NovelToon NovelToon
Istri Kecil Dokter Dingin

Istri Kecil Dokter Dingin

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Duda / Nikah Kontrak / Dijodohkan Orang Tua / Dokter
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Alin Aprilian04

Amira, wanita cantik berumur 19 tahun itu di jodohkan dengan Rayhan yang berprofesi sebagai Dokter. Keduanya masih memiliki hubungan kekerabatan. Namun Amira dan Rayhan tidak menginginkan perjodohan ini.

Rayhan pria berumur 30 tahun itu masih belum bisa melupakan mendiang istrinya yang meninggal karena kecelakaan, juga Amira yang sudah memiliki seorang kekasih. Keduanya memiliki seseorang di dalam hati mereka sehingga berat untuk melakukan pernikahan atas dasar perjodohan ini.

Bagaimana kisah cinta mereka selanjutnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin Aprilian04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Marah

Dengan segala bujuk rayuan akhirnya Amira mau memaafkan Rayhan. Perjuangan membujuk istrinya itu ternyata tidak mudah, Rayhan bahkan harus rela kesiangan bekerja demi Amira kembali biasa lagi.

Kini wanita cantik yang akhirnya memakai gamis itu tengah menemani mertuanya yang saat ini tengah check up. Asma memberikannya oleh-oleh sweater hasil rajutannya sendiri. Sweater berwarna pink muda itu terlihat sangat cantik dengan bunga-bunga di bagian dadanya. Amira sangat suka, sejak dulu Asma memang sangat menyayanginya.

"Makasih, Tante!" Amira memeluk Asma.

"Kok Tante sih, Nak!" Asma mengerucutkan bibirnya.

"Eh Umma, lupa. Maaf yaa, Umma!" Amira memeluk erat, lalu menciumi pipi Asma berkali-kali.

"Iya sama-sama, sayang. Di pakai yaa sweaternya."

"Pasti dong, Umma."

Rayhan yang melihat keromantisan Amira dan Ibunya seketika tersenyum. Ia sangat bahagia keduanya akur. Karena ia masih ingat, ketika dulu mendiang istrinya yang selalu menangis karena merasa tak di perlakukan dengan baik oleh Ibunya. Kala itu Asma tidak menyetujui pernikahan Rayhan dengan Khadijah karena beberapa alasan. Lebih tepatnya yang ia tangkap karena Khadijah berasal dari keluarga biasa yang tak memiliki orang tua. Entahlah, kala itu ia pun tak mengerti dengan pemikiran orang tuanya.

"Menantunya aja yang di kasih nih, Umma. Anaknya gak di kasih apa-apa?" sahut Rayhan.

"Ada yang cemburu nih, Nak." Asma menaik turunkan alisnya menatap Amira.

"Biarin aja, Umma. Gak usah di kasih, soalnya kadang Mas Rayhan suka nyebelin!"

Asma tertawa kecil melihat Amira, ekspresi wajah menantunya itu selalu saja terlihat lucu. Apalagi gaya bicaranya yang seperti anak kecil.

"Lucu banget penganten baru!" ujar Asma.

Rayhan mengulum senyum, ia kembali memeriksa sang Ayah yang juga sama tengah tersenyum bahagia. Hanya saja pria paruh baya itu memiliki karakter yang tak terlalu banyak bicara.

"Alhamdulillah, semuanya baik, Ba. Tingkatkan lagi pola hidup sehatnya yaa!" ujar Rayhan menatap pria paruh baya itu dengan senyuman.

"Alhamdulillah!"

"Baba harus banyak istirahat, harus banyak hiburan juga biar tetep sehat dan bahagia!" Sahut Amira.

"Iyaa kayanya Baba bakal lebih bahagia kalau udah punya cucu. Jadi mainnya sama cucu tiap hari!"

Uhuk uhuk

Amira seketika tersedak mendengar hal itu, ia menyimpan gelasnya di atas nakas. Rayhan dan Salma menatap Amira bersamaan.

"Gimana udah ada tanda-tanda belum?" tanya Asma  menatap Amira penuh kasih sayang.

"Kita belum... "

"Shhttt!" Rayhan menempelkan telunjuknya di mulut, mengkode Amira agar istrinya itu tidak jujur. Ia mengayunkan langkahnya menghampiri Amira, bisa bahaya jika wanita itu mengatakan yang sebenarnya.

Rayhan memegang lengan Amira, lalu menatap istrinya. "Kayanya belum deh, Umma. Tapi kita lagi usaha kok, Umma."

Amira menggigit bibir bawahnya gugup. "I-iya, Umma. Insyaallah kita gak nunda buat punya anak!"

"Umma dan Baba udah gak sabar nih. Pengen cepet nimbang cucu!" Asma antusias.

"Do'a in yaa, Umma. Amira juga maunya sih cepet punya anak, Umma."

"Khemm, khemm!" Rayhan memegang tenggorokannya menatap Amira.

Amira mendelik kesal, jika tidak karena takut ketahuan, ia malas berpura-pura romantis seperti ini.

"Ya kan, sayang?" Amira mencubit pelan pinggang Rayhan, membuat pria itu membulatkan matanya terkejut.

"I-iya dong, sayang."

"Kayanya kalian harus bulan madu deh. Kamu ambil cuti nikah aja, Mas. Biasanya di kasih kan?"

"Iya, Umma. Di kasih cuti satu Minggu."

"Yaa lumayan laah. Kalian pergi liburan sana."

"Iya, Umma. Insyaallah nanti kita pikir-pikir lagi." Sahut Amira.

***

Jam kini menunjukan pukul lima sore. Dengan rasa malas Amira mau tidak mau menunggu Rayhan membereskan pekerjaannya. Ia duduk di kursi kerja sang suami seraya memainkan ponselnya. Sedangkan Rayhan tampak sibuk kesana kemari memeriksa banyak pasien yang silih berdatangan. Hingga akhirnya jadwalnya bekerja sudah habis, ia bergantian piket dengan salah satu temannya.

"Assalamualaikum!" Seorang pria tinggi dengan jas putihnya datang ke ruangan.

"Waalaikumsalam!" ujar Rayhan.

"Weeyy, ada pengantin baru nih!" Pria yang berprofesi sebagai dokter umum itu tampak menarik turunkan alisnya menggoda Rayhan.  Matanya menatap Amira yang baru kali ini ia bertemu dengan istri sahabatnya itu.

"Salam kenal saya Izza, teman perangnya Rayhan!" ucapnya seraya menyodorkan tangannya pada Amira.

"Oh iya salam kenal juga saya Amira!"

Belum juga tangan Amira menyentuh tangan Izza. Rayhan segera menepis tangan pria itu dengan keras.

"Bukan muhrim!" Ketusnya.

"Cielaahh, posesif amat jadi suami!" ujar Izza.

Rayhan menghela nafas seraya duduk menyandarkan tubuhnya di sofa.

"Gimana udah ada tanda-tanda ada Dede bayi gak?" ujar Izza, si pria dengan sikap jahil dan ngeledeknya.

"Tau lah!" ucap Rayhan singkat.

"Amira kalau bisa cepet-cepet yaa? Saya soalnya mau punya ponakan udah gak sabar!"

Amira terdiam sedikit malu. Rasanya setiap orang menanyakan hal itu, membuatnya merasa sangat geli terdengarnya. Jangankan punya anak, di sentuh juga Amira terkadang risih.

"Insyaallah, Kak!"

"Cepetan dong, Lo mau gue beliin jamu kuat lagi biar... "

Buk

Satu bantal sofa mendarat di wajah tampan Izza. Rayhan melempar sahabat tukang ledeknya itu dengan kesal.

"Lu nikah dulu, gak bosen Gonta ganti cewe hah? Insap, lu!"

Izza menggaruk-garuk tipis kepalanya tidak gagal. Sahabatnya ini jarang bicara, namun sekalinya bicara perkataan pria itu selalu berhasil menusuk hatinya.

"Oh iya, Amira. Cariin saya calon istri dong. Kalau bisa temen Amira juga boleh. Biar saya punya istri muda gitu kaya Rayhan!" ujar Izza tertawa kecil.

"Jangan cari istri yang masih kecil, Kak. Kata Mas Rayhan saya juga kaya anak kecil susah di atur." Amira menatap Rayhan menyindirnya.

Pria berumur 30 tahun itu menatap istrinya penuh rasa bersalah. Perkataan tadi ternyata masih di ingatnya. Ia masih selalu ingat nasihat Babanya, bahwa wanita itu memang memiliki sifat pendendam. Perkataan kita yang menurutnya menyakiti hati masih bisa di ingatnya walau sudah 10 tahun lamanya. Dan ternyata semua itu terbukti.

"Bukan gitu maksud saya, Amira," Rayhan menatap Amira lembut.

"Mendingan cari istri yang seumuran aja, Kak Izza. Kata Mas Rayhan juga kalau mantan istrinya penurut dan juga lembut. Makanya jangan mau sama anak kecil!" cibir Amira.

"Eh parah Lu ngatain bini Lu kaya anak kecil."

Buk

Rayhan kembali memukuli kepala Izza dengan bantal, "Jangan kompor, Lu!"

"Ampun deh, kayanya kalian lagi panas yaa. Udah deh mendingan gue pergi aja. Takuuuttt!" Izza mengangkat bahunya.

Izza berdiri dari duduknya lalu menghampiri Amira. " Saya pergi dulu yaa, Amira. Mohon maaf dengan perilaku sahabat saya."

"Pergi sana!" ucap Rayhan menatap kesal sahabatnya.

"Iya, iya. Hati-hati lho nyakitin wanita kualat!"

"Pergi gak, lu!"

Izza segera menutup pintu ruangan dengan cengengesan. Sedangkan Amira kini menatap kesal Rayhan. Menyadari hal itu, Rayhan segera menghampiri Amira. Ia duduk di meja kerjanya menatap Amira yang duduk di kursi memunggunginya.

"Maaf yaa, Amira. Maafin saya!"

"Gak." Tegas Amira.

"Tadi katanya sudah maafin di rumah. Kenapa di bahas lagi?"

Amira membalikan badannya menatap Rayhan,  "Maafin bukan berarti melupakan. Orang emang masih kecil juga bukannya di sabarin malah di banding-bandingin. Gak tahu apa emang kita itu di jodohin. Kalau emang pernikahan ini di dasari cinta juga aku bakalan berusaha jadi istri yang baik. Orang aku baru aja belajar menyesuaikan diri. Mana banyak banget tuntutan lagi. Harus ini harus itu. Orang juga kan butuh penyesuaian, gak bisa langsung detik itu juga berubah."

Rayhan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kenapa jadi panjang begini ceritanya?

"Iyaa maaf yaa?"

"Tau ah!" Amira mengerucutkan bibirnya. "Syukur-syukur gak di bilangin ke Abi. Kalau Abi tahu anaknya di banding-bandingin pasti sakit hati."

"Udah yaa, sayang. Maafin suaminya yaa!" Arga mengelus lembut puncak kepala Amira. Entah mengapa Amira merasa ada desiran hangat di tubuhnya saat tangan kekar itu menyentuhnya.

"Gak mempan dengan rayuan gombal!" Amira mendelik kesal.

Rayhan dengan sabar menghadapi Amira, entah berapa kali ia mengelus dadanya, "Ya sudah kalau gak di maafin, saya pasrah aja lah!"

"Iihh kok gak peka sih!"

"Astagfirullaaahhh!" Rayhan mengusap wajahnya gusar.

"Kenapa marah yaa?"

Rayhan tersenyum di paksakan, "Oh gak, saya gak marah!"

"Ish nyebelin!" Amira melangkahkan kaki pergi dari ruangan tersebut dengan wajah cemberutnya.

"Hah?" Rayhan menggelengkan kepalanya tidak mengerti. Kepribadian Amira dan Khadijah sangat jauh berbeda. Sehingga ia harus belajar lagi cara memahami wanita.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!