Aku sengaja menikahi gadis muda berumur 24 tahun untuk kujadikan istri sekaligus ART di rumahku. Aku mau semua urusan rumah, anak dan juga ibuku dia yang handle dengan nafkah ala kadarnya dan kami semua terima beres. Namun entah bagaimana, tiba-tiba istriku hilang bak ditelan bumi. Kini kehidupanku dan juga anak-anak semakin berantakan semenjak dia pergi. Lalu aku harus bagaimana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2
Siapa sebenarnya pria ini? Kenapa dia terus menatapku seperti itu? Apa ada yang salah dengan penampilanku? Hatiku terus saja bertanya-tanya.
"Maaf, saya--" Tiba-tiba saja ia melongos pergi begitu saja tanpa bicara denganku. Aku pun dibuat melongo olehnya. Siapa sih pria sombong itu?
Karena tak ada waktu, aku buru-buru masuk ke ruang rapat. Ternyata sudah berkumpul semuanya. Saat aku ingin masuk pandangan mata para petinggi melihatku yang baru saja masuk. Membuat hati ini terasa tidak enak.
Ditambah lagi suasana ruangan begitu sesak, terlebih lagi rapat ini begitu penting untuk perusahaan ini
"Ma... Maaf saya terlambat datang. Karena ada urusan mendesak yang harus saja kerjakan... Saya--"
"Langsung duduk saja, tidak usah kamu jelaskan alasan kamu terlambat untuk mengikuti rapat ini," potong atasanku membuat wajah ini memerah menahan malu.
Sialan, kalau saja bukan karena perbuatan Ratu. Mungkin hal ini tidak akan pernah terjadi.
Baru saja aku duduk dibangku yang sudah tersedia. Terlihat seorang pria yang baru saja masuk ke ruang rapat ini. Melihat pria itu membuat mata ini terbuka lebar.
"Loh, bukannya pria itu yang tadi aku tabrak ya?" gumamku dalam. hati. Bahkan tak sengaja mata kami saling bertemu. Ia pun langsung membuang muka begitu saja seolah-olah dirinya ini tak layak dilihat.
Sialan, siapa sih pria tengil itu? Gayanya sok berkuasa sekali. Kok bisa orang kayak gitu ikut rapat di perusahaan ini Apakah dia salah satu klien vendor di perusahaan ini Tapi anehnya Kenapa dia duduk di tengah-tengah para petinggi
Selama rapat berlangsung. Pikiranku terus saja berkelana Aku Masih memikirkan Ratu yang saat ini masih susah sekali untuk dihubungi, saking tidak fokusnya aku sampai ditegur oleh bosku karena tidak fokus dengan rapat ini.
"Kalau tidak fokus dengan rapat ini. Silakan pak Erlangga keluar dari ruang ini," tegur bosku membuatku merasa canggung dan tidak enak. "Kalau saya perhatikan, dari tadi Pak Erlangga selalu menunduk ke bawah meja dan memainkan ponsel. Apa ada hal penting yang mendesak?" tanyanya lagi membuatku semakin gugup. Apa yang harus aku jawab?
Tidak mungkin kan aku membicarakan masalah istriku yang tadi susah dihubungi.
"Maaf, pak. Saya hanya ingin menanyakan kabar istri saya saja. Maaf kalau membuat rapat ini terganggu oleh saya."
"Apa bapak mau keluar dulu dari rapat ini?" Aku menggeleng kepala.
"Tidak, pak. Saya tetap ikut rapat ini. Apalagi rapat ini begitu penting untuk saya."
"Kalau begitu fokus dan perhatikan apa yang disampaikan rapat ini."
"I... Iya, pak. Sekali lagi saya minta maaf." Akhirnya rapat pun dilanjutkan, biarlah masalah Ratu ditunda dulu. Akan aku urus saat sudah sampai rumah.
...****************...
Akhirnya jam kerja sudah berakhir, waktunya semua karyawan pulang ke rumah untuk beristirahat.
Aku sudah tidak sabar untuk bertemu Ratu dan memarahinya habis-habisan.
Setelah menghabiskan perjalananku di jalan. Aku pun sampai rumah dalam keadaan lelah. Walau pun aku lelah emosiku masih terus mengebu-gebu untuk mencaci maki Ratu karena sudah membuat pekerjaanku kacau.
"Papah!"teriak kedua anakku Clara dan Mira menghampiriku. "Pah, kami berdua lapar," rengeknya.
"Lapar? Memangnya kalian berdua belum makan?" tanyaku penasaran.
"Dari pulang sekolah sampai sekarang kita berdua belum makan, pah. Kita cuma makan buah sama cemilan yang ada di kulkas. Itu juga sisa stock kulkas tinggal sedikit." Dahiku semakin berkerut. Kok bisa si cemilan dan makanan di kulkas tinggal sedikit? Padahal setiap bulan aku selalu kasih Ratu jatah bulanan.
Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa stok makanan di kulkas sedikit, seharusnya bulan ini Ratu sudah menyetok makanan dan camilan untuk sebulan penuh.
Karena penasaran aku pun langsung mengecek keadaan kulkas. Dan benar saja saat pintu kulkas aku buka tidak ada makanan atau camilan yang biasa Ratu stok untuk sebulan.
"Bre**sek, semakin lama tingkah Ratu di luar nalar. Apa yang Ratu perbuat sampai kedua anakku kelaparan?"
"Pah, kita lapar. Tolong buatkan kita makan dong, perut kita berdua sakit," keluhnya.
kugaruk kepalaku yang tidak gatal, gimana cara aku masak untuk kedua anakku? Selama ini aku tidak pernah masuk dapur. Jangankan membuat makan, untuk membuat kopi saja Ratu yang turun tangan.
"Pah... Cepatan dong."
"I... Iya, papah akan buatkan kalian makan. Tunggu di meja makan ya."
"Hore... Akhirnya bisa makan."
Karena aku tidak bisa masak dan tidak tahu caranya, terpaksa aku meroggoh dompet untuk memesan makanan lewat online.
Sialan, seharusnya aku tidak mengeluarkan uang untuk beli makan. Gara-gara dia aku jadi. Keluar uang. Aku terus saja menggerutu dalam hati karena kesal dengan tingkah Ratu.
"Ngomong-ngomong mamah kalian belum pulang?" tanyaku penasaran, pasalnya terkahir aku liat saat pagi tadi. Tapi sampai sekarang dia belum pulang.
"Belum, pah. Makanya kita kelaparan gara-gara istri papah belum pulang ke sini," jawab Clara.
"Papah kayanya salah pilih istri, mentang-mentang kita berdua bukan anaknya. Istri papah bisa seenaknya."
"Papah juga heran dengan sikap mamah. Biasanya dia enggak pernah kaya gini."
"Kalau begitu papa pisah saja dari dia. Toh, dia enggak ada gunanya jadi istri papah."
"Kalau tidak ada mamah Ratu, terus siapa yang urus rumah, kalian berdua dan juga Eyang kalian? Sedangkan papah sibuk kerja dari pagi sampai malam."
"Kan ada ART, Pah. Kita sewa saja," ujar Mira memberi saran. "Papah, kan punya uang. Bisa dong sewa Art buat urus rumah sama Eyang. Terus bisa anter jemput kita berdua sekolah. Orangtua temanku juga pada sewa Art sama supir buat berangkat sekolah," lanjutnya.
Aku bingung harus jawab apa, walau pun aku bekerja dan ada uang setiap bulan. Bagiku sewa art cukup boros. Apalagi gaji mereka perbulan hampir menyentuh satu bulan umr di kota ini.
Itulah gunanya aku menikahi Ratu saat tahu ibunya terlilit hutang dan ia menawarkan anak gadisnya yang masih muda. Tapi dengan syarat aku harus ikut lunasi hutangnya setiap bulan kepada rentenir.
Kalau sewa art aku harus keluarkan uang hingga jutaan, belum lagi harus urus keperluan dia selama di rumah ini.
Sedangkan Ratu, cukup dikasih uang nafkah sebulan 200 ribu saja cukup. Tapi sudah bisa membuat rumah ini bersih dan rapi. Keperluan ibuku dan juga anakku terjamin. Uang gajiku pun utuh dan bisa kuberikan kepada Megan.
Aku sudah janji dengan Megan, wanita yang kini menjadi kekasih selama aku menikah dengan Ratu tanpa diketahui olehnya. Untuk dibelikan perhiasan.
...****************...
Jam sudah menunjukan pukul 11 malam, Ratu belum juga pulang ke rumah. Anehnya ponselnya aktif tapi dia enggan menjawab panggilanku. Bahkan tak satu pesan pun ia balas.
Kemana dia pergi?