Ziyanada Umaira, biasa dipanggil Nada jatuh cinta untuk pertama kalinya saat dirinya berada di kelas dua belas SMA pada Abyan Elfathan, seorang mahasiswa dari Jakarta yang tengah menjalani KKN di Garut, tepatnya di kecamatan tempat Nada.
Biasanya Nada menolak dengan halus dan ramah setiap ada teman atau kakak kelas yang menyatakan cinta padanya, namun ketika Abyan datang menyatakan rasa sukanya, Nada tak mampu menolak.
Kisah mereka pun dimulai, namun saat KKN berakhir semua seolah dipaksa usai.
Dapatkan Nada dan Biyan mempertahankan cinta mereka?
Kisahnya ada di novel ''Kukira Cinta Tak Butuh Kasta"
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dari Sahabat
Nada duduk di pojokan kantin karyawan hotel. Waktu istirahatnya masih panjang, dia akan mulai bekerja satu jam mendatang. Dan kini dia sedang menikmati teh manis panas dengan sepotong roti bakar. Udara Bandung yang sejuk setelah hujan membuat aroma teh jadi lebih wangi.
Seseorang yang mengajaknya bicara menarik kursi di hadapannya tanpa permisi.
“Bagaimana kabarnya, Chef Seblak?” Nada menoleh cepat. Rendi berdiri dengan gaya sok akrab, wajahnya jahil seperti saat KKN di Garut kembali diperlihatkan saat mereka berdua. Suasana kantin cukup lenggang pada jam seperti ini.
“Lho Kak Rendi sudah tahu kalau aku jualan seblak? Padahal baru saja aku akan promosi." Nada tidak mengelak, mengetahui karakter Rendi yang humble dia pin mencoba bersikap biasa.
"Ah telat." sahut Rendi,
"Oya, tumben banget ke sini siang-siang. Biasanya Kak Rendi nongol kalau sore, itu juga sambil nanyain stok kopi.” Rendi nyengir.
“Tadi aku rapat bareng Pak Dimas di lantai dua. Pas lewat lihat kamu sendirian, ya masa aku tega?” Nada tertawa kecil.
“Tega sih enggak, tapi ganggu iya.”
“Yah, masa digituin. Aku kan niatnya baik,” Rendi duduk sambil mengambil sepotong roti bakar dari piring Nada.
“Heh! Itu punya aku!”
“Tenang, aku juga bawa camilan. Nih,” Rendi mengeluarkan bungkusan kecil dari jaketnya.
“Risoles sosis isi harapan.” Nada memutar bola matanya.
“Harapan apa, Kak?”
“Harapan kamu enggak terlalu gengsi buat jawab pertanyaanku hari ini.” Nada menatapnya curiga.
"Pertanyaan apa sih? Jangan bilang soal... Bang Abyan?” Rendi mengangguk.
"Cieee panggilan istimewa." canda Rendi, Nada hanya mencebikkan bibirnya.
Wajah Rendi yang tadi lucu kini agak serius. Ia membuka risolesnya pelan.
“Aku cuma pengin tahu, Nad. Kamu... masih ada rasa sama Abyan, nggak?” Nada terdiam.
Suara gemericik hujan sisa terdengar samar di luar jendela. Ia menatap teh manisnya yang mulai mendingin.
“Kenapa nanyanya sekarang?”
“Karena kalau kamu memang ada rasa, kamu berhak tahu sesuatu.” Nada menghela napas.
"Kalau aku jawab ‘ada’, terus kenapa? Apa yang bisa berubah? Dunia kami beda, Kak. Dia tuh... dari dunia yang terlalu tinggi buat aku sentuh. Dan aku? Aku cuma pegawai cleaning service paruh waktu yang kalau hari libur jualan seblak.”
“Dan seblaknya enak, Nad. Jangan remehkan kekuatan pedas kuah oranye itu.” Nada tertawa kecil.
“Aku serius, Kak.”
“Aku juga,” Rendi menyandarkan punggungnya.
"Kamu tahu nggak? Abyan itu... selama ini jadi cucu kebanggaan. Cucu yang enggak pernah bantah, enggak pernah bikin repot, selalu ikut apa kata kakeknya. Tapi untuk pertama kalinya, dia bilang ‘tidak’.” Nada menatap Rendi, hatinya berdebar pelan.
“Dia menolak dijodohkan dengan Indira,” lanjut Rendi.
"Dan itu bukan hal kecil, Nad. Kakeknya itu... orang keras. Kalau Abyan salah langkah, dia bisa dihapus dari daftar warisan, atau bahkan dikeluarkan dari perusahaan.” Nada menelan ludah.
“Kenapa Kak Rendi cerita ini ke aku?”
“Karena kamu harus tahu betapa besarnya rasa dia buat kamu.” Nada menggeleng pelan.
"Kak Rendi... aku senang dengar itu. Tapi aku enggak bisa ikut senang sepenuhnya. Karena sekuat apa pun dia berjuang, aku tetap bukan siapa-siapa.”
“Lho, emangnya yang jadi ‘siapa-siapa’ itu harus lahir dari keluarga konglomerat? Gitu logikanya?”
“Bukan gitu maksudku. Aku cuma... realistis. Aku nggak mau jadi luka kedua buat dia. Kalau nanti perjuangannya enggak diterima, aku enggak mau jadi beban.”
“Kamu tahu apa yang lebih menyakitkan dari ditolak?” Rendi menatapnya tajam.
“Nggak pernah dicoba sama sekali.” Nada terdiam.
Rendi menghela napas panjang, lalu melanjutkan dengan nada yang lebih lembut,
"Abyan itu bukan cuma mencintai kamu, Nad. Tapi dia juga menghormati kamu. Kamu pikir kenapa dia enggak langsung datangi kamu dan maksa kamu nerima dia? Karena dia tahu kamu gadis yang punya harga diri.” Nada merasa matanya panas.
“Dia bilang ke aku, ‘kalau dia nggak mau, aku akan hormati. Tapi aku akan pastikan, dia tahu aku memperjuangkannya sampai titik akhir’.”
“Ya ampun, Kak... dia ngomong gitu?”
“Ya, sambil makan mie ayam sih. Tapi tetap dramatis.” Nada tertawa kecil, menyeka sudut matanya.
"Kak Rendi, kamu tahu kan... aku bukan tipikal cewek yang gampang baper. Aku enggak mudah luluh sama kata-kata manis. Tapi jujur... aku nggak nyangka dia bisa sejauh itu.”
“Karena kamu worth it, Nad.”
“Ah, kakak lebay.”
“Lebay bumbu cinta,” Rendi menyeringai.
“Jangan-jangan kamu juga suka sama dia, tapi gengsi?” Nada mengangkat alis.
"Kalau pun iya, kenapa?”
“Ya tinggal bilang.”
“Dan setelah aku bilang... apa? Dunia jadi damai?”
“Enggak juga sih. Tapi setidaknya, kamu enggak nyesel.” Nada termenung. Lalu ia berkata pelan,
“Aku... aku suka sama dia, Kak. Aku masih memiliki rasa yang sama seperti saat dia masih menjadi mahasiswa KKN di Garut. Tapi aku juga takut. Takut jadi alasan dia terluka.”
Rendi bangkit dari kursinya, berjalan ke belakang Nada lalu menepuk pundaknya ringan.
“Kamu bukan alasan dia terluka. Kamu alasan dia kuat.” Nada menatap Rendi. Lalu tiba-tiba berkata,
"Kamu tuh kebanyakan nonton drama Korea ya?”
“Ehem, emang kenapa kalau aku suka Crash Landing on You?”Nada tertawa geli.
“Kamu tuh... sahabat yang luar biasa, Kak. Bang Abyan beruntung punya kamu.”
“Dan dia lebih beruntung lagi kalau punya kamu.” Nada terdiam sejenak, lalu berkata pelan,
"Terima kasih, Kak. Udah ngasih tahu semua ini.” Rendi tersenyum.
“Sama-sama. Sekarang, ayo makan risoles ini sebelum sosisnya kabur.”
Mereka tertawa bersama, suasana yang tadinya menegang berubah menjadi hangat dan bersahabat. Di balik semua keraguan, Nada tahu hatinya mulai membuka pintu, perlahan... untuk cinta yang sedang diperjuangkan dengan sangat tulus.
"Bang By ... Haruskan rasa ini diperjuangkan?!" batinnya.
terimakasih double up nya kak🥰
kira kira apa lagi rencana indira
lanjut kak