NovelToon NovelToon
Gairah Tabu Tuan Sergio

Gairah Tabu Tuan Sergio

Status: sedang berlangsung
Genre:Patahhati / Cinta Terlarang / Obsesi / CEO / Dark Romance / Mantan / Selingkuh
Popularitas:20.2k
Nilai: 5
Nama Author: RYN♉

KONTEN INI AREA DEWASA‼️

Lima tahun cinta Shannara dan Sergio hancur karena penolakan lamaran dan kesalah pahaman fatal. Bertahun-tahun kemudian, takdir mempertemukan mereka kembali di atas kapal pesiar. Sebuah insiden tak terduga memaksa mereka berhubungan kembali. Masalahnya, Sergio kini sudah beristri, namun hatinya masih mencintai Shannara. Pertemuan di tengah laut lepas ini menguji batas janji pernikahan, cinta lama, dan dilema antara masa lalu dan kenyataan pahit.
Kisah tentang kesempatan kedua, cinta terlarang, dan perjuangan melawan takdir.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RYN♉, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

GTTS chapter 12

Sore itu, langit di pelabuhan berwarna tembaga.

Kapal megah tempat Shannara bekerja perlahan merapat, disambut angin asin dan teriakan para buruh yang menurunkan barang. Orang-orang bergegas turun, sebagian tersenyum, sebagian membawa letih tapi tidak satu pun wajah yang semuram milik Shannara.

Tas kecil di pundaknya terasa berat, bukan karena isinya, tapi karena kenangan yang ingin ia tinggalkan di sana.

Sergio berjalan beberapa langkah di belakangnya, diam tapi mengikuti. Shannara tahu. Ia mendengar langkah itu sejak dari dek atas, tapi memilih untuk tidak menoleh.

Shannara berbicara dengan nada dingin dan tanpa emosi, bahkan tanpa repot-repot menoleh. “Kamu tidak perlu lagi mengikutiku,” ucapnya datar. “Semuanya sudah selesai. Tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan.” Kalimatnya seperti tembok yang membentang di antara mereka.

“Aku hanya ingin memastikan kau selamat sampai rumah,” jawab Sergio dengan suara rendah namun penuh ketegasan, seolah tak menerima penolakan. Matanya menatap lurus ke depan, menyiratkan kekhawatiran yang mendalam di balik ketenangannya.

Shannara menarik napas dalam. Ia tidak memandang Sergio, memilih untuk menatap lurus ke lorong kapal yang ramai.

​​“Saya sudah bilang, Tuan Sergio,” jawab Shannara dengan nada sedingin es. “Saya tidak menginginkan Anda. Urus saja urusan Anda sendiri. Urus istri Anda. Cari kepastian di tempat yang seharusnya Anda mencarinya.” Setiap kata yang diucapkannya terdengar tajam dan menusuk.

“Urusanku sekarang adalah memastikan kamu tidak membawa anakku,” potong Sergio cepat dengan nada suara yang tajam. “Dan mengungkap kebenaran yang terjadi delapan tahun lalu.” Ada urgensi dan kekhawatiran yang bercampur dalam suaranya.

Tanpa menunggu persetujuan, Sergio meraih lengan Shannara, cengkeramannya lembut namun tak terhindarkan. Mereka turun dari kapal, berjalan melalui gangway dan lorong pelabuhan yang penuh sesak.

​Shannara menarik tangannya, tetapi Sergio hanya menatapnya, matanya seperti memperingatkan 'Jangan buat keributan'. Shannara memutuskan untuk mengabaikannya, mempercepat langkahnya, seolah keberadaan Sergio adalah ilusi yang bisa ia tinggalkan.

​Di pintu keluar, mobil mewah hitam Sergio sudah menunggu. Shannara langsung melambaikan tangan, memanggil taksi daring.

“Aku sudah membatalkan semua transportasi pribadimu,” ucap Sergio dengan nada yang tidak bisa dibantah. “Kau ikut denganku.” Tatapannya mengunci Shannara, tidak memberi ruang untuk negosiasi.

​​“Saya mau pulang ke rumah saya!” Shannara membentak, akhirnya menatap Sergio dengan tatapan penuh amarah dan menantang. “Saya tidak butuh Anda mengantar saya. Ini adalah perpisahan, Tuan. Anda tidak punya hak lagi atas diri saya.” Nada bicaranya bergetar karena emosi yang bercampur aduk.

Sergio tidak menjawab. Ia hanya memberi isyarat pada sopir dan Davin yang berdiri di samping mobil. Shannara menyadari ia tidak punya kekuatan untuk melawan mesin kekuasaan Sergio di tempat umum.

“Baiklah,” jawab Shannara dengan nada pahit yang kentara. “Antar saya. Tapi Anda hanya boleh mengantar sampai di depan pagar rumah saya. Setelah itu, saya minta Anda menghilang dari hadapan saya.” Ada nada penolakan dan kesedihan yang tersembunyi di balik kata-katanya.

...----------------...

Empat jam berlalu, mobil Sergio berhenti di depan sebuah rumah sederhana di pinggiran Jakarta. Sergio keluar dan membukakan pintu untuk Shannara.

“Ingat perjanjian kita,” bisik Sergio, matanya menatap Shannara dengan intensitas yang membuat bulu kuduknya meremang. “Aku akan menelepon. Aku akan tahu jika kau mencoba lari. Aku serius, Nara. Konsekuensinya terlalu besar untuk dipermainkan.”

Shannara hanya mengangguk singkat, tanpa minat. Ia keluar dari mobil mewah itu, bahkan tidak menoleh sedikit pun saat Sergio pergi.

Shannara melangkah masuk ke halaman rumahnya, meninggalkan dinginnya pelabuhan dan segala kenangan pahit di sana. Ia memasuki kehangatan yang menyesakkan, kehangatan palsu dari neraka yang sudah dikenalnya dengan baik.

Setiap langkah Shannara terasa berat saat menapaki halaman kecil yang dulu sering ia sapu setiap pagi. Di balik pintu kayu yang usang itu, ada sosok yang selalu membuat dadanya terasa sesak, Hilda, ibunya sendiri.

Rumah itu masih sama seperti yang diingatnya. Dindingnya masih berwarna krem pucat dengan cat yang mulai mengelupas di beberapa sudut. Aroma masakan dari dapur masih menusuk hidung seperti dulu, namun tak pernah sekalipun berhasil membangkitkan kerinduan dalam hatinya.

Begitu pintu terbuka, suara sendok beradu dengan piring langsung menyambutnya dari ruang makan. Meja bundar di tengah ruangan tampak penuh dengan hidangan hangat. Di sana, ibunya, Hilda, duduk berdampingan dengan suami barunya dan anak kesayangan mereka, Aldi.

Dan ketika Shannara muncul di ambang pintu, tidak satu pun dari mereka berhenti makan. Tidak ada yang menoleh, tidak ada sapaan selamat datang, bahkan tidak ada senyum.

Hilda hanya mendongak sekilas, matanya sedingin baja. Tatapan itu menusuk hati Shannara lebih tajam dari kata-kata apa pun. “Sudah datang?” ucapnya datar, tanpa nada emosi. “Kalau sudah gajian bulan ini, jangan lupa kirim uang ke Ibu. Tagihan air hampir diputus bulan kemarin.”

Shannara membeku di tempatnya. Tenggorokannya terasa kering dan tercekat. Ia menunggu sesaat, berharap ibunya akan mencairkan suasana dengan basa-basi atau sekadar menanyakan kabarnya. Namun, harapan itu sia-sia.

“Taruh tasmu dulu,” potong Hilda dengan nada mengusir. “Dan jangan ganggu kami makan. Bau asing dari laut itu sangat mengganggu selera makan.”

Tidak ada pelukan hangat, tidak ada pertanyaan kabar, hanya uang. Selalu tentang uang.

Shannara berdiri kaku di ambang pintu. Matanya menatap piring-piring di meja makan yang penuh dengan lauk-pauk, namun tak ada satu pun kursi kosong yang ditawarkan untuknya. Mereka melanjutkan makan seolah kehadirannya hanyalah angin lalu yang tak berarti.

Namun, bukan perlakuan dingin itu yang paling mengejutkannya. Tatapannya terpaku pada sosok laki-laki di ujung meja—Aldi.

Napas Shannara tercekat. Bukankah Aldi... sedang berada di penjara?

Ia masih ingat betul berita itu: Aldi terlibat kasus penganiayaan di sebuah klub malam. Mabuk berat, dia hampir membunuh seseorang. Vonisnya lima tahun penjara. Tapi kini, di hadapannya, Aldi duduk santai, makan dengan lahap, dan tertawa kecil dengan ayah tirinya.

“Bagaimana bisa...?” gumam Shannara tanpa sadar, kebingungan memenuhi benaknya.

“Jangan menatap adikmu seperti itu. Ibu sudah mengusahakan segalanya untuknya.”

Tawa Aldi pecah, sinis dan mengejek. “Haha, kaget ya, Kak? Nggak nyangka aku sudah bebas?” Dia menatap Shannara dengan mata penuh ejekan. “Ibu yang mengurus semuanya. Kakak pikir gampang keluar dari kasus berat seperti itu? Tapi Ibu kan hebat. Tentu saja semua itu butuh uang.”

Hilda menatap anak laki-lakinya itu dengan tatapan penuh kasih sayang, tatapan lembut yang tak pernah sekalipun ia berikan pada Shannara.

Shannara tahu betul, ibunya membencinya sejak ia dilahirkan. Karena setiap kali Hilda menatap wajahnya, yang ia lihat bukanlah seorang anak, melainkan pengingat akan lelaki yang telah menghancurkan hidupnya. Pria beristri yang dulu menjanjikan cinta, lalu menendangnya pergi saat tahu ia hamil. Dan sejak saat itu, Shannara menjadi lambang aib, anak dari dosa, wajah dari kenangan yang tak ingin diingat.

1
hana young
Tetang mantan yg lom moveOn/Wilt/
Lina Nurjanah
ini kapan up nya lagi . udah lama bgt
Z
👍👍👍👍👍
Reza Alfanisia Putri
up dong thor
Hana yu
alurnya keren
Cinta
Ceritanya menarik tentang mantan pacar obsesi ke mantan ceweknya. direkomendasikan buat orang-orang 17+ yakk banyak adegam hmm nya 🤣 so far aku suka banget ceritanya
BACA GUYS GAK BAKAL NYESELLLL
makin d baca makin candu pas awal awal kek bakal boring ternyata pertengahan baru ah i see
semangat author aku 🫶
Moyu
kasian nara masalah dia bertubi tubi
Moyu
stress semua STRESS
Anna Rakhmawaty
emaknya nara ganti nama ya thor,, dr hilda jd amira
Anna Rakhmawaty: oohh okee ga masalah,, semangaatt terus🤗
total 2 replies
Anna Rakhmawaty
menarik penuh intrik
Anna Rakhmawaty
obsesi tanpa ujung
Ali
sergio betulan kecintaan bngett sm shannara🤣 thor pls tetep semangat aku pembaca setiamu 🫰
Moyu
author tersayang jgn patah semangat km bisa liat dari komen komen aq kan aku pembaca setiamu and aku suka bgt kisah sergio dan shannara ini tolong jgn smpe gak up lagi aku nugguin km update tiap hari 😍❤️‍🔥
Moyu
modus anyiing 🤣🤣🤣 anakmu aja belum tentu udah bernyawa banggg
ada aja kelakuan bapak ini gmesss🤭
Ali
cara nulisnya agak berbeda lebih seru begini 😍 semangattt mariee saya mulai jatuh cinta kenovelmu
Ali
chapter ini gila beneran hobby maen diaer 🫠 digempur ampe 3 hari njirrr apa gak sakit 😵‍💫🤔
Ali
kata gua mah tunggu dirumah dah
Ali
harusnya gausah dihalangi biarin baku hantam
Ali
visual cakep TAPI ngeselin
Ali
elu kesel krn adek tirilu capek? jangan jangan lu punya nafsu hem ke adek lu sendiri tp sesuai judul sih gairah TABU 🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!