Menikah di usia muda sungguh bukan keinginan ku. Namun aku terpaksa harus menikah di usia muda karena perjanjian kedua orang tuaku.
Aku dengannya sekolah di tempat yang sama setelah kami menikah dan hidup bersama namun rasa ini muali ada tapi kami tidak saling mengungkapnya hingga suatu hari terjadi sebuah kecelakaan yang membuat kami.... ayo simak lanjutan ceritanya di novel Benci jadi cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pelangi senja11, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Bertengkar
"Kalau Lo tidak hamil, terus untuk apa mangga muda?" tanya Azam sengaja membuat Lidia kesal.
Melihat Lidia mulai kesal, keduanya menahan tawa.
"Rangga, bukan mangga, kalian sudah tuli ya?" Lidia sudah benar-benar kesal pada Azam dan Ilham.
"Sudahlah, susah memang ngomong dengan orang tuli kayak kalian." Lidia pergi dari tempat Azam dan Ilham nongkrong sembari mengomel.
Azam dan Ilham akhirnya tertawa lepas, setelah Lidia dan gengnya pergi. Keduanya sangat senang membuat Lidia kesal dan marah.
"Hahaha, akhirnya kita kerjain tu orang, kayak tidak ada kerja lain, tiap hari Rangga, tiap hari Rangga, aku heran deh, berapa kali Rangga menolak dan tidak peduli, tapi tidak ada kapoknya juga, masih aja mencari Rangga." Ucap Ilham tidak suka sama Lidia.
"Benar, geu juga sama kayak Lo, gue sangat muak lihatnya.
Pak Dadang menepikan mobilnya dan memasuki tempat parkir pengunjung di restoran itu.
Setelah mobil terparkir, Rena turun, namun tidak dengan Pak Dadang, lelaki paruh baya itu tidak mungkin bergabung dengan majikannya.
"Mari Pak cik, kita makan dulu, nanti kita lanjut perjalanan lagi." Ajak Rena karena melihat Pak Dadang tidak ikut turun bersamanya.
Pak Dadang menggeleng lagi, dengan alasan dia masih kenyang.
Rena membuka pintu depan dan menarik tangan Pak Dadang keluar.
"Ayolah Pak cik, temani aku makan!" Rena memaksa Pak Dadang dan menarik tangan lelaki paruh baya itu.
Pak Danang akhirnya mengikuti Rena memasuki restoran. Pak Danang juga kasihan pada Nonanya itu, mungkin Pak Danang berpikir kalau Rena butuh teman.
"Kak," Panggil Rena pada gadis yang memakai seragam pelayan. "Kak, aku nak ode." Ucap Rena setelah duduk dikursi yang disediakan di restoran itu.
"Kakak nak ode ape?" tanya pelayan sembari menyerahkan buku menu kepada Rena. Pelayan itu bisa berbahasa Melayu dikit-dikit karena pernah bekerja di Malaysia beberapa tahun.
Rena langsung memesan makanan yang dia mau, begitu juga dengan Pak Dadang. Lelaki paruh baya itu juga memesan makanannya.
Setelah menikmati makan siangnya, kedua manusia beda usia itu keluar dari restoran tempat dia makan tadi.
Rena berjalan didepan, sedangkan Pak Dadang berjalan dibelakang. Ketika hampir sampai kemobil, Rena terserempet dengan motor seseorang yang melaju pelan karena sudah sampai di parkiran.
"Maaf, Mbak, tidak sengaja," ucap lelaki itu segera turun dari motornya dan hendak membantu Rena bangun dari jatuhnya tadi.
Namun Rena yang enggan bersentuhan dengan lawan jenis, dia langsung menepis tangan lelaki itu.
"Jangan menyentuh ku! awak tak punya mate ke? awak cakap ape tadi, Mbak, apa itu Mbak, jangan kate awak ni manggil aku Mak, aku bukan Mak awak, paham tak.?
Rangga menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Rangga beranggapan kalau gadis yang tadi ditabraknya tuli dan gila.
"Hei, kapan gue bilang Lo Mak? jijik gue, andai didunia ini udah tidak ada wanita, tidak akan gue mau kalau Bokap gue nikah sama Lo." Rangga juga sudah mulai kesal dengan gadis didepannya sekarang.
Rena diam sesaat karena dia tidak mengerti yang Rangga ucapkan. Namun Rena bukan gadis yang mudah ditindas.
Rena langsung menarik kerah baju Rangga dan mengancam Rangga. "Awak tak yah banyak cakap, tanggung jawab, kalau tak aku belasah korang!"
Pak Dadang menjadi bingung dengan dua orang di depannya sekarang. Lelaki paruh baya itu juga tidak mengerti dengan bahasanya Rena, Pak Dadang jadi bingung sendiri.
Sedangkan kedua orang itu masih saja mengadu mulut. Keduanya tidak ada yang mengalah.
"Hei, Mbak, disini bukan geu yang salah, tapi Lo yang jalan kagak lihat-lihat."
"Mak, hei dah aku cakap jangan panggil aku Mak." Rena semakin marah karena dia pikir Rangga memanggilnya Mak, padahal Rangga memanggilnya Mbak, tapi karena Rena tidak paham maka marah lah dia.
Pak Dadang yang bingung akhirnya kembali berlari kedalam restoran. Pak Dadang ingat kalau pelayan yang tadi bisa berbahasa Malaysia.
Sedangkan Rangga dan Rena masih beradu mulut, tanpa ada yang mengalah.
Tidak lama kemudian datang lah pelayan itu bersama Pak Dadang.
"Hentikan, ada apa, kenapa ribut-ribut?" tanya pelayan itu mengurai pertengkaran kedua manusia berbeda jenis itu.
"Ini Kak, dia menabrak aku, lepas tu tak nak tanggung jawab." Adu Rena pada pelayan itu.
"Gue udah minta maaf, lagi pula bukan gue yang salah, dia yang jalan gak lihat-lihat. Tadi gue panggil Mbak, eh dia malah marah ke gue, malah dia bilang aku panggil dia Mak." Rangga membela dirinya.
Pelayan itu mengangguk, dia mengerti, mungkin Rena tidak mengerti yang Rangga bilang.
"Kak, Mbak tu Bukan Mak, Mbak tu kalau bahasa disini artinya Kakak." Jelas pelayan itu ke Rena.
Kemudian pelayan itu juga menjelaskan lagi apa yang Rena tidak mengerti, hingga pertengkaran keduanya reda.
Namun Rena tidak mau kalah, walaupun dia salah menafsirkan bahasa. Rena tetap meminta Arkan bertanggung jawab. Namun pelayan itu menjelaskan lagi kalau Rena tidak apa-apa, jadi pelayan itu meminta agar keduanya damai.
Setelah selesai masalah dengan Rangga, Rena kembali ke mobil, namun sebelum masuk kemobil Rena sempat mengatakan kalau masalahnya belum selesai.
"Kita belum selesai, awak harus tanggung jawab," ucap Rena lalu masuk kemobil.
Setelah mobil Rena pergi, Rangga mengumpat Rena.
"Perempuan sinting, gue sangat benci perempuan kek gitu. Tuhan jangan pertemukan gue dengan gadis itu lagi, gue sangat tidak ingin melihat wajahnya lagi." umpat Rangga dan pergi dari tempat itu.
Rangga tadinya ingin makan siang di restoran itu, tapi karena kejadian itu, dia tidak jadi makan siang, selera makannya sudah karena Rena yang dia anggap sinting.
Rangga tidak tau saja kalau Rena yang bertengkar dengannya tadi adalah gadis yang akan menjadi istrinya nanti.
Sementara di dalam mobil, Rena juga memaki Rangga. Aku benci sangat laki-laki macam tu, dia ingat dia tu handsome sangat ke?" umpat Rena kesal.
Pak Dadang hanya diam saja mendengar ocehan Nona mudanya. Setelah capek mengomel akhirnya dia diam tanpa ada suara lagi.
Melihat Nonanya diam, Pak Dadang memberanikan diri untuk bertanya.
"Nona, apa Nona bisa bahasa Indonesia?" tanya Pak Dadang pada Rena.
Rena menarik nafas sebelum menjawab pertanyaan Pak Dadang. "Sikit- sikit bisa Pak, tapi aku tak paham banyak." Jawab Rena, Rena juga ingin berbicara bahasa Indonesia, namun dirinya tidak mengerti banyak tentang bahasa Indonesia.
"Kalau Nona paham, cobalah berbicara bahasa Indonesia, terutama Saya, saya bingung dengan bahasa Nona , karena tidak mengerti." Pak Danang akhirnya bertanya pada rena
"Iya, Pak, aku akan sering berbicara bahasa Indonesia nanti, tapi Pak Dadang harus mengajarkan aku nanti." Rena sangat ingin belajar bahasa Indonesia, tapi di Negaranya dia tidak punya teman orang Indonesia.
Tidak terasa mobil yang membawa Rena telah memasuki halaman rumahnya.
Bersambung.