Jati memutuskan berhenti bekerja sebagai Mafia misterius bernama Blood Moon. Organisasi bayangan dan terkenal kejahatannya dalam hal hal kekayaan di kota A.
Namun Jati justru dikejar dan dianggap pengkhianat Blood Moon. Meski Jati hanya menginginkan hidup lebih tenang tanpa bekerja dengan kelompok itu lagi justru menjadikannya sebagai buronan Blood Moon didunia bawah tanah.
Sekarang Jati menjalani hidup seperti orang normal seperti pada umumnya agar tidak berada dibayang bayang kelompok tempatnya mengabdi dulu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Apin Zen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengemis Palsu
Keesokan harinya.
Hari ini Jati memutuskan membuang harga dirinya sebagai bagian dari Mafia Blood Moon. Jati mencoba mencari keberuntungan di ibu kota ini dengan melamar pekerjaan.
Akan tetapi nihil sekali, sebagai seorang Mafia yang hidup dalam kekejaman. Jati cuma bermodalkan ijazah SMAnya saja, Itupun dia tidak lulus karena sering membolos sekolah.
"Bangsat, kalau begini caranya lebih baik aku kerja kasar saja?"
Jati mengeram marah dan frustasi.
Dia telah melamar pekerjaan dibanyak perusahaan, perkantoran, toko toko, bahkan restoran. Tetapi mereka cuma menerima ijazah minimal berpengalaman atau berpenampilan menarik bahkan dia harus diminta mengendalikan elemen alam agar bisa diterima bekerja.
"Prak"
Jati melempar ijazahnya kesembarang arah, lalu dia berbaring disofa tua, diruang tamu.
"Apa aku jadi pengemis saja ya? Itung itung mengelabui pasukan Blood Moon?"
Jati bangkit dengan penuh semangat.
Dia bergegas keluar rumah. Dengan raut wajah dibuat sesedih mungkin, dia bisa berharap mendapatkan uang untuk sekedar bertahan hidup.
Ditepian koridor jalanan.
"Pak, bu, kasihani saya"
Jati mengguncang guncangkan kaleng kosong kepada setiap pejalan kaki yang melintasinya.
"Saya belum makan tiga hari lebih, jika saya tidak makan saya bisa mati"
"Kasihani saya, pak, bu"
Beberapa orang tampak kasian melihat pengemis yang menyedihkan itu. Lalu mereka memberikan uang kepadanya, berharap bisa membantunya.
Jati dengan senang hati menerima rejeki hari ini.
"Gak apalah mantan Mafia jadi pengemis seperti ini?"
Jati kembali fokus mengemis ngemis dijalanan.
--
Ditempat lain.
Terlihat seorang wanita anggun dan dingin mengawasi jalanan sekitar. Matanya melirik ke berbagai tempat seolah mencari seseorang.
"Permisi, nona Liora"
Wanita itu menoleh kearah suara anak buahnya yang memanggilnya.
"Kami telah melakukan pencarian kepada tuan Jati berhari hari tetapi tidak membuahkan hasil sama sekali"
Jaylon, tangan kanannya menunduk hormat sembari melaporkan hasil pencarian kepada salah satu petinggi Blood Moon dari 9 keluarga Flower.
Liora memanggut mengerti, lalu dia berucap dingin.
"Kita akan mengejarnya hingga ke ujung dunia-- Jati adalah ancaman kita"
Atasan Blood Moon telah menganggap Jati sebagai ancaman serius. Dia telah keluar dari organisasi dan mereka takut identitas mereka bocor karena dia bisa saja bekerja sama dengan keluarga besar lainnya.
Liora mengerahkan pasukannya' Pasukan dari keluarga Semangi dengan tujuan memburu Jati.
"Baik, nona"
Jaylon mengangguk patuh lalu dia berdiri.
"Perintah anda adalah tugas saya"
Jaylon segera melakukan pencarian terhadap Jati, dia membawa banyak anak buah menyusuri padatnya kota ini.
Tersisa Liora sendirian disana.
"Kau tidak akan bisa selamat dari kematianmu, Jati Wiraya"
Liora memandang langit cerah dengan tajam.
Sebagai bagian dari keluarga Semanggi, keluarganya masih dibawah kekuatan Jati. Liora harus membalas kekalahannya kepada petinggi Mafia yang memutuskan berkhianat itu.
Lalu Liora segera menaiki mobil mewahnya, dia melajukan mobilnya meninggalkan tempat ini.
--
Hari semakin sore, Jati yang telah meraup banyak uang hasil mengemisnya... saat ini nongkrong di kedai Mbak Iren, si janda pirang yang kerap kali menjadi tempat tongkrongan preman jalanan.
"Permisi, saya mau pesan nasi kucing satu dibungkus saja"
Ucap Jati memesan makanannya dan dia menghemat uang untuk keperluan lainnya.
Wanita pemilik kedai itu menoleh kearahnya, lalu dia segera menyiapkan pesanannya.
"Eh, iya mas"
"Silahkan ditunggu dulu pesanannya"
Mbak Iren sedikit kagum kepada pengemis itu.
Meski tampangnya menyedihkan tetapi wajahnya terlihat tampan, sepertinya pria itu bukan asli orang kota ini.
Terbukti nada bicaranya seperti bukan bahasa kampungan seperti dirinya ini.
"Baik"
Jati paham, lalu dia memilih berdiri saja sesekali mengamati kedai ini.
"Monggo, orang mana mas?"
Tanya Iren sambil menyiapkan nasi kucing pesanannya.
Jati bingung menjawab apa.
"Saya orang America, saya nyasar kesini karena mencari teman saya yang hilang dikota ini"
Jati menjawab dengan alasan lain agar dia tidak dicurigai sebagai Mafia pensiun.
Bisa bahaya jika sampai satu orang pun tahu identitas aslinya. Bukan hanya Blood Moon, tetapi penjahat lainnya juga akan mengejarnya.
"Oh orang America, pantas saja tampan tapi kenapa masnya jadi pengemis ya?"
Iren mengangguk paham, tetapi dia masih bingung.
Mana ada bule menjadi pengemis, itu hal konyol yang pernah dia lihat seumur hidupnya.
Jati menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Bangsat, bule kan pada kaya raya jadi mana ada jadi pengemis?"
Dia terlalu gegabah membuat alasan hingga lupa menutupi kecurigaannya.
"Ya, begitulah"
"Saya ditinggal keluarga saya liburan, terus uang saya dirampas para preman, belum lagi aset saya habis terjual karena bingung menghubungi keluarga saya di America"
Iren mulai mengerti tentang bule pengemis itu.
"Gak usah panggil saya bule, saya disini sudah lama jadi saya bisa dibilang orang kota ini juga kan?"
Jati berusaha mencairkan pembicaraan agar Iren tidak terlalu menggali informasi pribadinya.
"Nggeh mas, saya cuma kasihan aja masnya"
Iren menggelengkan kepalanya saja melihat nasip sial bule itu apalagi sampai menjadi pengemis jalanan.
"Ah, saya sudah biasa seperti ini"
Jati sama sekali tidak memedulikan statusnya-- terpenting ialah dia bisa bebas dari dunia bawah tanah.
"Bagus, Bagus, wanita ini tidak mencurigaiku lebih lanjut"
Gumamnya didalam hati dengan nafas lega.
"Kalau boleh tahu, teman masnya orang mana? Siapa tahu orang sini, saya bisa bantu mencari teman masnya?"
Iren kembali bertanya lalu dia menyerahkan nasi kucing pesanannya kepada Jati.
Sontak Jati kalang kabut diberi pertanyaan seperti itu.
"Waduh, teman saya jauh dan bar bar sekali"
Jati berucap serius.
"Satu orang Mexico, satu orang Jepang, dan satunya dari Italia"
Iren memanggut manggut mendengar temannya itu ternyata orang orang jauh semua.
"Semoga ketemu ya mas sama temannya"
Harap Iren karena kasihan juga pria itu lontang lanting cuma mencari teman mana jauh jauh pula.
Jati tersenyum kecut mendengarnya.
"Terima kasih, saya juga berharap begitu"
Sahut Jati sambil mengambil pesanan nasi kucingnya.
"Saya pulang dulu, kasian kucing dirumah kelaparan, belum saya kasih makan"
Jati melenggang pergi dari kedai.
"Hati hati dijalan mas"
Iren mempersilahkannya, dia menatap punggung pria itu yang perlahan menghilang lalu kembali fokus pada kedainya.
"Jati, Jati"
Jati tertawa saja menanggapi kebohongan palsunya mengelabui Iren.
"Untung saja identitasku aman, kalau kebongkar bisa bahaya aku?"
Jati mengusap wajahnya dengan gusar. Pastinya banyak musuh musuh melacak keberadaannya, saat ini dia cuma bisa menyamar menjadi pengemis karena tidak mungkin dia solo squad menghadapi musuh sendirian saja.