin dekat, hingga suatu malam saat Diandra sedang menghadiri gelaran Paris Fashion Week, hubungan satu malam pun terjadi diantara Gavin dan Cheryl yang menjadi awal dari hubungan gelap me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Weny Hida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sulit Adalah Kita
Gavin kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi Cheryl, tapi panggilan itu selalu tertolak, yang menandakan kalau Cheryl telah memblokir nomornya.
"Astaga kenapa kau berbuat seperti ini Cheryl? Aku belum memberikan penjelasan padamu, tapi kau sudah begitu saja dariku. Ah, aku ingat sesuatu!" ujar Gavin.
Dia kemudian mengutak-atik ponselnya, lalu keluar dari kamar Cheryl dan menaiki mobilnya dengan kecepatan begitu tinggi. Gavin memang sengaja memasang aplikasi pelacak ponsel di ponsel milik Cheryl, entah mengapa beberapa hari yang lalu Gavin tiba-tiba saja ingin menginstal aplikasi tersebut di ponsel Cheryl, dia merasa memiliki firasat buruk dan sedikit cemas jika suatu hari Cheryl hilang karena dia belum tahu seluk beluk ibu kota. Dan, nyatanya firasat Gavin memang benar.
Sementara itu, Cheryl yang terkejut tiba-tiba ada tiga orang lelaki berdiri di depannya, merasa begitu takut. Apalagi wajah ketiga laki-laki tersebut, tampak menyeramkan, dan dipenuhi oleh tato di tubuh mereka masing-masing.
"Halo Nona cantik, sepertinya kau sendirian. Apa perlu kami temani?" ujar salah seorang dari mereka.
"Daripada kau sendirian, lebih baik kami temani saja? Bagaimana cantik?" sambung yang lain.
"Ya, kau tenang saja. Karena kami tidak hanya menemanimu, tapi juga akan menghangatkanmu. Hahahhaha...."
Cheryl pun hanya bisa menelan ludahnya dengan kasar. Tubuhnya bergetar dan jantungnya berdegup begitu kencang. Ingin rasanya dia berteriak sekencang-kencangnya, tapi saat ini sedang hujan, dan suaranya pasti tertelan oleh suara derasnya hujan. Belum lagi kondisi daerah itu tampak begitu sepi. Cheryl pun hanya bisa pasrah sambil berdoa dalam hati.
'Oh Tuhan, tolong aku. Tolong selamatkan aku Tuhan,' batin Cheryl.
Ketiga orang itu semakin mendekat ke arahnya. Sedangkan Cheryl hanya bisa meletakkan koper yang di bawanya di depan tubuhnya.
"Tolong jangan mendekat padaku! Kalau tidak aku akan berteriak!"
"Berteriak saja, Sayang. Tidak akan ada yang peduli pada teriakanmu itu!" ujar salah seorang dari mereka.
"TOLONG! TOLONG!"
Ketiga preman tersebut tersenyum menyeringai saat melihat Cheryl yang sedang berteriak minta tolong, namun teriakan itu hanya terdengar sia-sia. Karena teriakan Cheryl hanya tertelan oleh derasnya hujan. Melihat Cheryl yang semakin panik, preman tersebut pun semakin terkekeh .
"Bukankah sudah kukatakan gadis cantik, percuma saja kau berteriak. Daripada kau berteriak seperti itu dan membuang tenagamu, lebih baik kau melayani kami saja. Hahahahahaha...," ujar salah seorang preman, kemudian diikuti oleh tawa kencang dari kedua temannya.
Cheryl pun semakin takut, apalagi salah seorang preman tersebut sekarang sudah mencekal tubuhnya. Dia pun hanya bisa pasrah, hanya tetesan air mata yang keluar dari sudut matanya sambil berharap kalau ada yang mau menolongnya. Meskipun harapan itu begitu tipis.
Saat salah seorang preman tersebut sudah mendekatkan wajahnya dan hampir mencium leher Cheryl, tiba-tiba sebuah teriakan mengagetkan mereka semua.
"Berhenti!" teriak sebuah suara dengan begitu menggelegar, hingga membuat mereka semua tersentak.
Ketika preman tersebut, lalu melihat ke arah sumber suara. Begitu pula Cheryl yang tengah memejamkan matanya, kini perlahan mulai membuka mata saat mendengar sebuah suara yang dikenal olehnya.
"Om Gavin," ujar Cheryl lirih.
Gavin kemudian mendekat ke arah mereka. "Jangan pernah berani menyentuh keponakanku!" bentak Gavin.
"Oh jadi, dia keponakanmu? Bagus sekali, kalau begitu aku mau minta ijin padamu untuk bermain-main dengan keponakanmu yang cantik itu."
"Jangan pernah bermimpi! Dasar bajingann! Jangan pernah bermimpi menyentuh keponakanku, dasar keparrat!"
Mendengar perkataan Gavin, seketika emosi ketiga preman tersebut pun tersulut. Mereka bertiga kemudian langsung menyerang Gavin begitu saja dengan membabi buta. Gavin pun berusaha membalas serangan mereka. Namun, kekuatan yang tidak seimbang diantara mereka, membuat Gavin begitu kewalahan. Kini, tubuh dan wajahnya pun mulai terlihat babak belur.
"Cheryl pergi! Cepat naik mobilku dan pulang ke rumah!" teriak Gavin.
Cheryl pun menggelengkan kepalanya. "Nggak Om!"
"Pulang Cheryl!" teriak Gavin yang kini mulai tidak berdaya. Bahkan, darah pun mulai mengalir dari pelipis dan sudut bibirnya.
Melihat kondisi Gavin yang kini begitu memprihatinkan, Cheryl pun mengotak-atik ponselnya, lalu melemparkan ponsel itu begitu saja di bawah mobil Gavin.
"Berhenti! Aku sudah memanggil polisi, dan sekarang kalian coba dengar, ada suara sirine kan!" teriak Cheryl.
Ketiga preman tersebut, yang sayup-sayup mendengar suara sirine dari arah jalan raya pun panik. Mereka kemudian saling berpandangan satu sama lain, lalu bergegas lari meninggalkan tempat itu begitu saja.
Melihat Gavin yang kini terkapar tidak berdaya di tengah guyuran hujan, Cheryl pun mendekat ke arahnya.
"Om, Om Gavin!" teriak Cheryl sambil mendekat ke arahnya. Gavin kemudian bangkit lalu memeluk Cheryl yang kini ada di sampingnya.
"Cheryl, kau tidak apa-apa kan?"
"Kenapa Om bertanya seperti itu padaku? Bukankah Om yang saat ini terluka? Ayo kita pulang, Om! Aku obati lukanya."
Namun Gavin terdiam, dia tetap duduk di bawah guyuran hujan. "Kenapa Om diam? Lihat luka Om sudah sangat parah seperti ini!"
"Aku tidak akan pulang."
"Om!"
"Aku tidak akan pulang sebelum kau berjanji dulu, kalau kau tidak akan pergi meninggalkan rumah lagi."
"Tapi Om!"
"Baik, aku juga akan ikut pergi bersamamu!"
Cheryl menghela nafas panjang, malam ini Gavin terlihat kekanak-kanakan sekali, tapi entah kenapa dia merasa gemas dengan tingkah Gavin.
"Om, ingat Tante Diandra dan Frizz! Om tidak boleh berkata seperti itu!"
"Cheryl tolong beri aku waktu, beri aku waktu untuk menyelesaikan semuanya. Kau mau kan menungguku?"
Cheryl pun terdiam, dia hanya menundukkan wajahnya, diiringi tetes demi tetes air mata yang keluar dari sudut matanya. Gavin mengangkat dagu Cheryl, lalu menghapus air mata yang kini bercampur dengan air hujan. Kemudian, perlahan Gavin mengecup bibir merah itu di bawah derasnya hujan.
"Cheryl, aku tahu ini sulit. Sulit adalah kita, tapi cinta ini hanya ada kita, aku dan kamu, tanpa ada mereka."