Khanza dan Roland, sepasang insan yang saling mencintai, Karena Fitnah, Roland menyakiti Khanza, saat Roland menyadari kesalahannya, dia sudah terlambat, Khanza telah pergi meninggalkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Darmaiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membantu Lastri
Assalamualaikum
Bertemu lagi para readers kece
Terima kasih masih setia di sini
"Menghargai orang lain, berarti menghargai diri sendiri."
By Rajuk Rindu
💖💖💖💖
Mobil yang membawa Khanza berhenti di depan sebuah apartement, supir yang tadi mengendarai mobil, turun lalu memutar membukakan pintu untuk Khanza.
“Silakan, Nyonya.” Ujar lelaki yang tidak terlalu tua itu, dari wjahnya bisa ditaksir dia berumuran empat puluh tahunan.
Khanza menjulurkan kaki kanan, lalu kaki kiri, terus turun dari mobil, sementara sang supir membuka bagasi, mengeluarkan sebuah tas, kemudian mengajak Khanza mengikuti langkahnya.
“Di mana Roland?” Tanya Khanza agak bimbang, karena dia belum pernah sampai ke apartement Roland.
“Tuan akan segera ke sini.” Kata sang supir terus berjalan menyusuri koridor apartement.
“Apa Roland akan menyekapku di apartement ini, seperti di villa.” Batin Khanza seraya mengikuti langkah sang supir.
Klik… lelaki itu menekan sebuah remote, pintu pun terbuka. Dari dalam apartement muncul seorang wanita paroh baya, walaupun sudah berumur, namun guratan kecantikannya masih terlihat jelas.
“Selamat datang, Nyonya.” Sapa wanita itu.
“Saya Lastri, asisten rumah tangga tuan Roland.” Katanya memperkenalkan diri. Khanza hanya mengangguk ramah.
“Jay, antarkan tas nyonya ke kamar utama.” Ujar Lastri, lelaki yang bernama Jay menuruti perintah Lastri.
Khanza memindai seluruh ruangan apartement, apartement yang tidak luas, hanya terdapat lima kamar, dan dia ditempatkan di kamar utama, itu artinya dia merupakan ratu di apartement ini
Apakah setelah ini kehidupannya akan berubah, entahlah, Khanza tak berani berharap banyak, paling tidak di sini dia di temani bibik Lastri, tidak sendirian seperti di villa, jika dia harus terkurung, dia masih punya teman bicara.
“Jika nyonya butuh sesuatu, tekan saja tombol itu, saya akan segera datang.” Ujar Lastri menunjuk tombol berwarna hitam di balik pintu, kemudian dia berlalu meninggalkan Khanza.
Sepeninggalan Lastri, Khanza beranjak menuju tempat tidur, dia menaikkan tubuhnya, lalu melunjurkan kakinya, tampa sengaja dia menatap ke dinding, di sana tergantung sebuah foto pernikahannya dengan berbingkai hati, Khanza menatap bingkai itu berulang, ada rasa tak percaya, jika Roland memajang foto pernikahannya di situ, perlahan dia bangkit dan beranjak, dengan kedua tangan diturunkannya bingkai foto itu, lalu mendekap ke dada dengan kedua tangannya.
Terhenyuh perasaan Khanza, dia menatapi wajah lelaki yang tersenyum manis di sampingnya, lelaki yang teramat dicinta itu, begitu terlihat tampan dengan barisan gigi putih bersih dan lesung pipi yang bertengger indah. Khanza meraba wajah Roland dengan jari lentiknya, dua bulir Kristal tiba-tiba meluncur tanpa dipinta, jatuh tepat mengenai wajah Roland di foto itu.
“Andai saja peristiwa laknat itu tidak menimpaku, pasti senyuman Roland akan tetap semanis ini untukku.” Gumam Khanza, dia mengangkat bingkai foto itu, kemudian mengecup wajah Roland.
Perlahan Khanza meletakkan kembali bingkai foto itu ke tempat asalnya, sekali lagi ditatapnya, sebelum dia kembali ke tempat tidur, lalu merebahkan tubuh lelahnya dan dia pun tertidur.
******
“Besok, mami dan Zila akan sampai.” Ucap Roland, dia menemui Khanza pada hari ke lima Khanza berada di apartement.
“Mami dan Zila mau ke sini?” Tanya Khanza, mata berbinar senang.
“Ingat! Selama mereka ada di sini, bersikap sewajarnya dan jangan pernah tunjukkan pada meraka, kalau kita ada masalah.” Ujar Roland lagi. Hanya dijawab anggukan oleh Khanza.
“Besok jam sembilan siap-siap, kita akan ke bandara menjemput mereka.” Kata Roland lagi. Kemudian dia ke luar dan berlalu entah pergi ke mana.
Khanza hanya memandangi kepergian Roland, tanpa mampu mencegahnya, Roland sama sekali tidak mengingikannya lagi, berbicara pun dia tidak pernah mau menatap Khanza. Andai dia berada diposisi Roland, mungkin dia akan melakukan hal yang sama. Siapa yang bisa terima pas di malam pengantin, wanitanya malam menyerahkan kehormatannya pada lelaki lain.
“Apa iya, kehormatanku telah teringgut.” Khanza mencoba mengingat kejadian malam itu, namun gagal.
“Ya Allah, pasti om Heru sudah mengambil keperawananku malam itu.” Khanza menangkupkan kedua telapak tangan ke wajahnya, semua sudah terjadi.
“Kenapa om Heru tega melakukan ini padaku, hiks,hiks,hiks.” Seketika Khanza terisak.
“Nyonya! Nyonya kenapa?” Lastri yang kebetulan lewat, kaget melihat Khanza yang duduk di ruang tengah sedang menangis.
“Tidak apa-apa bik.” Ujar Khanza secara dengan cepat mengusap air mata dengan sudut lengan bajunya.
“Apa nyonya butuh sesuatu?” Tanya Lastri lagi, Khanza hanya menggelengkan kepala.
Lastri pamit melanjutkan pekerjaannya, sebagai wanita, Lastri tahu kalau majikan wanitanya sedang bersedih, mungkin karena sikaf dingin tuan Roland. Lastri tahu betul bagaimana karakter tuan mudanya itu, karena dari bayi hingga dia menikah Lastri selalu membersamainya, walaupun Azura tidak pernah menyerahkan anak-anak pada asisten rumah tangga, tapi Lastri selalu membantu Azura untuk mengawasi Roland dan Zila.
Sudah lima hari nyonya mudanya berada di apartement, belum pernah Lastri melihat tuan mudanya menginap di sini.
“Apa tuan muda punya masalah dengan istrinya.” Batin Lastri.
Beberapa kali Lastri memergoki, istri tuan mudanya itu, melamun dan menangis, terkadang sebagai wanita, Lastri ingin menghibur nyonya, namun dia takut kalau nanti tuan muda marah, karena merasa dia ikut campur dalam masalah keluarganya, dan Lastri percaya kalau tuan mudanya adalah lelaki yang baik dan bertanggung jawab, dia tidak akan mengabaikan istrinya, jika tidak ada apa-apa.
“Bibik, sedang membuat apa?” Tanya Khanza saat mendapati dapur dipenuhi dengan beberapa bahan membuat kue. Lastri sedikit kaget, dia tidak menyadari kehadiran Khanza, karena tadi dia lagi sibuk memikirkan tuan mudanya.
“Lagi membuat cake, kesukaan non Zila.”
“Boleh aku bantu.”
“Nggak usah. Nya! Nanti tangan nyonya kotor.”
“Nggak apa-apa, aku biasa kok buat kue sendiri.” Ujar Khanza dia mengambil alih pekerjaan Lastri
“Tapi…”
“Bibik kerjakan yang lain saja.”
“Baiklah.” Kata Lastri, seraya mengambil beberapa bumbu dapur, karena dia juga akan membuat rendang kesukaan nyonya Azura.
Bunyi mixer menderu berpacu dengan keringat yang mulai meleleh di dahi Khanza, ini kue ketiga yang dibuatnya. Aroma cake sudah tercium memenuhi dapur, sudah dua cake yang selesai dan tergeletak indah di meja makan. Khanza terlihat sangat bahagia melakukan pekerjaan, walaupun ada percikan adonan menempel di wajahnya.
“Hemmm, wangi sekali, pasti rasanya enak.” Ujar Lastri, dia tak menduga kalau nyonya mudanya, sangat pandai membuat cake.
“Biasa saja rasanya, nggak jauh beda dengan buatan bibik, kan sama resepnya.” Ujar Khanza menuang adonan cake ketiga ke dalam loyang, lalu memasukkan ke dalam open, mengatur tempatarur apinya agar setabil.
“Aroma rendangnya sangat mengoda. Bik!” ujar Khanza seraya mengambil serokan, terus ikutan mengaduk.
“Coba, nyonya cicip, gimana rasanya.” Lastri menyodorkan piring kecil, yang berisi dua potong daging.
Khanza mengambil potongan daging dan membaginya dua, lalu meniup-niup agar cepat dingin, begitu yakin daging sudah dingin, dia memasukkan kedalam mulutnya. Dan mengunyah pelan, mencari sensi dari kekurangan rasa.
“Hemmm, dagingnya sudah empuk, cuman menurutku kurang asin bik.”
Lastri mengambil bagian daging yang dipotong Khanza, lalu memasukkan ke mulutnya.
“Iya, kurang asin.” Ujar Lastri, lalu menambah satu sendok garam, terus mengaduk-aduknya, setelah yakin garamnya sudah larut, dia kembali mengambil potongan daging dan menyerahkannya ke Khanza.
“Rasanya sudah mantap, bik! Pas banget.” Khanza mengacungkan ke dua jempolnya ke arah Lastri.
Tak terasa jam pun menunjukkan pukul empat sore, Khanza telah selesai membantu Lastri membuat kue jebra kesukaan adik iparnya. Setelah menyimpan kue yang sudah matang, Khanza kembali ke kamarnya, menyambar handuk dan segera membersihkan dirinya. Selesai mandi dia berpakaian dan mengerjakan shalat asar. Hari ini dia merasa senang bisa membantu Lastri walaupun tenaganya cukup banyak terkuras.
Sambil meraih sebuah majalah yang tadi diambilnya di ruang tamu, dan belum sempat dibacanya. Mata Khanza membola saat melihat ada foto Roland memenuhi halaman depan, jadi suaminya itu kini membuka cabang perusahaan lagi di Sumatra. Khanza menghela napas panjang, ada sesak yang memenuhi rongga dadanya. Saat memikirkan rumah tangganya tidak secerah karir Roland.
"Siapa wanita ini, lancang sekali." batin Khanza saat melihat beberapa foto di majalah itu.
💖💖💖💖
Para readers yang kece, jangan lupa dukung auhtor dengan cara tekan like dan komen ya.
Terima kasih🙏🙏
hiks... hiks...
terimakasih thor, sukses selalu
anakx Ranti miece