NovelToon NovelToon
Takdir Rahim Pengganti

Takdir Rahim Pengganti

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Ibu Pengganti / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Larass Ciki

Julia (20) adalah definisi dari pengorbanan. Di usianya yang masih belia, ia memikul beban sebagai mahasiswi sekaligus merawat adik laki-lakinya yang baru berusia tujuh tahun, yang tengah berjuang melawan kanker paru-paru. Waktu terus berdetak, dan harapan sang adik untuk sembuh bergantung pada sebuah operasi mahal—biaya yang tak mampu ia bayar.

Terdesak keadaan dan hanya memiliki satu pilihan, Julia mengambil keputusan paling drastis dalam hidupnya: menjadi ibu pengganti bagi Ryan (24).

Ryan, si miliarder muda yang tampan, terkenal akan sikapnya yang dingin dan tak tersentuh. Hatinya mungkin beku, tetapi ia terpaksa mencari jalan pintas untuk memiliki keturunan. Ini semua demi memenuhi permintaan terakhir kakek-neneknya yang amat mendesak, yang ingin melihat cicit sebelum ajal menjemput.

Di bawah tekanan keluarga, Ryan hanya melihat Julia sebagai sebuah transaksi bisnis. Namun, takdir punya rencana lain. Perjalanan Julia sebagai ibu pengganti perlahan mulai meluluhkan dinding es di

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Larass Ciki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1

POV Julianna

"Juli, kamu baik-baik aja kan?" Suara lembut Noah terdengar seperti pelukan di tengah badai. Tapi di balik kalimat sederhana itu, ada beban berat yang menggantung di dadaku. Aku ingin menjawab dengan jujur, ingin menceritakan semua yang berkecamuk dalam hatiku—ketakutan, kekhawatiran, dan rasa tak berdaya yang makin menghimpitku setiap hari. Tapi aku nggak bisa. Aku nggak tega merusak senyum polos di wajahnya.

Aku menarik napas panjang, mencoba menenangkan hatiku yang bergetar hebat. "Aku baik-baik aja, Sayang. Kamu mau makan apa?" tanyaku, memaksa senyum yang terasa berat.

Noah mendekat, melingkarkan tangannya yang kecil di pinggangku. Pelukan itu terasa hangat, tapi di saat yang sama menyesakkan. Seakan dia tahu aku butuh kekuatan.

"Aku mau roti keju, Juli," katanya sambil tersenyum lebar. Senyum itu—sederhana tapi begitu berarti. Senyum yang membuatku sadar betapa aku rela melakukan apa pun untuknya. Tapi di balik senyuman itu, aku melihat sesuatu yang membuat hatiku remuk. Tubuhnya yang kecil dan lemah. Wajahnya yang mulai kehilangan warna. Bagaimana mungkin aku bisa berpura-pura kalau semuanya baik-baik saja?

Dengan berat hati, aku mengangguk dan berjalan ke dapur untuk membuatkan sarapan. Setiap langkah terasa seperti membawa batu besar di pundakku. Hatiku penuh dengan pertanyaan tanpa jawaban: Bagaimana kalau aku gagal? Bagaimana kalau aku nggak bisa menyelamatkan dia?

Pagi itu, setelah sarapan, aku membawa Noah ke rumah sakit seperti biasa. Noah selalu senang bertemu Dokter Peterson, dokter yang sudah seperti pahlawan bagi kami.

"Selamat pagi, adik kecil," sapa Dokter Peterson dengan senyum hangat yang khas.

Noah langsung tertawa dan berlari ke arahnya. "Selamat pagi, Pete!" balasnya sambil memeluk dokter itu erat-erat. Aku melihatnya dari jauh, dan hati ini rasanya seperti dihantam. Aku ingin waktu berhenti sejenak, agar aku bisa menikmati momen ini lebih lama—momen di mana Noah masih bisa tersenyum tanpa beban.

Setelah beberapa saat, Dokter Peterson menghampiriku dengan raut wajah yang berbeda. Senyum ramahnya hilang, digantikan oleh ekspresi serius yang membuat dadaku mencelos.

"Julianna, bisakah kita bicara sebentar?" katanya pelan, hampir seperti berbisik.

Aku mengangguk, meskipun tubuhku terasa lemas. Aku tahu ini pasti soal Noah.

"Kesehatan Noah semakin memburuk. Kita harus segera melakukan operasi," katanya dengan nada berat.

Kata-kata itu menghantamku seperti gelombang besar yang menghancurkan segalanya. Tanpa sadar, air mata mulai mengalir deras di pipiku. Rasanya seperti langit runtuh di atas kepalaku.

"Aku tahu keuanganmu sedang sulit, dan aku sangat prihatin," lanjutnya, mencoba memberi pengertian.

Aku menarik napas panjang, mencoba menahan isak yang hampir keluar. Aku nggak mau terlihat lemah di depan orang lain, tapi hati ini sudah terlalu hancur.

"Dokter," suaraku bergetar, "Saya akan cari uangnya. Apa pun caranya, saya akan dapatkan uang itu."

Dokter Peterson menepuk bahuku dengan lembut. "Kamu punya waktu sepuluh bulan, Julianna. Aku tahu ini berat, tapi aku yakin kamu bisa melakukannya."

Aku hanya mengangguk, meskipun dalam hati aku dipenuhi rasa takut. Pandanganku jatuh ke arah Noah yang sedang bermain dengan seorang perawat di balik kaca. Senyum cerianya seperti tamparan yang mengingatkanku pada apa yang akan aku kehilangan jika aku gagal.

"Apa aku akan mati Juli?"  Tanya Noah,,Aku menahan air mataku karena aku tidak ingin menangis di depannya. Aku tersenyum paksa dan memangkunya sambil mulai membelai rambutnya yang cokelat gelap dan halus.

"Tidak. Kau akan segera pulih?" Aku mencium kepalanya dan menempelkan daguku di kepalanya.

"Itu hebat karena jika aku sudah dewasa aku akan berusaha untuk menjadi dokter seperti Dokter Peter dan menghasilkan banyak uang jadi kita tidak kesulitan mengenai uang lagi" Dia mulai terkikik. Aku mengepalkan tanganku dan mengetatkan rahangku karena aku tidak ingin menangis. Hatiku sakit dan rasanya seperti seseorang meremas hatiku dengan sangat erat.

"Noah, kamu harus tinggal di sini mulai hari ini, oke?" kataku setelahnya.

Dia memiringkan kepala dan menatapku dengan tatapan penuh tanya. "Di sini? Kenapa, Juli?"

Aku tersenyum, berusaha menyembunyikan rasa sakit yang mengoyak hatiku. "Karena di sini kamu bisa cepat sembuh. Dan kamu bisa main sama Pete setiap hari, kan?"

Mata kecilnya berbinar. "Beneran? Aku bakal main sama Pete terus?"

Aku mengangguk pelan. "Iya, Sayang. Kamu akan aman di sini."

Dia mengangguk, tapi kemudian menggenggam tanganku erat-erat. "Tapi Juli, kamu bakal datang tiap hari, kan?" tanyanya dengan suara kecil yang membuat dadaku semakin nyeri.

Aku menatap matanya, mencoba meyakinkannya. "Ya, pasti. Aku akan datang setiap hari. Kamu nggak perlu khawatir."

Malam itu, ketika aku sampai di rumah, aku merasa tubuhku seperti kosong. Aku langsung menjatuhkan diri di atas kasur dan menangis. Tangisan yang nggak lagi bisa aku tahan. Semua ketakutan, rasa bersalah, dan kelelahan meluap seperti bendungan yang jebol. Aku menangis sampai tubuhku terasa lelah, tapi rasa sakit itu nggak kunjung hilang.

Setelah membersihkan diri, aku mendengar ketukan di pintu. Aku membuka pintu dan menemukan Bibi Elise berdiri di sana, menatapku dengan wajah penuh kekhawatiran.

"Julianna, kenapa kamu nangis?" tanyanya dengan lembut, tapi langsung membaca dari mataku yang bengkak bahwa ada sesuatu yang salah.

Aku mencoba tersenyum, tapi gagal. Dengan suara bergetar, aku menceritakan semuanya. Tentang Noah, tentang operasi, dan tentang ketidakberdayaanku yang semakin menghimpit.

Bibi Elise mendengarkan dengan seksama, lalu menarik napas panjang. "Juli, aku nggak bisa tinggal diam. Aku tahu satu cara, tapi ini berat untukmu."

"Apa pun itu, aku akan melakukannya," jawabku tanpa ragu.

Dia menatapku dalam-dalam, seolah memastikan bahwa aku serius. "Ada keluarga kaya yang mencari ibu pengganti. Mereka akan membayar seratus ribu dolar. Itu cukup untuk biaya operasi Noah."

Aku terdiam. Kata-kata itu seperti petir di siang bolong. Ibu pengganti? Aku harus mengorbankan tubuhku untuk menjadi ibu dari anak orang lain?

"Kalau itu bisa menyelamatkan Noah, aku setuju," jawabku akhirnya dengan suara pelan.

POV Ryan

"Ryan, kapan kamu akan memberikan kami cicit? Kami nggak tahu berapa lama lagi usia kami," suara nenekku terdengar berat, meskipun dibalut nada canda khasnya. Tapi aku tahu, ini lebih dari sekadar lelucon. Tekanan di balik permintaannya terasa nyata.

Aku menutup buku yang sedang kubaca, berusaha mengabaikan percakapan ini. "Aku belum siap punya anak, Nek," jawabku dengan nada datar, meskipun aku tahu jawaban itu nggak akan memuaskan siapa pun di ruangan ini.

Nenek memukul bahuku dengan lembut, tapi penuh drama. "Jadi, kamu mau mati tanpa meninggalkan keturunan? Apa kamu nggak peduli kalau garis keluarga kita berakhir begitu saja? Apa kamu gay?"

Aku tersentak mendengar kata-katanya. "Nenek, serius? Aku nggak gay. Aku hanya belum menemukan orang yang tepat," jawabku sambil memijat pelipis. Rasanya percakapan ini sudah berulang terlalu sering, dan aku kehabisan cara untuk menjelaskan.

"Ayahmu dan aku menikah di usia muda, dan kami bahagia. Kenapa kamu nggak bisa seperti itu?" tanyanya lagi, kali ini dengan nada yang lebih lirih, hampir seperti keluhan.

Aku berdiri, mencoba mengalihkan pembicaraan. "Karena aku nggak mau menikah hanya untuk memenuhi harapan orang lain, Nek. Pernikahan itu seumur hidup."

Tapi nenek nggak menyerah. Matanya yang mulai berkaca-kaca membuatku merasa bersalah. "Kami hanya ingin melihat cicit sebelum kami pergi, Ryan. Itu saja. Apa itu terlalu banyak diminta?"

Hatiku mencelos. Aku tahu dia tulus, tapi aku juga tahu ini bukan sesuatu yang bisa aku lakukan begitu saja. "Aku nggak mau menikah hanya karena paksaan, Nek," kataku lagi, mencoba tetap tenang.

"Kalau begitu, kami akan mencari solusinya. Kalau kamu nggak mau menikah, setidaknya kamu bisa punya anak dengan cara lain. Kami akan mencari seseorang yang bisa membantu," katanya, kali ini dengan nada tegas.

Aku mengernyit. "Apa maksud Nenek?" tanyaku, meskipun aku sudah mulai bisa menebak ke mana arah pembicaraan ini.

"Kami akan mencari wanita yang cantik, cerdas, dan cocok untuk menjadi ibu dari anakmu. Dia nggak perlu menikah denganmu, cukup memberikan kami cicit. Bagaimana?"

Aku menatapnya dengan bingung. "Nenek, ini bukan zaman dahulu. Kamu nggak bisa memperlakukan manusia seperti barang," protesku.

Tapi nenek hanya mengangkat bahu, seolah semua keberatanku nggak ada artinya. "Kamu pikirkan saja. Kami akan mengurus semuanya."

Aku hanya bisa memijat pelipis, merasa frustasi. Bagaimana aku bisa menjelaskan bahwa aku nggak siap untuk semua ini? Tapi nenek dan keluargaku sepertinya nggak akan menyerah begitu saja.

1
Blu Lovfres
mf y thor jangan bikin pembaca bingung
julian demi adiknya, kadang athor bilang demi kakaknya🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️
y illahi
Blu Lovfres
sedikit bingung bacanya
dialog sma provnya
dn cerita, susah di mengerti jdi bingung bacanya
Blu Lovfres
kejam sangat kleuarga nenek iblis
ga mau kasih duit, boro" bantuan
duit bayaran aja, aja g mau ngasih
,mati aja kalian keluarga nenek bejad
dn semoga anaknya yg baru lair ,hilang dn di temukan ibunya sendiri
sungguh sangat sakit dn jengkel.dn kepergian noa hanya karna uang, tk bisa di tangani😭😭😭
Aono Morimiya
Baca ceritamu bikin nagih thor, update aja terus dong!
Muhammad Fatih
Terharu sedih bercampur aduk.
Luke fon Fabre
Beberapa hari sudah bersabar, tolong update sekarang ya thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!