NovelToon NovelToon
Katakan, Aku Villain!

Katakan, Aku Villain!

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Keluarga / Antagonis / Romantis / Romansa / Balas Dendam
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Amha Amalia

*
"Tidak ada asap jika tidak ada api."

Elena Putri Angelica, gadis biasa yang ingin sekali memberi keadilan bagi Bundanya. Cacian, hinaan, makian dari semua orang terhadap Sang Bunda akan ia lemparkan pada orang yang pantas mendapatkannya.

"Aku tidak seperti Bunda yang bermurah hati memaafkan dia. Aku bukan orang baik." Tegas Elena.

"Katakan, aku Villain!"

=-=-=-=-=

Jangan lupa LIKE, COMMENT, dan VOTE yaaa Gengss...
Love You~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amha Amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Villain Chapter 2

*

Detik terus berjalan namun tatapan Elena tak pernah lepas dari pria itu, hingga sentakan seseorang membuyarkan lamunannya "ELENA!"

Elena terlonjak kaget, jantungnya serasa ingin loncat, dia terkejut mendapati di depannya kini ada pria paruh baya bertubuh sedikit gemuk sedang menatap penuh intimidasi. Dia melirik rekan kerjanya disamping lalu berbicara pelan. "Kenapa tidak memberitahuku ada Bos disini?" Kesalnya pada Nia.

"Aku sudah memanggilmu tiga kali, tapi kamu malah melamun tak jelas." Balas Nia tak terima. Memang benar, Nia sudah memanggil Elena untuk memberitahu jika Bos datang namun Elena sibuk dengan dunianya sendiri.

"Apa itu bisik-bisik? Apa kalian sudah bosan kerja hah?!" Si Bos itu menatapnya galak seolah ingin menerkam mangsa.

"T-tidak pak." Balas Elena dan Nia bersamaan.

Pak Bos pun menghembuskan nafas panjang untuk meredakan emosinya. Dia memberikan secarik kertas pada Elena dan langsung di terimanya meski bingung. "Itu daftar nama pelayan yang akan saya tugaskan untuk menghandle acara ulangtahun customer besok yang diadakan di hotel StarBlue."

Beberapa pelayan disana sontak saja bergerombol menjadi satu di dekat Elena untuk melihat apakah ada namanya atau tidak. "Waahhh kita ikut pesta Elena." Nia terlihat sumringah.

"Bukan berpesta, tapi menjadi pelayan disana mengurus tamu." Tukas pak Bos memelototi Nia yang mampu membuatnya kicep seketika dan rekan kerja lainnya hanya bisa menahan tawa.

"Pak, jadi kita akan ketemu model terkenal dong. Kan yang ultah anaknya." Heboh pelayan lain disambut semua semua temannya.

"Ya, jangan membuat masalah."

"Siap pak Bos." Sahut semua karyawan kecuali satu orang yang sedang memegang kertasnya.

"Pak, boleh tidak jika saya tidak ikut serta?" Pinta Elena secara mendadak membuat lainnya terkejut terutama Bosnya.

"Tidak bisa!" Tolak Pak Bos mentah-mentah "Semua pelayan sudah menerima job mereka, termasuk kamu yang saya tugaskan menjadi pelayan disana."

Elena terdiam, dia sangat tidak bersemangat untuk mendatangi pesta itu. Namun dia hanya bisa pasrah tak dapat menolak, bagaimanapun juga dia butuh pekerjaan untuk membayar biaya kuliahnya. Tapi untuk mendatangi pesta itu... Sungguh di luar pemikirannya.

Pak Bos beserta Karyawan lainnya membubarkan diri untuk melanjutkan pekerjaan masing-masing. Hanya Nia yang belum pergi dan berdiri di samping Elena "Kenapa kamu tidak mau ikut? Padahal mending lihat pesta daripada di cafe terus." Tanyanya penasaran.

"Tidak apa-apa, hanya sedang banyak tugas saja." Balas Elena enggan berterus terang, lalu pergi meninggalkan Nia untuk menghindari sifat kepo rekannya itu.

Awan yang tadinya cerah telah berganti sedikit gelap lalu mulai makin gelap. Kini Elena sudah menyelesaikan shift kerjanya dan dia sedang dalam perjalanan menuju rumah dengan di antar Satya.

"Terimakasih." Ucap Elena singkat setelah mereka sampai di depan rumah sederhananya.

"Kamu kenapa?" Tanya Satya. Dia menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan sahabatnya itu. Selama perjalanan Satya memperhatikan Elena dari spion dan melihat gadis itu terdiam, melamun seperti sedang banyak pikiran.

"Aku baik-baik saja." Balasnya singkat namun tak mampu membuat Satya percaya "Besok aku berangkat kerja sendiri karena aku tidak ke cafe."

"Memang kemana?"

"Aku di tugaskan melayani tamu di pesta orang lain." Jelasnya singkat.

"Aku tetap bisa mengantarmu kesana." Tawar Satya

"Tidak. Aku berangkat sama Mba Nia, dia memintaku bareng menuju kesana." Tolaknya secara halus, tak ingin menyakiti Satya namun dia juga sudah berjanji pada Nia.

"Oke." Satya mencoba mengerti "Tapi kesananya sore kan? Maksudku kamu akan tetap ke kampus paginya?" Tanyanya dan mendapat anggukan kecil dari Elena.

Satya tersenyum "Aku akan menjemputmu besok, kita berangkat ke kampus bareng." Ucapnya seakan tak terbantahkan.

Belum sempat Elena menolak, Satya sudah lebih dulu mengucapkan perpisahan lalu menaiki motor sportnya "Tunggu aku besok." Ucapnya setelah memakai helm lalu melajukan motornya meninggakan pelataran rumah Elena.

Elena merasa Satya suka memaksa, namun dia tidak bisa menolaknya. Alhasil, dia hanya bisa terkekeh tak percaya jika Satya sudah memutuskan sesuatu "Dasar pemaksa."

"Assalamu'alaikum Bunda." Elena melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah sederhana yang memiliki dua kamar.

"Wa'alaikumsalam." Sahut seseorang dari arah dapur. Elena melangkahkan kakinya menuju sumber suara dan mendapati sang ibu sedang sibuk dengan sesuatu.

Elena menyalaminya sopan, mencium tangan Bundanya "Bunda belum tidur? Ini sudah malam." Dia sangat khawatir jika orang tersayangnya jatuh sakit karena terlalu over saat bekerja.

"Sebentar lagi selesai, tanggung ini pesanan buat besok."

"El bantu ya, biar Bunda cepat istirahat." Elena mencuci tangan lalu membantu memasukkan kue yang sudah jadi ke dalam toples yang sudah di siapkan.

Bunda Elena yang bernama Nayla tersenyum melihat putri semata wayangnya tumbuh menjadi gadis yang sangat baik serta sangat menyayanginya. Nayla juga tak tinggal diam, dia ikut memasukkan kue yang sudah jadi ke toples dan sesekali melirik ovennya yang sedang menyala untuk adonan terakhir.

"Bunda..."

Panggilan Elena membuat Nayla menoleh sekilas ke arahnya "Ya?" Lalu lanjut mengambil kue di dalam oven yang sudah matang.

"Apa Bunda masih memikirkannya?"

Sontak saja Nayla menghentikan aktifitasnya. Beruntungnya kue yang baru di angkatnya tidak terjatuh. Nayla tentu saja tahu apa maksud pertanyaan putrinya, dia terdiam bingung harus menjawab apa. Tidak memikirkannya? Itu membohongi hati kecilnya. Tapi jika bilang memikirkannya, dia tahu Putrinya itu pasti akan langsung marah tak terkendali.

Tak mendengar suara apapun yang keluar dari mulut Bundanya, namun Elena mengerti semua itu "Bunda terlalu baik, itu sebabnya Bunda dengan mudah di manipulasi olehnya. Bahkan Bunda tidak bisa melihat kesalahan yang dia lakukan, apa Bunda menganggap dia selalu benar?" Ucap Elena yang tak bisa menahan diri jika membahas sesuatu yang dia benci.

"Dia terpaksa." Lirih Nayla yang mampu di dengar putrinya.

Elena terkekeh pelan "Terpaksa?! Heh... Lucu sekali."

Nayla memberanikan diri menatap putrinya "El, apa yang terjadi diantara Bunda dan dia itu hanyalah masa lalu. Kamu harus melupakannya."

"Tidak bisa." Elena menggeleng cepat "Jangankan melupakannya, satu detik saja tidak akan pernah bisa."

"Artinya kamu yang memikirkan dia? Kamu merindukannya itu sebabnya kamu terus teringat dia." Ujar Nayla memberi pengertian.

"Bunda salah paham." Elena menarik nafasnya untuk mengendalikan gejolak di dalam hatinya "Aku memikirkannya, aku mengingatnya bukan karna merindukannya. Tapi untuk membencinya. Satu detik pun dalam hati aku, tidak ada kata selain benci sama dia." Ucapnya penuh penekanan.

Nayla sungguh tak menyangka, ternyata putrinya itu memiliki rasa benci yang teramat dalam. Padahal ia mulai mengikhlaskan semuanya, ia hanya ingin hidup bahagia dan tenang bersama putri kandungnya. Itu saja, tidak lebih.

"Maaf." Lirih Elena merasa sudah menyakiti hati Bundanya "El hanya tidak bisa tahan mendengar cemoohan, ejekan, hinaan semua orang pada Bunda, hati El sakit Bun." Elena menunjuk dada kirinya, merasakan sesak disana mengingat omongan dari semua orang.

"Selama bertahun-tahun, Bunda menderita. Bunda kehilangan masa depan Bunda yang dia rebut paksa. El... El tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya Bunda kala itu." Elena berhenti sejenak sebelum akhirnya kembali membuka suara "Jika bukan karna paman Bimo, pasti sampai detik ini El tidak akan tahu bagaimana kehidupan Bunda dulu."

Nayla mengalihkan pandangan, matanya mulai berkaca-kaca, air di dalam matanya itu siap untuk mengalir membasahi pipinya.

"Bunda menderita, sedangkan dia di atas sana menikmati kehidupannya sambil tertawa. Apa dia memikirkan Bunda? Apa ada rasa sedikit... Ya sedikit saja rasa bersalah dalam hatinya? Tidak Bun. Dia bukan manusia, itu sebabnya dia tidak memiliki rasa kemanusiaan." Elena berusaha memberi pengertian pada Bundanya, dia cukup kesal saat mendengar Bundanya membela sosok yang padahal sudah menghancurkannya.

"El..." Belum sempat Nayla berbicara, Elena sudah memotongnya lebih dulu.

"El tahu Bunda orang yang baik, sangat baik. Tapi..." Elena kembali menggantungkan ucapannya sejenak "El tidak sebaik Bunda."

Setelah mengatakan itu, Elena langsung pergi ke kamarnya karena memang sudah selesai membantu. Sedangkan Nayla masih terdiam, hatinya cukup sakit namun dia tahan.

Nayla sendiri tidak tahu kenapa hatinya terus mencintai sosok yang sudah menghancurkannya, ia tidak tahu. Inikah yang di namakan cinta buta?

Padahal Nayla sudah berusaha melupakan semua itu, dia bahkan pergi meninggalkan kota kelahirannya untuk memulai hidup baru bersama anak serta kakak laki-lakinya yang merupakan keluarga satu-satunya yang dia punya. Namun takdir tak memihaknya, kakaknya yang tiga tahun lalu ijin berangkat bekerja justru pulangnya hanya tinggal raga dan nama tanpa jiwa.

.

~Bersambung~

*-*-*-*-*-*-*-*-*

Jangan lupa LIKE, COMMENT, DAN VOTE YA GENGS~

LOVE YOU~

1
Nur Haswina
apa mungkin dia saudara kembar terpisah satu ikut mamanya satu lagi ikut papahnya
•🌻 𝓼𝓾𝓷𝓯𝓵𝓸𝔀𝓮𝓻𝓼 🌻•
yaa kukiri chatstory🥲
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!