Pertempuran sengit di hutan Daintree menjadi titik balik dalam perburuan harta karun misterius. Bernard dan timnya terjebak dalam wilayah musuh yang menyamar sebagai suku pedalaman. Pertarungan demi pertarungan membuat mereka harus memilih antara bertahan hidup atau menjadi korban dari permainan berbahaya ini.
Kini, badai sesungguhnya mulai datang. Musuh bukan lagi sekadar kelompok bersenjata biasa—tapi sebuah kekuatan tersembunyi yang bergerak di balik layar, mengintai setiap langkah Bernard dan sekutunya. Hujan, malam, dan hutan gelap menjadi saksi pertarungan antara nyawa dan ambisi.
Sementara Bernard berjuang sendirian dalam keadaan terluka, Garrick dan tim bergerak semakin dekat, menghadapi ancaman yang tak lagi sekadar bayangan. Di sisi lain, Pedro menyusup ke dalam lingkaran musuh besar—mendekati pusat rencana penyerangan terhadap Alexander dan kekuatan besar lainnya.
Apakah Bernard dan timnya akan berhasil keluar dari hutan maut itu? Atau justru badai dendam dan ambisi akan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
"Pengkhianatan akan selalu membayangi kepercayaan sampai kapan pun. Aku hanya memberikan satu kali kepercayaanku pada orang lain," ujar Pedro.
Hugh dan Hank saling menatap satu sama lain, sedang Hugo mengamati Pedro lekat-lekat.
"Kau orang yang sangat menarik, Pedro. Aku semakin menyukaimu. Aku harap kita bisa bekerja sama dengan baik," ucap Hugo, "kau boleh kembali ke tempatmu. Aku akan memanggilmu ketika aku membutuhkanmu."
"Baik, Tuan." Pedro berdiri dari kursi, membungkuk sebelum meninggalkan ruangan.
Hugo, Hugh, Hector, dan Hank menatap kepergian Pedro sampai pria itu menghilang dari ruangan dan pintu kembali tertutup.
Hugh menekan sebuah tombol dan pintu segera terkunci rapat. Sebuah layar cukup besar menunjukkan Pedro tengah berjalan di koridor.
"Tidak ada perubahan apapun pada Pedro setelah memakan makanannya. Dia tampak tenang dan berkata jujur." Hugh menatap Pedro yang kini menuruni tangga.
"Kita harus tetap mewaspadai dia." Hank tersenyum tipis, melirik Hector sekilas. "Kita juga harus mewaspadai semua orang, termasuk diri kita sendiri. Pengkhianat bisa muncul dari siapa saja."
"Lalu kenapa tatapanmu mengarah padaku, Hank?" tanya Hector dengan nada dingin.
"Kau terlalu sensitif, Tuan Hector. Ketika aku berbicara barusan, aku juga menatap kakek dan ayahku."
"Cukup sampai di sini." Hugo menggebrak meja, menatap Hector dan Hank bersamaan. "Jangan membuat hubungan kerjasama ini retak dan hancur karena kecurigaan di antara kalian."
Hugo menatap Hector dan Hank bergantian, terdiam agak lama. Ia sudah mengetahui perselisihan di antara mereka hanya dengan melihat tatapan mereka satu sama lain. "Hank, aku mempercayai Hector sebagai bawahan setiaku meski dia sempat berputar haluan. Dia melakukannya dengan terpaksa dan dia sudah membuktikan kesungguhannya. Aku tidak mungkin berada di depanmu jika bukan karena dia."
"Maafkan aku, Kakek. Aku tidak bisa melupakan jasa Hector padaku." Hank menunduk sesaat, mengepalkan tangan erat-erat, tersenyum. Ia tetap tidak bisa mempercayai Hector sampai kapan pun, terlepas kakek dan ayahnya memintanya untuk percaya.
"Kita akan fokus pada rencana kita sekarang. Hal pertama yang harus kita bahas adalah mengenai waktu penyerangan ke kediaman Alexander. Waktu penyerangan ini menjadi sangat penting untuk kesuksesan penyerangan yang sudah kita susun. Setelah membaca situasi, aku menyarankan untuk melakukan penyerangan sebulan lagi," kata Hugo.
"Satu bulan lagi?" Hugh, Hector, Hank terkejut.
"Bukankah itu terlalu cepat, Ayah?" Hugh bertanya.
"Aku juga berpikir hal yang sama, Jendral." Waktu satu bulan terlalu cepat untuk melakukan penyerangan. Beberapa musuh Alexander memang pernah berhasil menerobos kediaman Alexander, tapi aku yakin jika hal itu akan sulit terulang sekarang. Pengamanan pastinya menjadi berkali-kali lipat lebih ketat dari sebelumnya," sahut Hector.
Hank bersandar pada kursi, melirik Hector. Ia harus mengakui jika pria itu cerdas dan terampil. Akan tetapi, ia tetap saja tidak menyukainya bahkan sampai detik ini.
"Kita tidak akan hanya membuat kerusuhan di Royaltown sebagai ibukota negara, tapi kita juga akan membuat kerusuhan merata di seluruh kota di Vistoria. Selain itu, kita juga akan membuat kerusuhan di perbatasan negara. Kerusuhan akan ditujukan untuk menggulingkan Luka, lalu berganti dengan peperangan antara aparat pemerintah dam rakyat." Hugo tersenyum. "Bukankah mata-mata kita di berbagai sektor pemerintahan sudah siap menerima perintah dari kita?"
"Ya, itu memang benar, Ayah."
"Kau terdengar ragu dan ketakutan, Hugh. Apa kau ingin membatalkan penyerangan ini?"
"Tentu saja tidak, Ayah." Hugh terdiam agak lama.
"Untuk memastikan persiapan rencana ini, kalian bertiga harus bisa memastikannya untukku. Kalian juga masih memiliki waktu untuk menambah sekutu. Waktu dua minggu cukup lama untuk bisa merekrut satu, dua, tiga bahkan empat sekutu. Bukankah ada Pedro di pihak kita?"
Hugh, Hector, dan Hank masih agak ragu dengan keputusan ini.
Hugo tertawa. "Aku tahu kalau kalian masih ragu dengan keputusanku. Bagaimanapun juga kita tidak memiliki banyak kesempatan sekarang. Cepat atau lambat, Alexander akan mengetahui rencana kita. Dia bisa melakukan apapun untuk menghancurkan kita."
Hugo berjalan menuju jendela, membuka tirai. Ia melihat Pedro berada di halaman belakang seorang diri. "Aku juga tidak memiliki kesempatan lagi. Selain polisi akan mengetahui jika sosok yang berada dalam penjara bukanlah aku, aku juga tidak memiliki usia yang mungkin tidak akan bertahan lama."
Hugo berbalik, menatap Hugh, Hector, dan Hank, tersenyum bengis. "Kalian harus menghancurkan Alexander, Luka, dan seluruh sekutu mereka sebelum aku mati. Itulah permintaanku."
Hugo tertawa. "Jadi, apa pilihan kalian?"
Sementara itu, Pedro tengah memandangi lampu taman yang tengah dikelilingi oleh serangga malam. Rerumputan tampak basah.
Pedro melihat darahnya yang mengering di salah satu jari, bergumam, "Mereka berniat mengorek informasi dariku. Aku tidak mudah membocorkan siapa aku sebenarnya, terlebih pada musuh."
Pedro terdiam ketika merasa beberapa orang mendekatinya. Ketika melirik ke belakang, ia mendapati kesembilan orang pengawal utama yang sudah ia kalahkan berada tidak jauh darinya.
"Apa yang kalian inginkan dariku? Apa kalian akan menghajarku seperti siang tadi?" Pedro bertanya sambil berbalik.
Salah satu dari sembilan pria itu mendekat, menoleh pada rekan-rekannya sesaat. "Kami datang bukan untuk membuat keributan denganmu. Kami datang untuk mengakui kehebatanmu, Pedro. Kau mendapat kepercayaan dari kami semua."
"Sejujurnya, aku tidak membutuhkan pengakuan kalian dan kepercayaan kalian." Pedro menatap kesembilan orang yang tambak babak belur. "Tapi, aku menghargai tindakan kalian. Lakukan apapun yang kalian inginkan selama hal itu tidak menggangguku."
Pedro menatap ruangan dimana Hugo, Hugh, Hector, dan Hank tengah berbincang. Ketika menoleh pada kesembilan pria di dekatnya, ia mulai mengerti kenapa mereka mendekat ke arahnya. Mereka sepertinya tahu jika mereka hanyalah alat yang bisa dengan mudah disingkirkan oleh keempat orang itu, pikirnya.
Pedro berbalik, menatap lampu taman tanpa serangga malam. "Aku harus segera mengirim pesan secepatnya."
Sementara itu, Bernard masih berada di lokasi persembunyiannya. Hujan masih mengguyur hutan Daintree dengan petir, guntur, angin serta kilat. Suasana hutan tampak mencekam, terlebih suara lolongan anjing hutan, burung hantu, dan hewan lainnya sesekali terdengar.
Bernard mulai merasakan kantuk, tetapi di saat yang sama ia harus sepenuhnya terjadi karena musuh bisa saja menyerang kapan dan di mana saja.
Bernard mengawasi sekeliling dengan waspada, menahan kantuk dengan beberapa kali mencubit paha. Tubuhnya sudah nyaris mencapai batas.
Di saat yang sama, para pria berpakaian suku pedalaman tengah mengelilingi beberapa titik hutan untuk mencari penyusup yang memasuki kawasan kekuasaan mereka.
Anjing tiba-tiba menggonggong keras seraya berlari ke arah persembunyian Bernard. Empat orang pria berpakaian suku pedalaman segera berlari dan bersiap dengan tombak dan senjata mereka.
"Gawat," gumam Bernard saat menyadari kedatangan mereka.
Semakin seru..
Tiap episode perburuan harta karun membuat penasaran..
Bravo Thor.