NovelToon NovelToon
Sisa-Sisa Peradaban

Sisa-Sisa Peradaban

Status: tamat
Genre:TimeTravel / Misteri / Zombie / Tamat
Popularitas:662
Nilai: 5
Nama Author: Awanbulan

“Dulu masalah terbesarku cuma jadi pengangguran. Sekarang? Jalanan Jakarta dipenuhi zombi haus darah… dan aku harus bertahan hidup, atau ikut jadi santapan mereka.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Awanbulan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

4

Baiklah, Aku Harus Bergerak

Baiklah, itu memang terdengar agak memaksa… tapi aku sudah berubah pikiran.

Kalau sudah memutuskan untuk hidup, maka mau tidak mau aku harus memikirkan langkah selanjutnya.

Cara bertahan hidup.

Mari kita rangkum situasi saat ini.

Selama tiga hari aku mengurung diri di rumah, rasanya aku tidak pernah mendengar jeritan seperti yang kudengar dari Pak Suryo.

Tidak ada tanda-tanda seseorang kembali ke rumah.

Artinya, kemungkinan besar para penduduk tersangkut masalah saat berada di luar.

Namanya memang terdengar konyol, tapi ini benar-benar “Wabah Zombi.”

Kalau ada satu orang seperti Pak Suryo, logikanya pasti ada banyak lagi yang seperti dia dan mungkin mereka berkeliaran di pusat kota Banyuwangi.

Tiga hari yang lalu adalah hari kerja.

Selain orang tua dan orang sakit, semua orang pasti sedang berada di sekolah atau tempat kerja.

Kecuali, tentu saja, orang-orang pengangguran seperti aku.

Jadi, masuk akal jika Pak Suryo bertemu sesuatu di tempat kerjanya nyaris lolos, atau malah terinfeksi dan berubah menjadi zombi tepat saat kembali ke rumah.

Kalau dipikir-pikir, sulit membayangkan seluruh warga Banyuwangi sudah berubah menjadi zombi.

Mungkin sebagian besar korban telah dievakuasi ke suatu tempat… atau setidaknya, itulah harapan terbaik yang bisa kupikirkan saat ini.

Jadi… apa yang harus kulakukan sekarang?

Untuk saat ini, aku memutuskan satu hal: aku tidak berniat bergabung ke tempat penampungan evakuasi mana pun.

Mencarinya saja sudah merepotkan, dan yang paling penting lebih menenangkan kalau sendirian.

Lagi pula, kalau sendiri, persediaan juga lebih awet.

Aku ingat satu tema umum dalam film-film zombi: “Kelompok itu pasti runtuh.”

Sulit membayangkan sekelompok orang dengan latar dan ideologi berbeda bisa rukun dalam situasi seaneh ini.

Ya, aku tahu itu cuma fiksi… tapi hei, realitasku sekarang sudah setengah fiksi juga, jadi kutipan seperti itu masih relevan.

Baiklah, cepat atau lambat aku harus keluar juga.

Pertama, untuk memastikan apakah dugaanku tentang situasi di luar benar.

Kedua, untuk mencari perlengkapan.

Makanan segar di kulkas sudah kulahap semua siapa tahu listrik tiba-tiba mati.

Masih ada beberapa makanan kaleng dan stok awetan, tapi itu harus kusimpan untuk keadaan darurat.

Dan yang paling penting… rokok!

Tanpa rokok, aku yakin aku akan gila dan mati lebih cepat daripada kelaparan.

Setiap orang punya sesuatu yang penting dalam hidupnya: keluarga, teman, pasangan, hewan peliharaan.

Buatku, cuma satu rokok.

Bukan soal logika, ini murni naluri.

Keluargaku aman di Bali dan Lombok, dan sejak jaringan telepon serta pesan mati, aku tak bisa menghubungi mereka.

Aku tidak punya pacar, tidak punya hewan peliharaan, dan sudah bertahun-tahun begitu.

Dan tidak, aku sama sekali tidak sedih. Sungguh.

Kalau mau keluar, satu hal yang pasti: persiapan harus matang.

Kalau infeksi zombi memang menular lewat air liur, berarti sebisa mungkin kulit tidak boleh terekspos.

Kita tidak bisa asal coba, jadi pertahanan fisik itu wajib.

Kalau ternyata menular lewat udara, yah… aku pasti sudah jadi zombi sekarang.

Jadi, tidak usah dipikirkan.

Selain itu, senjata juga penting.

Bukan berarti aku ingin terlibat baku hantam, tapi kalau terpaksa, setidaknya ada sesuatu di tangan.

Sayangnya, tongkat kayu yang kupakai untuk menghajar kepala Pak Suryo sudah retak, compang-camping, dan sama sekali tak bisa dipakai lagi.

Aku butuh pengganti ukuran wajar, kuat, dan kokoh.

Setelah mengobrak-abrik rumah beberapa saat, inilah hasilnya:

Helm motor — peninggalan adik saat kami pindah, tipe setengah dengan kaca pelindung.

Kemeja lengan panjang — untuk memancing, berbahan tebal dan sulit ditembus kail.

Rompi lengan pendek — juga untuk memancing, banyak kantong, sangat praktis.

Sarung tangan kerja — anti selip, dengan bantalan karet di bagian dalam.

Celana panjang — dari setelan memancing, berbahan sama dengan kemeja.

Sepatu bot kerja — milikku sendiri, kokoh dan ada pelat baja di dalamnya.

Ransel besar — bekas tas ekstrakurikuler di SMA, muat banyak barang.

Kebanyakan perlengkapan ini sebenarnya peralatan memancing ayahku.

Lucu juga, ternyata gear mancing bisa berubah jadi gear bertahan hidup.

Dengan tampilan seperti ini, bahkan kalau kota ternyata normal-normal saja, aku mungkin tidak akan langsung dicurigai polisi.

Mungkin.

Akhirnya, aku memutuskan untuk menggunakan tongkat bambu sebagai senjata utama.

Sebagai mantan anggota klub pencak silat sejak SD hingga SMA, ini satu-satunya senjata yang benar-benar bisa kugunakan dengan baik.

Bukan tongkat bambu biasa ini versi besar, yang dipakai untuk latihan ayunan.

Gagangnya setebal tongkat standar, tapi bilahnya lebar, tebal, dan terasa kokoh di tangan.

Memang agak berat, tapi dengan ini… menghancurkan kepala zombi bukan masalah.

Sebenarnya aku pernah mencoba-coba bela diri dengan golok, dan setelah mulai bekerja aku bahkan punya izin untuk membeli golok asli.

Sayangnya, aku enggan memakainya rasanya sia-sia.

Meski kualitasnya tidak premium, harganya setara tiga konsol game generasi terbaru.

Lagi pula, aku tidak yakin serangan tebasan akan efektif pada zombi.

Memenggal kepala mungkin ideal, tapi apakah aku bisa melakukannya saat panik?

Dalam latihan silat, aku hanya pernah melakukan jurus, bukan pertarungan sungguhan.

Tongkat bambu terasa lebih aman kalau patah atau jatuh pun, aku tidak akan menyesal.

Untuk keluar rumah, aku memutuskan memakai tangga lipat lewat balkon lantai dua.

Pintu dan jendela di lantai pertama bisa kukunci rapat dari dalam, memastikan keamanan saat tidur.

Melihat kejadian dengan Pak Suryo di taman kemarin, sepertinya zombi tidak terlalu pintar.

Tetap saja, jangan lengah pada akhirnya aku perlu memaku papan atau penghalang tambahan dari dalam untuk memastikan rumah ini benar-benar aman.

Aku melirik jam tangan.

Pukul 11.00 waktu yang cukup aman untuk mulai bergerak.

Pemeriksaan akhir perlengkapan: lengkap.

Tongkat bambu kukaitkan di pinggang; posisinya pas untuk segera dihunus bila perlu.

Semoga saja, hari ini aku tak perlu menggunakannya sama sekali.

Baiklah… saatnya keluar!

Dengan semangat yang sedikit berlebihan, aku menuruni tangga lipat dari balkon lantai dua.

Kaki baru saja menyentuh tanah, tapi langkahku langsung terhenti.

Di hadapanku, mayat Pak Suryo masih tergeletak di taman, kaku dan diam… sama seperti tiga hari lalu.

“…Ya ampun. Harusnya aku membereskannya kemarin.”

Begitulah awal perjalananku keluar rumah tertahan oleh mayat tetangga sendiri.

Benar-benar buntu.

Angin siang berhembus pelan, tapi membawa aroma busuk yang menusuk hidung.

Mayat Pak Suryo masih terbaring di sana, persis seperti saat aku meninggalkannya hanya saja sekarang kulitnya mulai berubah warna, bengkak di sana-sini, dan lalat-lalat kecil hinggap bebas.

Aku berdiri mematung beberapa detik.

Entah kenapa, rasanya kalau aku terlalu lama menatap, matanya akan terbuka dan tubuhnya akan bangkit.

Konyol, tapi bukankah semua yang terjadi akhir-akhir ini memang konyol?

Seharusnya aku segera berangkat.

Tujuanku sederhana: cari rokok, sedikit perbekalan, lalu kembali sebelum gelap.

Tapi untuk keluar dari sini, aku harus melewati dia.

Satu langkah… dua langkah…

Suara kecil terdengar seperti sesuatu yang patah di bawah kakiku.

Aku membeku.

Bukan tulang, kan?

Aku menatap wajahnya lagi.

Untuk sepersekian detik, aku bersumpah melihat bibirnya bergerak.

Bulu kudukku berdiri.

Kalau dia benar-benar bergerak, aku tak yakin bisa mempertahankan tongkat bambu tetap di sarungnya.

Hari ini mungkin akan lebih panjang dari yang kukira.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!