~Menikah karena cinta itu indah. Tapi bagaimana jika menikah karena wasiat?~
Raga Putra Mahesa tak pernah menyangka, amanat terakhir dari almarhum ayahnya akan menuntunnya ke pelaminan—bukan dengan wanita pilihannya, melainkan dengan Miky Cahya Murni. Gadis 19 tahun yang terlalu cerewet, terlalu polos, dan terlalu jauh dari bayangannya tentang seorang istri.
Apalagi … dia masih belum selesai berduka. Masih hidup dalam bayang-bayang mendiang istrinya yang sempurna.
Miky tahu, sejak awal dia bukan pilihan. Dia hanya gadis culun dengan suara cempreng, langkah kikuk, dan hati yang terlalu mudah jatuh cinta pada sosok lelaki dingin yang tak pernah memberinya tempat.
“Dia mencintai mendiang istrinya. Aku hanya bayang-bayang.” – Miky
“Menikahimu adalah kesialan bagi saya!” – Raga.
Di tengah usaha Miky dalam mengejar cinta Raga, sebuah rahasia terungkap. Rahasia yang selama ini disembunyikan oleh Raga.
Mampukah Miky bertahan dalam pernikahan tanpa cinta ini? Atau akankah ia menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kacan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Pertama & Penghinaan
Miky bolak-balik melirik jam yang melingkar di tangannya. Malam sudah larut, bahkan hari ini Raga tidak ikut makan malam bersama dengan dirinya dan juga Fika. Mereka hanya makan berdua tadi.
Ingin menelfon, tapi ia tidak memiliki nomor pria itu.
Huh!
Miky mendesah panjang lalu menyandarkan punggungnya di sofa yang ia duduki.
"Sudah larut malam, Nyonya. Sebaiknya nyonya tidur, biar bibi yang bukain pintu untuk tuan," ucap bi Yeyen yang tiba-tiba muncul.
Kepala Miky menoleh ke samping, melihat bi Yeyen berdiri di sisinya." Miky mau nungguin mas ganteng, Bi." Miky berucap mengutarakan keinginannya.
Bi Yeyen tersenyum mendengar panggilan yang disematkan Miky pada tuannya. "Ya sudah kalau begitu bibi temenin, ya?" tawar bi Yeyen.
Miky berdiri kemudian memeluk bi Yeyen erat-erat seperti ketika dirinya memeluk sang bunda. "Nggak usah, Bi. Miky nungguin mas ganteng sendirian aja, bibi istirahat ya," kata Miky dengan gaya manjanya.
Tangan Bi Yeyen terulur mengusap punggung Miky, lalu mengurai pelukan itu dengan perlahan. "Baiklah, bibi tinggal ya. Kalau ada apa-apa bangunin bibi," ujar bi Yeyen.
Miky mengangguk sambil melambaikan tangan, bibirnya bergerak mengucapkan kata 'mimpi indah' tanpa suara. Bi Yeyen tersenyum menanggapinya.
Miky kembali duduk menunggu Raga. Sesekali ia menguap lebar, bahkan matanya sudah terasa berat. Namun, ia menahan diri agar tidak tertidur karena dirinya ingin mendekatkan diri dengan suaminya.
Waktu terus bergulir, hingga tak terasa jarum jam menunjukkan pukul satu pagi.
Miky menyerah, ia berdiri hendak pergi ke kamarnya. Namun, urung ketika pintu terbuka.
Sontak rasa kantuk yang sempat melanda Miky minggat entah ke mana ketika melihat tubuh tinggi itu tengah berdiri di ambang pintu utama. Raga tampak kacau dengan tiga kancing teratas kemeja yang terbuka serta jas hitam yang disampirkan di punggung dengan asal.
"Mas ganteng," sapa Miky seraya menghampiri Raga dengan berlari kecil.
Raga yang sempoyongan menyipitkan mata kala melihat gadis pendek berdiri dengan piyama karakter Tom and Jerry.
"Kau ... siapa?" Raga mendesis seraya mengarah jari telunjuknya ke wajah Miky.
Miky mendongakkan kepala dengan ekspresi wajah bingung. "Ini Miky, masa mas ganteng lupa sama istri sendiri?" Miky terkikik geli melihat kelakuan aneh suaminya.
Raga membungkukkan badan, menarik dagu Miky dengan satu tangannya hingga kepala wanita itu semakin mendongak. "Istri?" tanya Raga bersuara serak.
Jantung Miky berdebar kencang, matanya tak dapat lepas dari netra gelap Raga yang menatapnya dengan tatapan sayu. Apa Raga akan menciumnya seperti di drakor yang sering ia tonton?
Memikirkan hal itu, membuat keringat menetes di dahi Miky.
"Istri?" Lagi-lagi Raga menanyakan hal serupa.
Miky menyentuh tangan Raga yang bertengger di dagunya, kemudian membawa tangan itu ke dalam genggamannya. "Iya, Mas Ganteng. Kita ini pasutri alias pasangan suami istri," jelas Miky dengan pipi merona.
Tanpa diketahui Miky, sentuhan itu membuat kulit Raga memanas. Memantik sesuatu yang bernama nafsu.
"Marina," ucap Raga dalam hati. Menyebut nama wanita yang saat ini ia lihat di hadapannya.
Penuh kehati-hatian Raga mengusap pipi mulus itu.
Mata Miky mengerjap tak percaya, pasalnya Raga berubah secepat ini. Tapi, Miky tidak peduli, mungkin saja mas gantengnya sudah sadar bahwa ia adalah seorang istri yang harus disayang dan dicintai.
"Ayo ke kamar!" Raga bersuara parau.
Malu-malu Miky mengiyakan dengan anggukan kepala. Tak lupa ia mengunci pintu, lalu menggandeng tangan suaminya menuju kamarnya.
Di dalam kamar sempit milik Miky, Raga langsung mendorong tubuh mungil Miky ke atas ranjang sempit, membuat Miky terlentang dengan wajah kaget.
"M-mas ... k-kita mau buat anak ya?" tanya Miky dengan gugup.
Raga yang sedang disibukkan dengan aktivitas buka sana-sini hanya menjawab pertanyaan perempuan dalam kungkungan tubuhnya dengan gumaman tak jelas. "Hmmm."
Pipi Miky merona, pikirannya melayang entah ke mana sampai hangatnya telapak tangan Raga menyadarkannya.
"Marina ...."
Deg!
Hati Miky seperti tercubit kala nama itu meluncur dari mulut Raga.
Tidak! Miky tidak ingin disentuh dalam bayang-bayang wanita lain. Miky tidak mau itu!
Miky berusaha menyingkirkan tangan Raga yang mengelus pundaknya secara lembut. Namun, secepat kilat Raga menghentikan tindakan Miky dengan membawa tangan itu ke atas kepala dan menahannya menggunakan satu tangan.
"Lepas! Ini Miky, bukan bu Marina!" sergah Miky gusar, bibirnya bergetar seiring dengan tubuh gemetar.
Marah dan sedih mengaduk-aduk perasaan Miky. Gadis berusia 19 tahun itu mulai terisak, ia merasa murka kala tangan Raga menyentuh area pribadinya dengan lancang.
Tak sedikit pun Raga mendengarkan Miky, ia terus menjalankan aksinya. Hingga sesuatu yang tidak diinginkan Miky terjadi.
Hancur, hancur sudah. Di dalam kamar sempit semua itu terjadi, ranjang kecil menjadi saksi bisu atas keganasan Raga.
***
Rasa pusing menyerang kepala Raga. Pria itu merasakan pegal di sekujur tubuhnya. Raga merasa ada sesuatu beban yang menekannya, membuat dirinya kesulitan untuk bergerak.
Kelopak mata yang masih setia tertutup itu perlahan terbuka seiring tangan bergerak meraba ranjang yang ditidurinya.
Sempit, kenapa ranjang yang ditempati dirinya tak selebar biasanya? Tiba-tiba detak jantung Raga berpacu cepat.
Sontak matanya terbuka lebar, disaat itu pula ia melihat seorang perempuan tanpa busana telungkup di atas tubuhnya.
Wajah Raga menegang, urat-urat tercetak jelas di lehernya. Ia telah melakukan kesalahan besar, sangat besar!
Pikirannya semakin kalut, pusing di kepalanya pun kian menjadi. Dan ia meyakini jika semua ini adalah salah Miky. Ya, salah Miky.
Pasti gadis gila ini mengambil kesempatan ketika dirinya dalam pengaruh alkohol.
Memikirkan kelicikan yang dilakukan Miky lantas membuat kebencian di hati Raga semakin membara.
Amarah sudah menguasai dirinya, hingga tanpa belas kasih ia mendorong tubuh Miky sekuat tenaga.
Suara gaduh menguar seketika, Miky tersentak dari tidurnya saat rasa sakit menjalar di tubuhnya.
Dengan tubuh tanpa penutup apa pun, Miky melihat dirinya berada di atas lantai.
Susah payah ia duduk dan menegakkan punggungnya. Saat matanya melihat kemeja putih milik Raga teronggok di atas lantai tak jauh darinya, ia langsung menyambar kemeja itu lalu memakainya dengan buru-buru.
Miky bangkit dari duduknya, disaat itu pula ia bersitatap dengan mata Raga.
Pria itu terlihat marah, sangat marah bahkan. Tapi, kenapa pria itu yang menatapnya dengan begitu? Seharusnya ia yang marah.
"Huh!" Miky membuang wajah sambil bersedekap dada.
Raga mengeratkan lilitan selimut di pinggangnya, kemudian turun dari ranjang dan berdiri di hadapan Miky. "Gadis licik!" hinanya.
Dahi Miky mengernyit, ia berpikir sejenak, berusaha mencerna cercaan dari suaminya. Kenapa jadi dirinya yang dikatai?
Miky menolehkan kepala, menatap wajah bengis Raga dengan tatapan tak terima.
"Licik? Enak aja! Di sini Miky yang jadi korban. Harusnya mas minta maaf sama Miky, apalagi semalam mas nyebut nama—"
Raga mengangkat sebelah tangannya. "Cukup!" potong Raga, tak mau mendengar pembenaran gadis itu. Baginya Miky hanya berkilah untuk menyelamatkan diri.
"Gadis haus belaian!" Raga berucap penuh penekanan.
Tubuh Miky membeku, kakinya terpaku di atas lantai dengan kedua tangan mengepal kuat.
Raga berdecih melihat keterdiaman Miky, ia mengambil celananya yang jatuh di atas lantai, kemudian memakainya.
Kaki Raga hendak melangkah, namun urung sejenak. Ia menunjuk bahu Miky dengan jarinya. "Menjijikan!" Suara dingin itu menusuk gendang telinga Miky.
Tanpa rasa bersalah Raga melenggang pergi, membanting pintu dengan sengaja.
Brak!
Pintu kamar tertutup keras, menyisahkan hening di ruang sempit itu, suara napas Miky terdengar tak teratur.
Miky terduduk mematung, matanya mulai memerah dan berkaca-kaca. Jari-jarinya menggenggam kemeja Raga sekuat tenaga.
Apa salahnya mencintai suami sendiri?
Pertanyaan itu menggema di kepala Miky.
Miky berdiri dengan tenaga yang tersisa, perlahan ia melangkah mundur, lalu terduduk di atas ranjang—ranjang yang menjadi saksi bisu atas runtuhnya harga dirinya di mata Raga, suaminya sendiri.
Tangan Miky terulur ke perutnya.
"Kalau aku hamil, apa mas ganteng masih menganggap aku menjijikkan?"
Bersambung ....
Duda durjana memang mas Raga ini😏😏😏😏😏 cocoknya di buang ke mana ya?
jedeeerrrrrr
sambungin lagu thor
zigizaga zigi to zaga zigzig to zagzag
welcome to our family