Anatasya menyembunyikan identitasnya sebagai putri bungsu keluarga konglomerat dari suaminya. Ia membantu Adrian membuka perusahaan. Tapi siapa sangka ternyata Adrian tidak pernah mencintai Anatasya, dia bahkan jijik dengan bau amis yang melekat pada tubuh istrinya.
Suatu hari, Adrian menceraikan Anatasya dan mengungkapkan bahwa dia memiliki pacar, yaitu Clara, seorang wanita kaya dan cantik yang merupakan adik sepupu dari keluarga Santoso.
Anatasya merasa hancur dan terhina. Tasya akan membuat orang yang menyakiti nya membayar mahal dibantu oleh ketiga abangnya. Damian, Julian dan Rafael.
Ketiga Abangnya tidak akan membiarkan adik bungsu mereka terluka.
Bagaimana reaksi Adrian dan keluarga nya setelah mengetahui jika wanita yang selama ini mereka hina adalah putri konglomerat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 Perhatian Damian
Di parkiran yang mulai lengang, sosok Damian berdiri tegap di samping mobilnya. Aura gagah dan wibawanya terpancar kuat, menarik lirikan kagum dan rasa penasaran dari beberapa orang yang masih melintas. Ketampanan parasnya seolah memancarkan daya pikat tersendiri, membuat siapapun bertanya-tanya, siapa gerangan pria berkarisma ini dan sedang menanti siapa.
Tak lama kemudian, Anatasya muncul dengan langkah tergesa. Senyum lega merekah di wajahnya saat melihat Damian. Tanpa ragu, ia menghambur ke dalam pelukan pria yang telah lama dirindukannya itu.
"Kak Damian!" serunya, suaranya sarat kerinduan yang mendalam. Pelukannya begitu erat, seolah tak ingin melepaskan Damian barang sedetik pun.
Tiba-tiba, suara bernada cemburu menyela kehangatan momen itu. "Sama aku aja kamu nggak mau aku peluk, giliran dia kamu peluk begitu erat.
Nanti kalau kamu punya pacar jangan seperti dia," ujar Rafael, berdiri tak jauh dari mereka dengan ekspresi pura-pura terluka. Ada nada jenaka dalam ucapannya, namun tersirat pula sedikit rasa iri melihat kedekatan Anatasya dan Damian.
Damian menoleh pada Rafael dengan tatapan datar namun mengandung sedikit usikan. "Balik lagi sana kamu udah ditungguin pengemarmu," balasnya, menyiratkan bahwa kehadiran Rafael sedikit mengganggu momen pribadinya dengan Anatasya.
Rafael memutar bola matanya jengah, gestur yang sering ia lakukan ketika merasa terusik namun tak ingin memperpanjang perdebatan. Ia menghela napas pelan sebelum kembali menatap Anatasya dengan kelembutan yang kentara.
"Tasya, aku balik dulu ya. Kamu hati-hati sama dia," ucap Rafael lembut, nada suaranya berubah menjadi perhatian tulus. Tangannya terulur mengusap lembut rambut Anatasya, sebuah gestur sayang seorang kakak kepada adiknya. "Kalau ada apa-apa, telepon aku," lanjutnya sebelum akhirnya berbalik dan melangkah kembali masuk ke dalam gedung, meninggalkan Anatasya dan Damian berdua di parkiran yang semakin sunyi.
Anatasya menatap punggung Rafael yang menjauh dengan ekspresi haru, sebelum akhirnya kembali menoleh pada Damian yang kini menatapnya dengan tatapan penuh kasih sayang.
Anatasya mau masuk ke dalam mobil namun di cegah Damian.
"Tunggu! ada kejutan untuk kamu di bagasi." ucap Damian.
"Benarkah?"
Anatasya berlari menghampiri bagasi mobil membuka dengan perlahan tapi reaksi nya yang tadi sumringah mendadak surut.
"Wanita lain mungkin akan bahagia mendapatkan bunga mawar, kenapa reaksimu begitu?"
"Wanita lain memang akan seperti itu. Tapi sejak kecil aku sudah mendapatkan nya. Apalagi kamu Damian Santoso, gimana bisa ngasih hadiah wanita cuman bunga mawar saja." lirik Anatasya.
Damian mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna biru tua.
"Kalau ini?" tanya Damian.
Anatasya menerima kotak beludru berwarna biru tua dari Damian. Alih-alih langsung membuka, ia menimbang-nimbangnya di tangan dengan ekspresi curiga yang dibuat-buat. "Hmm, Kak Damian tumben sekali. Jangan-jangan isinya cicin palsu yang kalau dipakai langsung bikin alergi ya?" godanya sambil menyipitkan mata.
Damian tertawa kecil, mengacak rambut Anatasya dengan sayang. "Enak saja! Ini barang antik sungguhan, tahu. Hasil berburu di toko barang bekas langgananku. Kalau kamu alergi, berarti kamu keturunan alien yang sensitif sama debu zaman purba."
Anatasya pura-pura terkejut. "Wah, jangan-jangan benar! Pantas saja aku merasa berbeda dari kalian semua," katanya dramatis sambil memegangi dadanya. "Tapi baiklah, demi kakak yang budiman ini, aku rela mempertaruhkan kulitku."
Dengan gerakan lambat yang penuh teka-teki, Anatasya membuka kotak itu. Matanya langsung berbinar melihat sebuah bros perak berbentuk kupu-kupu dengan detail ukiran yang halus. Di tengah sayapnya, tersemat sebuah batu permata berwarna ungu muda yang berkilauan lembut.
"Waaah... ini cantik sekali, Kak!" serunya tulus, mengesampingkan candaannya. Ia mengangkat bros itu, memperhatikannya dari berbagai sudut.
"Serius, ini bukan cicin alergi kan?" tanyanya lagi dengan nada jahil.
Damian tersenyum lega melihat Anatasya menyukai hadiahnya. "Sudah kubilang ini barang bagus. Lain kali kalau aku kasih hadiah, jangan suudzon dulu ya, Nona Anatasya yang ternyata alien ini."
Anatasya terkekeh, memasang bros itu di blusnya. "Siapa tahu kejutan berikutnya isinya bom waktu yang menyamar jadi arloji antik? Aku kan harus selalu waspada, Kak." Ia menjulurkan lidahnya, lalu memeluk Damian sekilas. "Terima kasih banyak ya, Kak. Aku suka sekali!"
Damian tersenyum senang karena Anatasya menyukai hadiah pemberiannya.
Pintu mobil tertutup dengan bunyi yang cukup keras, memecah sisa tawa mereka. Damian menyalakan mesin, dan mobil perlahan melaju meninggalkan area konser. Lampu-lampu jalan menerangi wajah mereka berdua dalam kegelapan malam.
"Hari ini menyenangkan sekali ya, Kak," ujar Anatasya, menyandarkan kepalanya di jok mobil sambil tersenyum kecil, masih terbayang kehangatan obrolan mereka tadi.
"Tentu saja. Jarang-jarang kita bisa santai seperti ini," balas Damian, melirik adiknya sekilas.
Belum jauh mereka meninggalkan tempat itu, tiba-tiba beberapa motor dan mobil dengan kecepatan tinggi memepet mobil Damian. Dari jendela-jendela mobil dan motor itu, terlihat jelas wajah-wajah penuh amarah yang menatap ke arah mereka. Anatasya mengerutkan keningnya, merasa ada yang tidak beres.
"Itu... bukannya fansnya Rafael?" tanya Anatasya dengan nada khawatir, mengenali beberapa wajah yang sering muncul di berita gosip.
Benar saja, tanpa aba-aba, telur-telur dengan bau menyengat mulai berhamburan ke arah mobil mereka. Beberapa mengenai kaca depan dan samping dengan bunyi yang memuakkan.
"Sial!" umpat Damian pelan, reflek mempercepat laju mobil. Namun, jalanan di depan mereka tiba-tiba dihalangi oleh beberapa motor yang berhenti melintang. Mereka terjebak.
"Keluar kalian! Dasar perusak karir idola!" teriak seorang wanita dengan nada histeris sambil melempar telur busuk lainnya.
Jangan panik, Ana," ucap Damian lebih tenang dari yang ia rasakan. Otaknya berputar cepat mencari jalan keluar. Melihat ke sekeliling, ia menyadari mereka berada di jalan yang cukup sepi dengan beberapa bangunan toko yang sudah tutup.
Tidak ada banyak saksi mata di sekitar mereka.
Salah seorang pria berbadan besar dengan tato di lengannya menghampiri jendela kemudi dan menggedornya keras. "Buka pintunya! Kami hanya ingin memberi pelajaran pada jalang ini!"
Anatasya semakin terisak mendengar hinaan itu. Damian merapatkan pelukannya. "Jangan dengarkan mereka," bisiknya lembut di telinga Anatasya.
Dengan hati-hati, Damian melirik kaca spion. Ia melihat beberapa orang mulai turun dari motor dan mobil, membawa botol plastik berisi cairan berwarna cokelat dan beberapa benda tumpul lainnya.
Situasi ini bisa menjadi sangat berbahaya jika mereka tidak segera bertindak.
"Ana, dengarkan Kakak baik-baik," kata Damian dengan nada serius namun berusaha menenangkan. "Saat Kakak bilang, kamu tunduk dan tutup mata ya?"
Anatasya mengangguk lemah, masih ketakutan namun berusaha mempercayai kakaknya.
Damian menarik napas dalam-dalam. Ia menginjak pedal gas dalam-dalam, memundurkan mobil dengan cepat dan tiba-tiba. Ban mobil berdecit keras di aspal. Para fans yang menghalangi di belakang terkejut dan terpaksa menghindar. Damian kemudian membanting setir ke kanan, mencoba menerobos celah sempit di antara dua mobil yang menghadang.
Beberapa telur dan botol kembali menghantam mobil mereka, menimbulkan suara keras dan bau yang semakin menyengat. Namun, Damian berhasil menghindari tabrakan langsung. Ia terus memacu mobil dengan kecepatan tinggi, berusaha menjauhi kerumunan massa yang marah itu.
Dari kaca spion, Damian melihat beberapa motor berusaha mengejar mereka. Jantungnya berdebar kencang. Ia harus mencari jalan yang lebih ramai atau kantor polisi terdekat.
"Kita lolos, Kak?" tanya Anatasya dengan suara bergetar, masih menyembunyikan wajahnya di dada Damian.
"Untuk sementara," jawab Damian singkat, pandangannya fokus ke jalan. "Tapi kita belum aman. Pegangan yang erat ya."
Damian terus memacu mobilnya, sesekali melirik spion untuk memastikan mereka tidak lagi dikejar. Bau telur busuk memenuhi kabin mobil, bercampur dengan aroma parfum Anatasya yang biasanya menenangkan, kini justru terasa memilukan. Anatasya perlahan mengangkat kepalanya, wajahnya terlihat pucat dan matanya sembab.
"Mereka... mereka jahat sekali, Kak," lirih Anatasya, air mata kembali menetes di pipinya.
Damian mengusap lembut rambut adiknya. "Kakak tahu. Tapi mereka salah sasaran. Ini bukan salahmu."
Dalam hati, Damian merasa geram dan khawatir. Ia tidak menyangka bahwa popularitas Rafael bisa menimbulkan fanatisme yang sebegitu mengerikannya. Ia berjanji dalam hati, ia akan melakukan apapun untuk melindungi Anatasya.
Diam-diam Damian men dial nomer Rafael dan menyuruh nya untuk pulang.
...----------------...