I'M NOT A FLOOZY

I'M NOT A FLOOZY

Bab 1

"Ingat, dan dengar baik-baik! Kamu harus bersikap manis, dan jangan pernah punya rencana untuk kabur dari laki-laki itu."

Suara Julaeha penuh dengan penekanan. Wanita paruh baya itu tidak menghiraukan lolongan menyayat hati gadis berambut cokelat dan bermanik hitam itu.

"Ibu.. ampuni saya, jangan lakukan itu pada Lupi bu."

Tangis gadis itu seakan bukan lagi sebuah rintangan untuk seorang ibu yang seharusnya melindungi dan memberikan nasihat bijak.

"Sudah ikuti saja perintah ibu, ini untuk kebaikanmu juga, lama-lama kamu juga akan ketagihan, dan hidup dengan nyaman. Tinggal pilih saja mana yang kamu suka."

Riris kakak perempuannya, gadis yang berdandan menor berusia tidak jauh terpaut dengan usianya itu, seolah memberikan percikan api kepada Palupi yang sedang tersedu.

"Ibu, saya akan melakukan apapun untuk Ibu dan kak Riris, tapi izinkan saya untuk tidak pergi malam ini Bu, saya tidak mau!"

Kembali ia mencoba menawar perintah sang ibu. Namun sang ibu tidak bergeming sama sekali, bahkan masih juga menyibukkan diri untuk persiapan gadis itu. Senyum puas menghiasi bibir seorang Ibu, tanpa kelembutan hati itu.

"Lihatlah kehidupan kita. Apa iya kamu mau jadi kèrè dengan cara hidup begini. Sudah waktunya kamu membalas kebaikan ibu yang selama ini membesarkan kita."

Kembali suara Riris begitu menyakitkan siapapun yang mendengarnya.

Dari balik pintu kamar yang sempit itu muncul kembali wanita dengan menenteng kotak besar.

Dengan tidak sabar ia membuka isi kotak tersebut, gaun malam sexy warna merah maroon, dan belahan dada yang sangat rendah, tentu akan sangat menggiurkan bagi siapapun yang melihatnya.

Tubuh sintal Palupi memang beda dengan gadis yang usianya sebaya, dua onggok buah aprikot itu sedang ranum-ranumnya, berisi dan menggoda. Hidung mancung, kulit putih bersih dengan rambut yang cokelat alami anugerah Yang Mahakuasa memang luar biasa indahnya.

"Palupi lakukan saja! Kapan lagi, seratus juta bukan uang yang sedikit, kita bisa mengubah kehidupan kita yang mulai membosankan ini. Kamu juga harus membantu biaya kuliah mbak Riris, biar kelak dia jadi wanita karir seperti mereka, dan kehidupannya tidak dipandang rèmèh oleh para tetangga kita."

Wanita paruh baya itu lancar mengucapkan kata dengan enteng di depan kedua gadis yang ia besarkan bersama.

"Ibu, saya akan bekerja dengan keras, saya akan membantu mbak Riris, tapi jangan menyuruh Lupi untuk bersama pria itu ibu, saya mohon."

Kembali Palupi menautkan kedua tangannya, dan bersimpuh di kaki wanita paruh baya itu.

Dengan pandangan mata sinis, Riris mendekatkan tubuhnya dan duduk di samping Palupi.

"Lupi, ini adalah kesempatan emasmu meraih dari awal, lupakan tentang harga diri. Apa yang akan kamu dapatkan dengan harga diri?"

"Mbak, Lupi tidak mencintainya, Lupi tidak tau siapa laki-laki itu. Kenapa harus Lupi, mbak? Apakah dengan begini akan mengubah kehidupan kita?"

"Mbak, kenapa bukan mbak saja yang ibu tawarkan? Kalau mbak ingin menjadi wanita karir, aku juga ingin menjadi wanita baik-baik tanpa harus menjual kehormatan." Desis Palupi geram demi mendengar jawaban yang Riris berikan soal harga diri.

"Tak guna kamu melawanku Lupi, kamu harus sadar kamu bukan siapa-siapa di sini. Sudah sewajarnya kamu membalas kebaikan ibuku yang telah membesarkanmu hingga sampai saat ini."

Riris dengan suara lantang membentak Palupi gadis malang itu.

Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore, saat Palupi harus menyiapkan diri dengan bantuan seorang penata rias, orang suruhan Juleha.

"Kamu cantik Lupi, maafkan tante tidak bisa menolongmu dalam keadaan seperti ini. Yang sabar Lupi, semoga ibu dan mbakmu akan sadar dengan semua perbuatannya, kamu yang ikhlas ya nak."

Tante Zahra, seorang perias pengantin dari kompleks perumahan sebelah yang disewa Juleha untuk memberikan sentuhan make-up pada wajah Palupi. Dia hanya bisa memberikan semangat, tidak lebih dari harapan seorang Palupi.

"Tante, apakah kehidupanku kelak akan berubah hanya sebagai seonggok sampah saja?"

Isak Palupi tanpa bisa dibendung lagi. Duka nestapa yang harus dirasakan saat ini.

Sentuhan demi sentuhan lembut memoles wajah cantik Palupi dengan warna natural, tidak membutuhkan polesan berlebihan, sudah membawa pada keelokan seorang Palupi.

Gaun merah maroon sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih bagaikan pualam nilakandi, membungkus tubuh Palupi dengan sempurna. Tampilan lekuk rambutnya yang indah ikal dan bergelombang, dalam gelungan sehingga menyisakan leher jenjang, dengan beberapa sulur yang dibiarkan berjuntai indah, menambah nuansa dewasa dan anggun bagi sosok Tan Palupi Gulizar, yang baru saja menginjak usia genap tujuh belas tahun.

Tiba juga waktu yang telah dinanti-nantikan Juleha. Mata tuanya menyorotkan kepuasan, dan angan tentang cek seratus juta menari lincah di kepalanya.

Mobil hitam bernuansa mewah itu pelan merapat di ujung halaman sempit milik Julaeha.

Dengan sigap wanita paruh baya itu menghampirinya, dan membungkukkan tubuh kurusnya ke hadapan seorang laki-laki muda yang duduk di dalam mobil bagian belakang.

Seorang sopir turun, berjalan memutar lalu membuka pintu untuk Palupi.

Dengan ragu Palupi berjalan, sedikit mendapatkan dorongan tubuh dari tangan Riris yang tidak sabar sambil mencibir.

"Pergilah nak. Hati-hati di sana semoga Tuhan selalu melindungimu." Bisik tante Zahra, dengan airmata yang menganak dan siap meluncur di pipinya.

"Sabar nak."

Langkah berat kaki indah Palupi memasuki mobil, yang telah dibukakan oleh sopir pribadi itu.

Tidak ada salam perpisahan, tidak ada ucapan kekhawatiran yang ia harapkan dari seorang ibu, yang selama ini dia anggap tulus dan penuh kasih.

Lelaki yang berprofesi sebagai sopir itu menyodorkan amplop berwarna cokelat kepada Juleha.

Namun dengan sigap Riris merebut, bungkusan kecil persegi panjang itu.

Bu Zahra menatap kelakuan ibu dan anak tersebut dengan mengelus dada, dan mengusap sisa bening yang meleleh di pipinya.

"Bu Zahra, ini upah untuk merias Palupi tadi, dan ingat jangan pernah menceritakan apa yang ibu lihat kepada siapapun. Kalau ibu tidak ingin menanggung malu, sebab ibu juga punya anak perempuan!" Seringai ancaman juleha kepada Zahra.

"Bu Leha, saya ikhlas. Tidak usah dibayar juga tidak apa-apa, saya tidak tega memakan uang hasil dari kesusahan Palupi, saya juga akan melindungi anak saya dari kenistaan terima kasih, permisi." Zahra berlalu dengan sembilu yang mengiris jiwa yang ia rasakan sebagai seorang perempuan dan Ibu.

"Oh.. belagu sekali, orang miskin saja bertingkah sok kaya." Cibir Riris sambil berlalu masuk ke dalam rumah.

Hi... Favouritenya donk Emak, Om, Akak 😂 hadir lagi di sini.

Mohon dukungan dan semangat dari kalian semua dengan karya baru ongoing Rhuji.

Jangan lupa komen, like dan rate ⭐🖐️

Selamat membaca 😘

Terpopuler

Comments

Emm𝕬𝖗𝖔n💙

Emm𝕬𝖗𝖔n💙

sabar ya lupi, mampir ya ka baru mulai baca

2023-05-28

0

UQies (IG: bulqies_uqies)

UQies (IG: bulqies_uqies)

Tega banget ibunya 😭

2023-04-17

1

Kᵝ⃟ᴸ Xiin Chan⸙ᵍᵏ

Kᵝ⃟ᴸ Xiin Chan⸙ᵍᵏ

itu anaknya sendiri lo dijual,, tega banget

2023-03-15

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!