AKU BUKAN PELACUR
Tan Palupi Gulizar nama yang manis. Namun tak semanis perjalanan hidup yang harus ia lalui untuk mencari jawaban siapa jati dirinya yang sebenarnya.
Sosok yang selama ini melindungi dan membesarkannya, ternyata menyimpan sebuah cerita dan misteri tentang siapa dia sebenarnya.
Lika-liku asmara cinta seorang detektif, yang terjerat perjanjian.
Ikuti kisah kasih asmara beda usia, jangan lupa komentar dan kritik membangun, like, rate ⭐🖐️
Selamat membaca 🤗🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima Rhujiwati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Merry mengikuti tuannya ke halaman depan, menutup pintu pagar dan kembali masuk ke dalam rumah.
Keheningan kembali terjadi. Palupi dengan cekatan membantu Merry membereskan dapur dan meja makan.
Merry dan Palupi duduk sejenak menghilangkan lelah. Sambil menikmati es buah racikan Merry, terlontar pertanyaan Palupi, "Merry, apakah aku telah membuat kesalahan, sehingga tuan John tadi begitu marahnya padaku?" Tanya Palupi sambil menghela nafas dengan kepala tertunduk.
Merry tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Jangan terlalu diambil hati nona, saya akan membantu nona untuk mengenal tuan John lebih jauh lagi."
Jawaban Merry melegakan hati Palupi, dan kembali tersenyum.
"Merry, bolehkah siang nanti aku yang masak untuk makan siang tuan John? Aku akan membuat masakan, sebagai penebus rasa bersalahku pada tuan John."
Merry yang mendengar ucapan Palupi karena merasa terharu. Dia hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya, sebagai jawaban atas pertanyaan Palupi.
Palupi beranjak dari duduknya dan mendekati Merry.
"Oh Merry, terima kasih banyak, boleh aku memelukmu sebentar saja? Selama hidupku, baru pertama kali ini aku merasakan seperti anak yang sesungguhnya." Palupi menghambur begitu saja ke dalam pelukan Merry.
Merry merentangkan kedua tangannya dan mengangguk. Meraih tubuh kurus itu ke dalam pelukannya, sambil menahan mendung di matanya yang sudah terkumpul ingin mendesak keluar.
Palupi memeluk erat tubuh perempuan paruh baya itu. "Biarkan aku memelukmu lebih lama lagi ya Merry. Ibuku tidak pernah memberikan ini sebelumnya." Senyum Palupi tulus tanpa beban, walaupun ada duka di ujung netra coklat bening miliknya.
Dari ruang makan, suasana haru jadi buyar dengan terdengarnya ketukan langka kaki yang tergesa-gesa mendekat ke arah mereka. Dengan cepat Liana muncul di depan Palupi disertai dengan gayanya yang heboh.
"Aaiihhh ciinn..., eiyke mau dong dipeluk-peluk begitu. Oh...ajip beuhh. Seperti kisah dalam drama di televisi ikan terbang, yang pakai mewek-mewek. Uhh, syahdu... deh. Yaa ampuun..." Ujar Liana yang datang dengan sejuta kehebohan dan kekonyolannya.
"Mas Liana." Mata Palupi terbelalak lebar melihat Liana datang dengan dandanan cetar membahana. Siapa yang bisa menduga dia adalah laki-laki salah urat.
"Bu bukannya tuan John baru saja meneleponmu? Kok cepat sekali sudah tiba di sini mas Liana." Ucap Palupi keheranan.
"Ya ampun ciinn..." Jawab liana sambil menoel gemas dagu Palupi.
"Panggil eiyke: Liana! bukan mas Liana, iihh..., gemes ish.." Liana dengan gaya kemayunya kembali menyentil ujung hidung Palupi.
Senyum cantik Liana tidak kalah luwes dengan wanita pada umumnya. Kerling mata genit Liana seolah racun bagi mereka yang mudah terkecoh oleh gemulai gerakannya.
"Begini nona, saya mendapat mandat dari tuan boss untuk memberikan sedikit pengetahuan, seperti yang tuan boss inginkan." Liana mulai serius memberikan pengertian kepada Palupi.
Liana yang sudah terbiasa berada di lingkungan area tempat tinggal John di puncak kota P, membuat ia leluasa melakukan apapun di vila milik John. Liana bahkan akrab dengan Merry, pelayan yang bersuamikan orang Indonesia dan dibawa John dari negaranya untuk melayaninya.
Liana dan Merry sudah saling kenal, serta akrab dalam setahun terakhir.
Ditemani Merry, Liana mengajak Palupi masuk ke kamarnya.
Dengan santainya, Liana mengeluarkan beberapa baju dari lemari dan mulai menggantungkannya di 'stand hanger' sambil menjelaskan, "Nona, baju ini cocok dipakai saat menghadiri jamuan makan malam. Baju yang ini, cocok untuk bepergian siang hari."
Panjang lebar Liana menjelaskan fungsi dsn kegunaan pakaian yang tergantung rapi di dalam lemari baju.
Palupi yang pada dasarnya cerdas, dia mencatat semua penjelasan Liana dalam benaknya.
Kemudian Liana mengajak Palupi kembali ke ruang makan. Di situ Liana meminta tolong kepada Merry menyiapkan peralatan makan dan ditata di meja makan.
"Baiklah cantiik. Sekarang Liana mau ajarkan 'table manner' agar Palupi gak bikin malu saat makan bersama dengan orang lain."
Liana memberikan kursus kilat tentang pakaian dan cara berpakaian yang benar, serta tata cara makan agar tidak mempermalukan John saat diajak menghadiri acara di luar rumah.
Selesai kursus kilat, tiba-tiba Liana nyeletuk, "Nona, apakah kau juga mencintai tuan boss?" Pertanyaan pertama yang terlontar dari mulut Liana.
Sambil tersenyum miring, Palupi menjawab,
"Maksudnya apa? Cinta yang seperti apa, Liana? Dia itu jahat, tua dan tidak asyik. Aku nggak suka padanya! Aku bahkan berpikir bagaimana aku segera bisa bekerja, dan keluar dari sini."
"Apa kau bisa bantu aku, Liana? Aku bisa mencuci, juga bisa jadi koki karena pandai memasak."
"Tolonglah, Liana." Rengek Palupi pada Liana.
"Ha..ha..ha.., dengan tubuh kerempeng begini? Apa yang bisa nona lakukan, huh...? Sudahlah, di sini saja nona Palupi, aku akan membantumu melakukan perubahan pada dirimu."
Liana tersenyum dan membelai bahu Palupi, "Apa yang membuatmu ingin kabur dari boss John nona? Agaknya kau harus diberi pelajaran tentang kasih-sayang, biar dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk." Liana menasihati Palupi dengan lembut.
"Bukan apa-apa juga Liana. Di sini, aku sadar siapa diriku dan apa yang harus aku lakukan. Semua ini begitu mendadak dan tiba-tiba. Semua serba dipaksakan dan membingungkan. Aku mau menjalani hidup dengan cara yang wajar."
Wajah Palupi kembali sendu. Dengan suara pelan Palupi berucap,
"Walaupun aku anak pungut, bahkan anak haram sekalipun, namun aku tidak mau menjual diri. Aku masih bisa bekerja. Andaikan ibuku menuntut balasan dari semua kebaikannya, aku akan bekerja keras untuk membayarnya." Suara Palupi bergetar menahan tangis yang terbendung di rongga tenggorokannya.
"Aku bukan pelacur Liana. Seratus juta terlalu murah untuk nilai sebuah kehormatan. Kedua tanganku masih bisa menghasilkan lebih dari seratus juta." Palupi bersungut geram.
Keakraban itu cepat terjalin antara Liana dengan Palupi. Gurauan dan arahan yang Liana berikan, dengan cepat Palupi pelajari, dan terserap dengan baik.
Kali ini, Palupi menawarkan diri menjadi juru masak dan dibantu Merry tentunya.
Dengan cekatan, ia memadukan rempah dan bahan untuk masakan yang hendak ia hidangkan nanti. Aroma harum dan sedap menguar dari dapur.
"Perkedel kentang, Soto Madura, lontong dengan keripik kentangnya, hhmm yummy.... Semua sudah siap nyonya, he..he .he.." Palupi tetap dengan mode cengengesan tingkat akut, memamerkan hasil masakannya.
"Ish..ciin.., ini patut kuberi nilai plus plus loh beib. Tidak akan melepas kemungkinan tuan boss akan tambah bucin denganmu beib." Mulut Liana tidak henti-hentinya memuji dengan goyang lidahnya. Icip sana, icip sini tiada henti.
Sore pun tanpa terasa menghampiri kemuning senja. Menorehkan kerinduan dengan belaian sang bayu menerpa rasa dengan sejuta mimpi.
Hingga waktu berganti malam, namun yang dinanti pun tidak kunjung datang kembali. Liana sudah meninggalkan tempat tinggal mereka, sedangkan Merry sudah terlebih dahulu merebahkan tubuh lelahnya ke peraduan malamnya.
Sementara John bersama Ray berada di 'Desperados Night Club' di Kota S. Raut frustrasi terlihat pada gurat wajah John Norman.
"Hi John, what happened to you? Since earlier only silence from you? Ceritakan padaku, mungkin aku bisa sedikit meringankan beban pikiranmu." Selidik Ray heran dengan sikap John yang semakin cuek.
"Ray... Sepertinya aku sedang berada pada putaran yang salah! Bukan ini yang kuharapkan." John mengusap kasar wajahnya, namun belum juga mau menceritakan permasalahannya.
"Come on dude, let me know and tell me what is your problems?" Kembali Ray mencoba untuk menjadi tempat curhat John di luar tugas sebagai pendamping dalam setiap menyelesaikan kasus demi kasus yang mereka hadapi.
"Ray, berapa umur nona Gulizar saat ini?" Sambil mengelus dagunya.
Dengan sigap Ray menjawab, "Saat ini beranjak dewasa, masuk usia delapan belas tahun, sesuai data yang kita terima dari nyonya Anne. Nona Gulizar lahir pada awal tahun." Sampai di sini kecurigaan Ray semakin menguat.
"John... Apakah kau sedang jatuh cinta pada seorang bocah kecil. Anak dari salah satu klienmu?"
Lagi dan lagi, kembali John menyesap alkohol yang dipesannya. Kondisi John di bawah pengaruh alkohol semakin membuat dirinya hilang kontrol.
"Tuan John Norman yang ganteng, aku rela untuk menjadi pelampias hasrat yang tuan pendam saat ini."
Suara genit seorang wanita yang sedari tadi mengamati keberadaan mereka berdua.
Tanpa John sadari di dalam minuman yang ia pesan sudah tercampur dengan sesuatu.
Mampukah John menyelamatkan diri?
Jangan beranjak dari kisah menarik ini.
TBC 😉😘
klo palupi dia terlalu baik