Susan tak pernah menyangka dirinya di timpa begitu banyak masalah.
Kematian, menghianatan, dan perselingkuhan. Bagaiamana kah dia menghadapi ini semua?
Dua orang pria yang menemaninya bahkan menyulitkan hidupnya dengan kesepakatan-kesepatan yang gila!
Akan kah Susan dapat melewati masalah hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SabdaAhessa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 02
Pagi pun tiba. Susan membuka matanya perlahan, menengok ke sisi lain ranjang, mencari Peter. Namun sepertinya Peter belum pulang pagi itu.
Dia pun segera pergi mandi dan berganti pakaian. Memakai setelan rok berwarna biru langit membuat tubuhnya semakin bersinar. Setelan itu seakan senada dengan mata birunya yang menawan. Siapapun akan terkesima dengan kecantikan asli yang di miliki Susan. Tak jarang orang mengatakan Peter sangat beruntung memiliki Susan.
Setelah berganti pakaian dia segera keluar dari kamar dan meminta salah satu pengawal untuk menyiapkan mobil karena dia ingin segera menemui Dokter Joshua.
"Maaf Nyonya, tapi jika anda keluar mension sebelum Tuan Besar dan Tuan Peter datang, mereka pasti akan khawatir. Lagipula Nyonya juga belum sarapan bukan?" Kata pengawal itu.
Beberapa bulan terakhir, selama beberapa kali mereka di serang oleh mafia lain, ayah mertuanya memang melarang Susan untuk bepergian saat keadaan seperti ini. Dia sangat menyayangi Susan.
"Aku sedang mual dan aku ingin segera menemui Dokter Joshua. Aku akan menelpon mereka, jadi kau tidak perlu khawatir!" Kata Susan.
Dia berlalu pergi menuju halaman mension dan segera masuk mobil untuk menuju ke rumah sakit milik Dokter Joshua.
"Apakah masalah di Kota Tabalo belum selesai?" Tanya Susan pada pengawal yang duduk di depan. Dia di temani seorang pengawal dan supir di mobil itu.
Dan satu mobil lagi yang mengawal mereka dari belakang.
"Sudah Nyonya, Tuan Sanders dan Tuan Peter sedang dalam penerbangan kemari."
Susan hanya mengangguk-ngangguk paham. Selama perjalanan dia merasa pusing dan mual. Pengawal yang melihat wajah Susan pucat pun khawatir dan bertanya.
"Nyonya apakah anda baik-baik saja?" Tanyanya.
Susan hanya mengangguk dan memberi kode agar mempercepat mobilnya. Tak lama mereka sampai di rumah sakit milik Dokter Joshua. Susan segera turun dan langsung menuju ruangan Dokter Joshua.
Dokter Joshua langsung memapah Susan untuk duduk di atas ranjang rumah sakitnya.
"Aku merasa mual akhir-akhir ini, kepala ku pusing dan nafsu makan ku juga turun." Susan menjelaskan kondisinya.
"Apa kau telat datang bulan?" Tanya Dokter Joshua.
Susan berpikir sejenak. Dia tidak begitu ingat. Masih menimang-nimang untuk menjawab. "Entahlah, harusnya minggu minggu ini."
"Kenapa kau tidak meminta ku datang ke mension saja, kondisi mu cukup lemah, tekanan darah mu juga rendah." Kata Dokter Joshua sembari melepas tensimeter dari lengan Susan.
"Aku merasa jenuh dengan masalah akhir-akhir ini, jadi aku ingin keluar mension sebentar."
Joshua mengangguk. "Sepertinya Peter harus banyak belajar dari ayahnya."
"Apa kau bersedia untuk melakukan memeriksakan kehamilan?"
"Hah?" Sontak Susan kaget dengan pertanyaan Joshua.
"Ya, mungkin saja kan. Aku rasa kau hamil tapi untuk hasil yang akurat kita harus melakukan USG."
Susan mengangguk paham. Dokter Joshua memanggil asistennya untuk membawakan alat USG. Setelah asistennya datang dengan alat USG itu, dia membantu Susan untuk berbaring. Mengoleskan pasta bening di alat USG dan di perut Susan.
Untung saja Susan saat itu menggunakan setelan rok, sehingga hanya perlu menyingkap bajunya saja.
Dokter Joshua pun melakukan pemeriksaan. "Lihat, akhirnya penantian mu berakhir Susan. Peter dan Tuan Sanders pasti akan sangat bahagia!" Kata Joshua setelah gumpalan kecil terlihat di layar.
"Hah? Benarkah aku hamil?" Tanya Susan menutup mulutnya dengan mata membulat.
"Ya, ini sudah usia 5 minggu. Karena itulah kau merasa merasa pusing dan mual." Jawab Dokter Joshua.
Susan yang masih tak percaya hampir meneteskan air matanya. Dia terharu, dia berpikir akan menunggu sampai bertahun-tahun untuk memiliki seorang anak.
"Aku kira, aku akan hamil di usia tua." Ucapnya sambil melihat ke arah Dokter Joshua.
Joshua tertawa mendengar perkataan Susan. "Kau masih usia 24tahun Susan, Peter juga masih 25 tahun. Jikalau masih harus menunggu, kalian itu masih muda!"
"Ya, tapi sepertinya tuhan sudah mendengar doa ku."
Setelah melakukan pemeriksaan, Dokter Joshua menuliskan resep obat untuk Susan agar dia tidak pusing dan mual lagi.
Susan melihat jam tangannya, dia memperkirakan Peter akan pulang sekitar setengah jam lagi. Dia juga memutuskan untuk memberi kabar gembira itu secara langsung, karena dia ingin melihat ekspresi Peter dan ayah mertuanya.
Di dalam mobil Susan masih memandangi foto hasil USG. Dia tersenyum bahagia. "Kamu masih kecil sekali, nak. Ayah mu pasti bahagia dengan kehadiran mu, kami sudah menanti mu selama dua tahun." Ucap Susan sambil mengelus perutnya.
Tiba-tiba mobil melaju dengan begitu kencang. Membuat Susan terkejut begitu juga dengan pengawal dan supirnya.
"Apa yang kau lakukan!" Teriak pengawal itu pada sang supir.
"Saya tidak tau, Tuan. Remnya tidak berfungsi!" Jawab sang supir.
Sontak Susan dan pengawal membulatkan mata.
"Saya tidak menginjak gas, Tuan. Sepertinya mobil kita di sabotase!" Sambung sang supir lagi.
"Apa!!" Teriak Susan bebarengan dengan pengawal.
"Nyonya pasang sabuk pengaman anda!!" Perintah pengawal itu.
Sontak Susan gelagapan dan segera memasukkan hasil USG nya ke dalam tas dan langsung memasang sabuk pengaman. Mereka mulai panik. Susan juga melihat pengawal itu langsung menghubungi markas untuk meminta bantuan.
"Mobil ini seperti di kendalikan dari jauh, Tuan!" Sambung sang supir.
Susan memegangi perutnya, keningnya mulai berkeringat karena ketakukan, tangannya gemetaran.
Tiba-tiba mobil pengawal yang berada di belakang mobil mereka banting setir ke kiri hingga menabrak trotoar dan terbalik kencang.
DUARRR!!!!
Mobil itu langsung meledak seketika setelah berguling-guling dan menabrak sebuah pohon.
"Aahhh!!" Teriak Susan melihat mobil para pengawalnya meledak. "Cepat minta bantuan lagi!!" Perintah Susan.
Pengawal itu langsung membuka ponselnya, memencet serangkaian nomor dan segera menelpon.
Namun belum juga di angkat, pengawal itu di kagetkan dengan teriakan Susan.
"Awas trukkk!!!" Teriak Susan menunjuk sebuah truk yang terparkir di sisi jalan.
Pengawal dan supir itu pun langsung melihat ke arah yang di tunjuk Susan. Dan mobil ini benar benar di kendalikan dari jauh, mobil malah melaju lebih kencang dan mengarah ke arah truk yang terparkir.
Pengawal mencoba membuka pintu tapi hasilnya nihil. Pintu terkunci dan tidak dapat terbuka. Susan juga mencobanya, tapi hasilnya sama saja.
Sampai akhirnya mobil mereka sudah dekat dengan truk. Susan pun mulai pasrah, memegang perutnya dan memejamkan mata.
"Ya Tuhan, tolong selamatkan kami!" Batinnya.
Dan terjadilah tabrakan itu.
JENDUARRR!!!
Mobil menabrak truk dengan kecepatan tinggi hingga membuat bagian depan mobil ringsek dan rusak parah. Asap mulai mengebul dari kap mobil.
Susan sedikit membuka matanya. Pelipisnya mulai mengeluarkan darah karena terbentur kaca. Matanya mulai berkunang-kunang. Sedikit demi sedikit dia melihat pengawal dan supirnya. Mereka terhimpit mobil yang sudah ringsek, sudah bisa di pastikan mereka mati di tempat.
Dengan sakit yang terasa di sekujur badan, Susan mencoba membuka sabuk pengamannya. Namun tangan tangan kirinya terasa begitu sakit, hingga membuat Susan meringis kesakitan.
Dia juga mulai panik saat melihat asap semakin banyak.
"Ahh.. Tolong!!" Ucap Susan dengan menangis.
Lalu Susan mencoba membuka sabuk pengamannya lagi menggunakan tangan kanannya. Dengan susah payah akhirnya sabuk itu terlepas.
Dia mencoba membuka pintu mobil. Tapi itu masih terkunci. Susan mulai pasrah. Tangannya gemetaran karena sangking takutnya. Keringat sebiji jagung mulai bermunculan lagi di dahinya.
Saat Susan menutup mata karena pasrah. Sayup-sayup dia mendengar derap kaki yang berlarian menuju ke arah mobil.
Itu adalah bantuan yang di kirim dari markas mereka. Para pengawal langsung mencoba membuka pintu dengan berbagai cara. Susan merasa sedikit ada harapan baginya.
Namun, perutnya terasa begitu sakit. Sangat sakit, hingga badannya menegang karena menahan rasa sakit. Wajahnya semakin pucat.
Sedikit demi sedikit kesadarannya mulai hilang, sampai akhirnya dia merasakan ada sesuatu yang mengalir di antara kedua selangkangannya.
Susan menunduk dan melihat sedikit darah di roknya, saat itu juga dia syok dan akhirnya pingsan.