Sepasang remaja yang tidak saling kenal, berbeda latar belakang, berbeda keyakinan dan berbeda pola pikir. Harus di nikah-kan secara paksa, karena keduanya di tuduh berzina saat sedang berteduh di gubuk reyot.
Berawal dari Fitnah, benci dan ego. Bagaimana keduanya hidup dalam ikatan pernikahan?
Note : Berdasarkan imajinasi Author, selamat membaca :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mellisa Gottardo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fakta
Ayah Alvian memperlihatkan bukti Cctv di beberapa sudut jalan. Merekam semua kejadian dari awal sampai akhir, Lalu berjalan mundur beberapa puluh kilo meter.
Memperlihatkan segerombolan anak sekolah, sedang nongkrong di sebuah warung kopi. Mereka terlihat seperti berandalan biasa, hingga seorang supir datang menghampiri mereka.
Memberikan segepok uang dan berbicara sesuatu, sudah pasti tentang pengeroyokan Alvian. Ayah Alvian masih mencari tau tentang siapa dalang utamanya, mencari tau supir dari kelurga mana.
"Tapi sayangnya, dia bukan Supir. Sepertinya dalang utama cukup cerdik, dia sengaja nyewa orang biar pura pura jadi supir." Ucap Ayah.
"Ck..." Alvian berdecak sinis.
"Saat Cindy datang, dari mana arah dia datang? kapan dia tiba di lokasi? dari arah mana?." Tanya Aurora, dengan suara datar.
"Oho.. apa kamu mencurigai nya?." Ayah nampak tertarik.
"Maaf ya Aurora, Bukannya Ibu ngga belain kamu. Tapi waktu itu Ibu udah tau cerita aslinya dari Alvian, dia bilang dia pacaran ga serius dan yang paling penting dia ngga cinta sama Cindy. Sebagai orangtua, Ibu percaya sama anak Ibu. Sepertinya keputusan Ibu menyakiti hatimu ya, Ibu minta maaf." Ucap Ibu Alvian dengan rumit.
Aurora tau, Ibu Alvian terhimpit. Putranya menikahi gadis desa karena di desak, sedangakn putranya sudah memiliki kekasih dalam waktu lama. Dia tidak ingin mendesak putranya, karena takut akan melampiaskan amarah pada Aurora.
"Itu memang bukan urusan Ibu, ini urusan kami sebagai suami istri." Ucap Aurora dewasa.
"Tuan, saya sudah menemukan Cctv lokasi. Silahkan anda periksa." Ucap tangan Kanan Ayah.
Ayah Alvian memutar laptop nya, membiarkan Alvian, Ibu dan Aurora melihat juga. Semuanya terjadi dimulai dari pengeroyokan Alvian, saat itu posisi Cindy masih belum di ketahuan.
Lalu saat Aurora menolong Alvian, saat itu terlihat mobil mendekat dan diam cukup lama di sekitar lokasi. Seorang supir datang, menelepon salah satu dari anggota geng itu.
Artinya mobil itu memang milik pelaku, saat Bodyguard bantuan datang. Cindy terlihat keluar dari mobil dan berlari seakan dia kebetulan lewat sana, Alvian menatap dengan dingin.
"Brengsek." Alvian kesal.
"Dan bukan hanya itu, motif dari pengeroyokan Tuan muda juga merupakan kesalahan, Tuan." Ucap tangan kanan Ayah Alvian.
"Apa maksudmu kesalahan? apa ini salah sasaran?." Tanya Ayah.
"Bukan, di duga fokus utama adalah membawa Tuan muda ke sebuah hotel di pinggir kota, menurut saya ini penculikan yang berujung jebakan." Ucapnya.
"Aku mengerti, jadi Karena Cindy marah karenaku. Dia ingin membuatmu menikahinya, menakutkan sekali." Lirih Aurora.
Tangan Alvian terkepal erat, selama ini dia masih bersikap lunak pada Cindy, karena Cindy pernah beberapa kali menolongnya selama 2 tahun belakangan.
Tapi setelah melihat kejadian hari ini, sepertinya pertolongan Cindy sebelumnya adalah rekayasa semata. Apa itu adalah cara Cindy menarik perhatiannya? Alvian merasa sangat emosi.
"Tenang, Alvian. Orangtuanya Cindy rekan Bisnis Ayah, kita harus berpikir secara logis, jangan sampai bertindak implusif." Ucap Ayah.
"Waduh." Celetuk Aurora.
"Kenapa, nak?." Bingung Ayah.
"Aku pernah nonjok Cindy, soalnya mukanya ngeselin." Ucap Aurora polos.
Ayah dan Ibu Alvian terlihat sangat syok, sedangkan Alvian hanya tersenyum konyol. Dia masih ingat kejadian di kantin waktu itu, dan bodohnya dia justru menolong Cindy saat itu.
"Bodoh Alvian, Lo tolol." Batin Alvian, mengecam diri sendiri.
"Oke setelah ini kalian istirahat dulu di rumah, Masalah ini biar Ayah sama Ibu yang urus." Putus Ayah.
"Awas aja kalo ngga berat, bilangin sama rekan bisnis Ayah itu. Kalo sampe Cindy berani nunjukin batang hidungnya, aku bakal tonjok dia ngga pandang bulu." Ucap Alvian, geram.
"Ayah ngerti, oke fokus pemulihan aja. Ayah sama Ibu nggabisa mampir terlalu lama, Ayah udah panggil Dokter. Kalian baik-baik dirumah ya, jangan berantem." Ucap Ayah, bijak.
"Maaf ya Aurora, Ibu ngga bisa lama lama mainnya. Kerjaan Ibu numpuk, lain kali kita liburan bareng." Ucap Ibu.
"Iya Bu, makasih sudah mampir." Ucap Aurora.
Ayah dan Ibu Alvian pun pamit pergi, suasana rumah kembali sepi. Alvian merasa canggung, dia ingin meminta maaf dan memulai semuanya dari awal. Tapi kesalahannya sudah terlalu banyak, takut membuat Istrinya semakin membencinya.
"Ra." Panggil Alvian.
"Hmm." Aurora bergumam.
"Bantuin aku balik ke kamar." Ucap Alvian.
Aurora tanpa banyak kata, memapah Alvian ke lantai tiga. Alvian diam diam tersenyum, merasa senang.
Aurora merebahkan Alvian di ranjang, dia terlihat jutek tapi ada sorot khawatir, di tatapan matanya yang bulat berair.
"Diem disini, aku mau ambil bubur di dapur." Ucap Aurora.
Setelah Aurora pergi, Alvian kembali membuka ponselnya yang tadi dirinya tinggal diatas nakas. Banyak sekali notifikasi masuk, kebanyakan dari mereka menanyakan kevalidan hubungannya dengan Aurora.
Manis banget!
Btw hubungan kalian apa?
Gue denger, katanya cewe ini pelakor
Wih ngeri ya
Iya padahal keliatan polos
polos polos bangsat kali
HAHAHAHAHHAHAHAH
Alvian merasa sangat geram, dia tidak senang melihat istrinya di olok olok. Ini semua karena ulahnya, dia harus menunjukan betapa besar cintanya pada Aurora.
Aurora kembali masuk ke kamar, membawa nampan berisi bubur dan susu hangat. Tidak lupa sebotol besar air minum.
"Ini makan dulu." Ucap Aurora.
"Makasih, Ra." Alvian berusaha tersenyum.
"Nggausah maksa senyum, keliatan aneh." Celetuk Aurora.
Alvian langsung mengurungkan niatnya, dia makan bubur buatan Aurora dengan lahap. Merasakan bahasa cinta di masakan itu, dia memang bodoh telah menyianyiakan wanita seperhatian Aurora.
"Ra." Panggil Alvian.
"Kenapa?." Aurora menoleh.
"Boleh peluk?." Tanya Alvian.
Aurora merasa jantungnya berdebar, tentu saja dia mau memeluk pria tampan. Hanya saja dia sedikit gengsi, tapi melihat tampang Alvian yang menyedihkan, Aurora beranjak mendekat ke sisi ranjang Alvian.
Aurora merentangkan tangannya, Alvian masuk ke dalam pelukan hangat itu. Keduanya diam, diam menikmati pelukan hangat itu. Alvian yang kini memeluk perut ramping Aurora, tiba-tiba berpikir, seperti apa Aurora jika Hamil anaknya nanti.?
Deg.
"A-apa maksudnya hamil, Lo gila Alvian." Batin Alvian, kaget sendiri.
"Udah, mending kamu tidur aja, aku juga mau tidur. Cape banget." Ucap Aurora.
"Iya ayo." Alvian setuju.
Keduanya merebahkan diri di kasur yang sama, Meskipun masih menjaga jarak. Keduanya tampak lebih santai, berharap setelah ini hubungan keduanya membaik.
Aurora tiba tiba memiliki ide, saat perasaan Alvian mendambakannya. Seharusnya dia terlihat lebih agresif, lalu nanti cuek lagi. Permainan tarik ulur yang sangat menarik.
Aurora menggeser tangannya di bawah selimut, menggenggam jari jemari tangan Alvian. Alvian tersentak, menoleh ke arah Aurora yang sudah menutup mata, bersiap tidur.
Alvian membalas genggaman tangan itu lebih erat, dia merasa bahagia. Getaran aneh merambat di hatinya, membuatnya merasa uforia mendebarkan.