NovelToon NovelToon
Mekar

Mekar

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu
Popularitas:13.1k
Nilai: 5
Nama Author: De Shandivara

Aku tidak tahu jika nasib dijodohkan itu akan seperti ini. Insecure dengan suami sendiri yang seakan tidak selevel denganku.

Dia pria mapan, tampan, terpelajar, punya jabatan, dan body goals, sedangkan aku wanita biasa yang tidak punya kelebihan apapun kecuali berat badan. Aku si pendek, gemuk, dekil, kusam, pesek, dan juga tidak cantik.

Setelah resmi menikah, kami seperti asing dan saling diam bahkan dia enggan menyentuhku. Entah bagaimana hubungan ini akan bekerja atau akankah berakhir begitu saja? Tidak ada yang tahu, aku pun tidak berharap apapun karena sesuatu terburuk kemungkinan bisa terjadi pada pernikahan kami yang rentan tanpa cinta ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menjadi Keluarga Bu Galih

Aku resmi menjadi bagian dari keluarga bu Galih. Setelah konsep pesta yang diubah menjadi lebih sederhana hanya dengan akad nikah dan mempersingkat waktu resepsi. Karena bagaimanapun, suasana berkabung masih pekat dan aku tidak bisa banyak tersenyum kepada setiap tamu yang datang karena kegembiraan di hidupku lenyap sudah semenjak kepergian mama.

Hari berganti hari, setelah hari pernikahan itu aku dibiarkan tinggal di rumahku selama beberapa waktu sembari memuaskan diri mengenang almarhumah mama yang tidak ada habisnya.

Selama waktu itu, Bu Galih bolak-balik datang ke rumah dan seolah berperan menjadi pengganti mama, beliau yang memelukku saat aku tidak kuasa untuk kesekian kalinya menangis karena teringat mama.

Ternyata begini rasanya kehilangan orang yang kita sayang, bahkan suasana yang membahagiakan karena semua sanak saudara berkumpul terasa hambar dan tidak bermakna tanpa kehadiran mama.

"Nanti ke rumah mama, ya, kita makan sama-sama di sana," ucap bu Galih berbisik padaku seraya memelukku.

Sore harinya, aku ke rumah keluarga bu Galih untuk dirayakan. Sama seperti di rumahku, di sana banyak makanan dan keluarga besar yang berkumpul.

Mereka mengungkapkan turut duka dan suka cita secara bersamaan, meski kepergian mama sudah beberapa hari yang lalu, tetapi suasana berkabung masih melingkupiku.

Bu Galih mengenalkan keluarganya satu per satu padaku. Karena masa pengenalanku dengan keluarga suami yang tidak lama dan tiba-tiba menikah, aku baru berkenalan dengan keluarga besar ini sekarang.

"Ini Mas Resa, anak pertama mama. Kakaknya Elham. Ini kak Dewi, istri dan anak-anaknya." Bu Galih memperkenalkan satu per satu anggota keluarga yang datang, dan baru aku tahu jika anak-anak bu Galih ada 5 orang dan mas Elham adalah yang kedua.

"Dulu kuliah di mana, Mbak?" tanya Syifani, adik mas Elham dan satu-satunya anak perempuan bu Galih.

Aku menyebutkan nama kampusku.

"Kampus apa itu? Dimana?" tanya dia.

Bu Galih yang menjawabnya. Meski Syifani nampaknya tidak mudah percaya begitu saja jika kampusku benar ada, dia searching pada peramban online dan baru percaya jika memang ada nama kampus yang aku sebutkan.

"Lumayan bagus, akreditasinya A. Aku kok baru tahu, ya, Ma? Tahu gitu, gak usah kuliah jauh-jauh ke luar kota sampai luar negeri kalau yang bagus dan dekat dari sini aja ada," komentarnya.

Dan baru aku ketahui jika ucapan papa benar, semua anak bu Galih semua lulusan kampus luar negeri.

"Ini anak mama yang terakhir Alfan, kami sering menyebutnya Bima karena tubuhnya besar kayak tokoh Bima di pewayangan masyarakat Jawa itu, lho," ujar Bu Galih memperkenalkan anak bungsunya yang duduk di seberangku.

Dibilang bertubuh besar oleh bu Galih, seorang pemuda yang terlihat sepantaran dengan usiaku, dia memang bertubuh paling besar dan gemuk, ia lantas menghentikan kegiatan makannya.

Dia mendorong kursinya, lalu berdiri, kemudian memukuli dadanya dengan kedua tangan seperti tokoh gorila di film barat. "Auwogh," ujarnya sembari mengunyah makanan di mulutnya yang penuh.

"Ada gorila! Om gorila!!!" teriak anak-anak yang semula sedang bermain di lantai, yang kemudian mereka berlari ke orang tua masing-masing.

Pemuda itu berhasil membuat semua orang tertawa oleh tingkahnya, termasuk aku.

Sejenak aku berpikir, tadi namanya Bima? Seperti aku pernah mendengar nama itu disebutkan oleh seseorang sebelumnya.

"Dita mau makan apa? Mama ada masakan enak-enak. Mau pasta atau nasi punar? Ada perkedel, rendang, ayam goreng, bihun, orek tempe. Ini semua mama yang buat, pasti Dita suka," tawar bu Galih mendekatkan makanan yang ada di meja makan.

Namun, ditanya begitu, aku semakin teringat dengan mama. Mama sering memasak makanan seperti itu. Semua wanita yang berperangai keibuan mengingatkanku pada sosok mama.

Aku menggeleng, di tengah keramaian berkumpulnya keluarga besar suami, aku yang mencoba untuk tidak lagi menangis, dan aku yang mencoba ingin terus tersenyum, tetapi air mataku menetes tanpa diminta. Ini tidak selaras dengan senyuman yang kutampilkan.

Mas Elham yang duduk di sebelahku, dia sadar saat tiba-tiba aku terisak. Lalu bertanya padaku, "Kenapa?"

Namun, kemudian dia ditepuk oleh bu Galih dan aku mendengar bu Galih berbisik padanya.

"Jangan gangguin istrimu dulu, Mas." Kukira bu Galih menuduh dia melakukan sesuatu padaku.

"Gak, Ma. Siapa sih yang lagi ganggu," jawabnya seraya menatapku aneh, lirikan mata menyamping--side eye, lalu ia berpindah tempat duduk setelah bu Galih menyuruhnya menjauh dariku.

Sampai-sampai aku disuapi makan oleh bu Galih karena aku yang tidak berselera. Menolak seperti apapun beliau tetap memaksa aku memakan sedikit makanan.

"Sudah, Bu."

"Sekali lagi, Dita harus makan. Di rumah ini semua harus makan, semua perut harus kenyang," kata bu Galih. Aku menurut. Bukan untuk sekali suap lagi, tetapi sampai nasi di piring itu habis tanpa sisa.

Beberapa hari sudah aku tinggal di rumah bu Galih, kesedihanku berkurang karena beliau yang memperlakukanku mirip seperti ibu sendiri.

Setiap malam, menjelang tidur, beliau akan menemaniku sampai aku tertidur tanpa menangis. Baru kemudian beliau akan meninggalkanku setelah aku sudah pulas atau saat mas Elham sudah pulang dari bekerja.

"Dia gimana, Ma? Lusa aku sudah harus pergi ke Jakarta," dengarku saat mereka berbincang, sedangkan aku belum nyenyak.

Setelah diperbincangkan, aku harus melepas kehidupanku yang lama. Aku harus meninggalkan profesiku, urusan sekolah tempatku mengajar, rumah, dan keluargaku.

Bu Galih memberitahu jika aku harus ikut kemana suami pergi. Aku menurut, tanpa bertanya akan dibawa kemana. Namun, sebelum itu, aku perlu izin ke rekan seprofesiku untuk berpamitan dan mengundurkan diri dari sekolah itu.

1
Akasia Rembulan
selalu suka.. semangat thor.
Rahma Intan
lanjutkan semakin seru 😘
Vtree Bona
suka kka thor tetap semangat yah
Wanita Aries
Cerita bagus
Wanita Aries
Semangat thor
echa purin
/Good/
kalea rizuky
nikah model. apa abis lahiran cerai. aja percuma suami. cuek kayak. berasa g punya suami. mending janda
kalea rizuky
jangan2 anastasia pcr el bnr gk
Rahma Intan
😍
Rahma Intan
ceritanya bagus kenapa kurang yg like
hello shandi: Terima kasih, Kak😊
total 1 replies
Wanita Aries
Sabar ya moy
hello shandi: my pleasure... Thanks, Kak.
total 1 replies
Wanita Aries
Haduh dita malah kabur.
Wanita Aries
Hubungan gk ada komunikasi, gk terbuka, gk jujur ya ancur
Wanita Aries
Salah dita jg gk jujur dr awal. Namanya sebuah hubungan ya harus jujur
Wanita Aries
Nah lho
Wanita Aries
Kok trllu polos kali dita ini masa gk cari tau searching gtu
Wanita Aries
Krna kurangnya komunikasi diawal ya jdinya hambar
Wanita Aries
Bagus thor karyanya
hello shandi: Terima kasih🤗
total 1 replies
Wanita Aries
Mama dita trllu byk pikiran sampe drop jd meninggal
Wanita Aries
Keegoisan org tua tnp memikirkan khidupan kedepan anknya. Kbykan krna malu tkt anknya jd perawan tua akhirnya dsuruh buru2 nikah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!