Pangeran Dari kerajaan Vazkal tiba-tiba mendapatkan sistem auto pilot saat kerajaannya diserang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dion si Bajingan
Sementara itu, di Kerajaan Vazkal, Raja Saul masih memikirkan perasaan putranya yang telah kehilangan Eliana. Ia berencana untuk menemui Raja Abbas untuk berdiskusi. Raja Saul tahu bahwa Pangeran Sekya sangat mencintai Eliana, dan ia tidak ingin melihat putranya terus-menerus larut dalam kesedihan yang mendalam.
Setelah pertempuran sengit yang menguras tenaga dan pikiran, Pangeran Sekya menyadari bahwa ia harus segera kembali ke istana. Tidak ada seorang pun yang tahu di mana ia berada. Semua orang pasti mencarinya, khawatir akan keadaannya setelah kepergiannya yang mendadak. Pangeran Sekya tahu, Raja Saul pasti sangat cemas, dan para prajurit juga pasti bertanya-tanya tentang keberadaannya. Dengan langkah mantap, ia berbalik, meninggalkan desa yang kini damai, menuju perjalanan pulang ke Kerajaan Vazkal, tempat di mana tanggung jawab dan takdirnya menanti.
Di tengah perjalanan pulang yang sunyi, Pangeran Sekya berjalan dengan langkah gontai. Ia merasakan kelelahan yang luar biasa setelah pertempuran. Ia menghela napas panjang, menatap langit malam yang bertabur bintang. Tiba-tiba, suara sistem autopilot yang datar namun menusuk terdengar di benaknya, memecah keheningan.
"Sistem," bisik Pangeran Sekya, menghela napas panjang.
"{Pangeran Sekya, jangan lupakan bayaranmu. Misi telah selesai dengan tingkat keberhasilan sembilan puluh delapan persen. Dana yang dijanjikan sangat penting untuk proyek senjata.}"
"Bayaran? Oh, benar juga!" seru Pangeran Sekya, sedikit terkejut seolah baru teringat. "Aku sampai lupa soal itu. Aku lelah sekali, Sistem. Bisakah kita tidak membahas uang sekarang? Aku baru saja menyelamatkan desa, biarkan aku menikmati momen ini sebentar."
"{Emosi tidak relevan dengan efisiensi finansial. Ingat, tujuan utama adalah mendapatkan Eliana kembali, dan itu membutuhkan dana. Apakah Anda ingin menunda kepulangan Eliana karena kelalaian dalam mengelola keuangan?}"
Pangeran Sekya mendengus, "Baiklah, baiklah! Kau ini cerewet sekali, persis seperti bendahara kerajaan yang selalu menagih hutang! Aku akan mengambil bayarannya. Puas?"
"{Puas. Efisiensi misi tetap menjadi prioritas utama.}"
Pada saat yang bersamaan, ketika Pangeran Sekya kembali ke guild untuk mengambil bayaran atas misi yang telah diselesaikannya, Raja Saul, ayahnya, telah berangkat dari Kerajaan Vazkal. Ia ditemani oleh beberapa pengawal setia dan prajurit pilihan menuju Kerajaan Lamina. Raja Saul berharap dapat menemui Raja Abbas, ayah dari Pangeran Dion, dengan harapan besar bahwa Raja Abbas akan memiliki kemurahan hati untuk mengembalikan Eliana yang telah dibawa pergi oleh Pangeran Dion. Perjalanan ini adalah pertaruhan besar bagi Raja Saul, sebuah upaya terakhir untuk mengembalikan kebahagiaan putranya dan menghindari konflik yang lebih besar.
Singkat waktu, Raja Saul akhirnya tiba di gerbang megah Kerajaan Lamina. Ia disambut oleh para penjaga yang segera mengizinkannya masuk setelah mengenali lambang kerajaannya. Tanpa basa-basi, ia langsung menuju ruang takhta, di mana Raja Abbas duduk dengan wibawa. Raja Saul segera berlutut, memohon, "Yang Mulia Raja Abbas, hamba memohon kemurahan hati Anda. Kembalikanlah Eliana kepada kami."
Suara Raja Saul bergetar, "Putra hamba, Pangeran Sekya, sangat mencintainya, dan kepergiannya telah meninggalkan luka mendalam di hati Sekya."
Raja Abbas menatap Raja Saul dengan tatapan dingin, sama sekali tidak menunjukkan belas kasihan. "Kemurahan hati?" tanyanya, suaranya menggelegar di seluruh ruang takhta. "Eliana sekarang adalah milik Kerajaan Lamina. Dia adalah bagian dari kemenangan putraku."
Dion yang berdiri di sampingnya hanya tertawa, tawa yang terdengar mengejek dan meremehkan.
"Jika Kerajaan Vazkal masih berani menginginkan Eliana kembali," lanjut Raja Abbas, suaranya semakin mengancam, "maka aku tidak akan ragu untuk menghancurkan Vazkal sampai rata dengan tanah. Jangan pernah berpikir untuk menantang kekuatan Lamina!"
Eliana yang berdiri di dekat Dion, hanya menatap kosong ke depan, wajahnya datar tanpa ekspresi, seolah semua percakapan itu tidak berarti baginya.
Raja Saul bangkit dengan berat hati. Tubuhnya terasa kaku dan punggungnya sedikit membungkuk, seolah menanggung beban yang tak terlihat. Ia menatap Raja Abbas dengan tatapan putus asa, lalu melirik Eliana yang masih tanpa ekspresi.
"Yang Mulia Raja Abbas," ucap Raja Saul, suaranya tercekat menahan kesedihan. "Hamba mengerti. Hamba akan pergi."
Ia berbalik perlahan, melangkah gontai menuju pintu keluar, ditemani tatapan meremehkan dari Dion.
"Ayahanda," Dion berseru, suaranya penuh ejekan, "lihatlah betapa lemahnya Raja Vazkal itu. Dia bahkan tidak bisa melindungi kehormatan keluarganya sendiri!"
Raja Saul mendengar ucapan Dion, namun ia hanya mengepalkan tangannya, menahan amarah yang meluap. Ia merasa sangat kecil di hadapan kekuatan Kerajaan Lamina, menyadari bahwa dirinya terlalu lemah untuk melindungi kehormatan keluarganya, dan yang paling menyakitkan, ia tak bisa menjaga perasaan putranya yang kini terluka.
Setelah mengumpulkan bayaran yang cukup besar dari guild, Pangeran Sekya akhirnya kembali ke istananya di Kerajaan Vazkal. Hatinya dipenuhi semangat baru untuk melanjutkan proyek senjata canggihnya. Namun, begitu ia melangkah masuk ke gerbang istana, seorang pengawal segera menghampirinya dengan wajah penuh kekhawatiran.
"Yang Mulia Pangeran, syukurlah Anda sudah kembali!" serunya, napasnya terengah-engah.
"Raja Saul, Ayahanda Anda, telah pergi ke Kerajaan Lamina. Beliau pergi untuk meminta Eliana kembali dari Raja Abbas, ditemani beberapa pengawal dan prajurit."
Sekya terdiam, terkejut mendengar kabar itu, sebuah firasat buruk tiba-tiba menyelimuti hatinya.
Di dalam istana megah Kerajaan Lamina, setelah Raja Saul pergi dengan hati hancur, Pangeran Dion segera menghampiri ayahnya, Raja Abbas, dengan senyum licik yang tak bisa disembunyikan.
"Ayahanda," ucap Dion, suaranya penuh hasutan, "ini adalah kesempatan emas! Penjarakan saja Raja Saul itu. Dengan begitu, kita bisa menguasai Kerajaan Vazkal juga, yang kini telah menyatu dengan Kerajaan Alveria. Bayangkan, Ayahanda, kekuasaan Lamina akan semakin meluas dan tak terbantahkan di seluruh benua timur. Tidak ada kerajaan lain yang akan berani menentang kita!"
Raja Abbas menatap putranya, alisnya berkerut dalam, mempertimbangkan setiap kata yang diucapkan Dion. Meskipun ia tahu itu adalah tindakan yang kejam, ambisi untuk mengukuhkan dominasi di seluruh benua timur mulai membakar hatinya. Eliana, yang masih berdiri di sana, hanya menatap kosong ke depan, wajahnya tetap datar tanpa ekspresi, seolah semua intrik kekuasaan itu tidak lagi menyentuh perasaannya.
Raja Abbas mengangguk perlahan, tatapannya kini memancarkan tekad yang dingin. "Dion, kau benar," katanya, suaranya berat dan penuh kekuasaan. "Ini adalah langkah yang harus kita ambil untuk mengamankan posisi Lamina sebagai penguasa mutlak di benua timur." Ia menoleh ke arah para pengawal yang berdiri tegak di dekat pintu. "Penjaga! Tangkap Raja Saul dan semua pengawalnya! Penjarakan mereka di sel bawah tanah. Jangan biarkan mereka keluar sampai aku memerintahkan!"
Para pengawal segera bergerak cepat, mencengkeram lengan Raja Saul yang terkejut.
"Yang Mulia Raja Abbas! Apa maksud semua ini?" seru Raja Saul, suaranya penuh kemarahan dan kebingungan. "Ini adalah pengkhianatan! Kau tidak bisa melakukan ini!"
Raja Abbas hanya tersenyum sinis. "Aku bisa, Raja Saul. Dan aku akan melakukannya. Ini adalah pelajaran bagi mereka yang berani menentang Lamina."
Dion tertawa lagi, tawa yang semakin keras dan penuh kemenangan.
"Nikmati saja sel barumu, Raja Saul," ejek Dion. "Dan pikirkan baik-baik tentang apa yang akan terjadi pada Kerajaan Vazkal setelah ini."
Raja Saul meronta, namun cengkeraman para pengawal terlalu kuat. Ia hanya bisa menatap Eliana yang masih berdiri diam, tanpa ekspresi, seolah tidak peduli dengan nasibnya.
Setelah Raja Saul dipenjarakan, Raja Abbas segera memerintahkan Dion untuk bersiap.
"Dion," kata Raja Abbas, suaranya tegas dan penuh otoritas, "kau akan segera kembali ke Kerajaan Vazkal, ditemani Eliana dan pasukan kita. Laporkan kepada Pangeran Sekya bahwa ayahnya, Raja Saul, kini adalah tawananku."
Dion tersenyum licik, matanya berbinar penuh ambisi. "Dan apa yang harus kukatakan padanya, Ayahanda?"
"Katakan padanya," jawab Raja Abbas, suaranya mengancam, "bahwa kau adalah Raja Vazkal yang baru. Dan jika Pangeran Sekya tidak segera menyerahkan Kerajaan Vazkal sepenuhnya kepada kita, maka ayahnya, Raja Saul, akan mati di dalam penjara Lamina. Jangan biarkan dia ragu sedikit pun."
Eliana, yang mendengar setiap kata itu, tiba-tiba merasakan gelombang kemarahan yang meluap. Air mata berlinang membasahi wajah cantiknya, mengalir deras membasahi pipi.
"Dion!" teriak Eliana, suaranya pecah, penuh amarah dan kepedihan. "Kau iblis! Kau tidak punya hati! Bagaimana mungkin kau melakukan ini pada ayah Pangeran Sekya? Kau akan menyesali perbuatanmu ini! Aku mengutukmu!"
Dion menatap Eliana dengan tatapan dingin, sama sekali tidak terpengaruh oleh amarah dan air mata sang ratu. Ia melangkah mendekat, lalu menampar wajah Eliana dengan keras. Suara tamparan itu menggema di seluruh ruang takhta, membuat Eliana terhuyung.
"Cukup!" bentak Dion, suaranya menggelegar, penuh otoritas yang tak terbantahkan. "Pergi ke kamarmu, sekarang! Jangan pernah berani lagi mengutukku, atau kau akan tahu akibatnya!"
Eliana memegangi pipinya yang memerah. Matanya masih berlinang air mata, namun ia tidak berani membantah. Dengan langkah gontai dan hati yang hancur, ia berbalik, meninggalkan ruang takhta, menuju kamarnya yang kini terasa seperti penjara.