Revana Arnelita...tidak ada niatan menjadi istri simpanan dari Pimpinannya di Kantor. namun kondisi keluarganya yang mempunyai hutang banyak, dan Ayahnya yang sakit-sakitan, membuat Revana menerima tawaran menjadi istri simpanan dari Adrian Wijaksana, lelaki berusia hampir 40 tahun itu, sudah mempunyai istri dan dua anak. namun selama 17 tahun pernikahanya, Adrian tidak pernah mendapatkan perhatian dari istrinya.
melihat sikap Revana yang selalu detail memperhatikan dan melayaninya di kantor, membuat Adrian tertarik menjadikannya istri simpanan. konflik mulai bermunculan ketika Adrian benar-benar menaruh hatinya penuh pada Revana. akankah Revana bertahan menjadi istri simpanan Adrian, atau malah Revana menyerah di tengah jalan, dengan segala dampak kehidupan yang lumayan menguras tenaga dan airmatanya. ?
baca kisah Revana selanjutnya...semoga pembaca suka 🫶🫰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fauzi rema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Bab 2.
..."Saya janji, Revana. Saya tidak akan melakukan apa pun yang membuatmu tidak nyaman. Saya hanya ingin kamu menemani saya."...
Rapat akhirnya selesai. Adrian menghela napas lega, namun pikirannya masih dipenuhi dengan bayangan Revana. Ia membereskan berkas-berkasnya dan bersiap untuk kembali ke ruangannya.
Tiba-tiba, Revana menghampirinya dengan wajah cemas. Adrian bisa merasakan ada sesuatu yang sedang mengganggu pikiran gadis itu.
Di saat yang sama, Revana menerima pesan dari ibunya yang memintanya segera datang ke rumah sakit untuk mengurus biaya administrasi ayahnya. Revana panik. Ia tahu, tabungannya tidak cukup untuk menutupi semua biaya pengobatan.
Dengan berat hati, Revana memberanikan diri untuk menemui Anton, berharap bisa meminjam sejumlah uang dari kantor. Namun, jawaban Anton membuatnya semakin dilema.
Ketika masuk ke ruangan Anton, Revana langsung duduk menghadap.
"Ada apa Rev ?" tanya Anton sembari sibuk membuka beberapa file dokumen di mejanya.
"Pak Anton, maaf mengganggu. Saya mau tanya, apa ada fasilitas pinjaman uang di kantor?" ucap Revana dengan nada cemas.
Anton menghentikan aktifitasnya, ia mengangkat alis. "Pinjaman uang? Untuk apa, Revana?" tanyanya penasaran.
Revana menunduk. "Ayah saya harus segera dioperasi, Pak. Tapi, saya kekurangan biaya."
Anton berpikir sejenak. "Hmm, biasanya sih ada. Tapi, prosesnya agak lama dan ribet. Kenapa kamu tidak coba minta bantuan langsung ke Pak Adrian saja?"
Revana terkejut. "Minta bantuan ke Pak Adrian? Tapi, saya tidak enak, Pak."
Anton menghela nafasnya kecil.
"Ayolah, Revana. Pak Adrian itu orangnya baik. Apalagi, kamu kan sekretarisnya. Pasti dia mau bantu. Lagipula, ini kan demi ayahmu."
"Tapi..." Revana menatap ragu.
"Sudahlah Rev, jangan ragu. Coba saja dulu. Siapa tahu dia mau bantu. Kalau tidak, baru kita pikirkan cara lain."
Revana mengigit bibirnya. Ia tahu, Anton benar. Tidak ada pilihan lain. Ia harus memberanikan diri untuk meminta bantuan pada Adrian. Meskipun ia merasa sangat tidak enak dan takut akan penolakan. Tapi, demi ayahnya, ia harus melakukan apa saja.
"Baik Pak, akan saya coba." Revana mengangguk samar, lalu dia undur diri keluar dari ruangan Anton.
Anton menatap punggung Revana yang menjauh, ia tersenyum penuh arti.
...☘️☘️...
Dengan langkah berat, Revana berjalan menuju ruangan Adrian. Jantungnya berdegup kencang, bercampur antara harapan dan kecemasan. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum mengetuk pintu.
"Permisi, Pak. Apa saya boleh masuk?" seru Revana dengan suara pelan.
"Masuk." jawab Adrian dari dalam.
Revana membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan Adrian. Pria itu sedang duduk di kursinya, menatap layar komputer dengan serius.
Revana berdiri dengan canggung di depan meja Adrian. "Maaf mengganggu, Pak. Saya mau... minta tolong."
Adrian mengangkat wajah, menatap Revana dengan tatapan lembut. "Ada apa, Revana? Katakan saja."
Revana menunduk, memainkan jari-jarinya. "Begini, Pak... Ayah saya harus segera dioperasi. Tapi, saya kekurangan biaya. Tadi saya sudah tanya ke Pak Anton, tapi beliau menyarankan saya untuk minta bantuan ke Bapak."
Adrian terdiam sejenak, lalu mengangguk samar. "Berapa biaya yang kamu butuhkan?"
"Saya... butuh sekitar lima puluh juta, Pak." jawab Revana dengan ragu.
Adrian terkejut mendengar angka itu. Lima puluh juta bukanlah jumlah yang kecil. Namun, ia bisa melihat kesungguhan dan keputusasaan di mata Revana.
Adrian berdiri dari kursinya, berjalan mendekati Revana. "Revana, saya akan bantu. Tapi, ada satu syarat."
Revana mengangkat wajah, menatap Adrian dengan bingung. "Syarat? Syarat apa, Pak?"
Adrian menatap Revana dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada sesuatu yang berkilat di matanya, sesuatu yang membuat Revana merasa tidak nyaman.
"Kamu harus jadi milik saya." ucap Adrian dengan suara rendah.
Revana terkejut mendengar perkataan Adrian. Ia tidak percaya, pria yang selama ini ia kagumi ternyata memiliki sisi gelap seperti ini.
"Apa... apa maksud Bapak?" suara Revana bergetar.
Adrian mendekat, meraih tangan Revana. "Saya menginginkanmu, Revana. Jika kamu mau menjadi milik saya, saya akan memberikan apa pun yang kamu inginkan."
Revana menarik tangannya dengan kasar. Ia mendadak kesal dengan Adrian. Pria itu telah memanfaatkan kesulitannya untuk mendapatkan dirinya.
"Bapak keterlaluan! Saya tidak menyangka Bapak bisa seperti ini! Saya tidak akan pernah menjual diri saya demi uang!" ucap Revana dengan nada marah.
Revana berbalik dan berjalan cepat menuju pintu. Air matanya seketika berlinang. Ia merasa hancur dan kecewa. Pria yang selama ini ia hormati, ternyata hanya seorang pria hidung belang yang memanfaatkan kekuasaannya untuk mendapatkan wanita.
Belum sempat Revana benar-benar keluar dari ruangan Adrian, ponselnya kembali berdering. Nama ibunya tertera di layar. Revana tahu, panggilan ini pasti tentang kondisi ayahnya yang semakin memburuk.
Dengan ragu, Revana membalikkan badannya. Ia menatap Adrian yang masih berdiri mematung di tempatnya. Air mata masih mengalir di pipinya, namun ada tekad yang kuat di matanya.
"Tunggu, Pak. Apa maksud Bapak dengan 'menjadi milik Bapak'?"
Adrian terkejut melihat Revana kembali. Ia bisa melihat keraguan dan keputusasaan di mata gadis itu.
Adrian menghela napas, mencoba menjelaskan. "Revana, saya tahu ini berat untukmu. Tapi, saya benar-benar menyukaimu. Saya ingin kamu menjadi bagian dari hidup saya."
Revana menatap Adrian, dengan tatapan menyelidik. "Apakah itu berarti... saya harus menjadi simpanan Bapak? Menjadi wanita yang Bapak sembunyikan dari istri Bapak?"
Adrian terdiam. Ia tidak menyangka Revana akan bertanya sejujur itu.
"Saya... tidak tahu. Saya hanya ingin kamu ada di dekat saya. Saya akan membahagiakan kamu." jawab Adrian lirih, ucapan Anton tadi pagi benar-benar sudah mempengaruhinya.
Revana tertawa sinis. "Membahagiakan saya dengan cara menghancurkan hidup saya? Dengan cara membuat saya menjadi wanita murahan yang dibenci oleh semua orang?"
Adrian menunduk, merasa bersalah. "Tidak, Revana. Saya tidak ingin seperti itu. Saya hanya... bingung. Saya tidak tahu bagaimana cara yang tepat untuk mengungkapkan apa yang saya mau."
Revana menghapus air matanya, mencoba tegar. "Pak, saya menghargai perasaan Bapak. Tapi, saya tidak bisa menerima tawaran ini. Saya tidak ingin menjadi orang ketiga dalam pernikahan Bapak. Saya juga tidak ingin mengkhianati diri saya sendiri."
Adrian mengangkat wajah, menatap Revana dengan penuh harap. "Lalu, apa yang harus saya lakukan? Apa yang bisa saya lakukan untuk membantumu?"
"Bantu saya menyelamatkan ayah saya, Pak. Pinjamkan saya uang itu. Saya janji, saya akan mengembalikannya secepat mungkin. Saya akan bekerja lebih keras lagi. Saya akan melakukan apa saja." ucap Revana dengan memohon.
Adrian terdiam sejenak. Ia bisa melihat ketulusan di mata Revana. Ia tahu, gadis itu benar-benar membutuhkan bantuannya.
"Revana, saya akan bantu. Tapi, tetap ada satu syarat." ucap Adrian dengan suara rendah.
Revana menatap Adrian dengan bingung. "Apa ada Syarat yang lebih masuk akal, Pak?"
Adrian menatap Revana dengan tatapan yang sulit diartikan. "Saya ingin kamu menemani saya setiap saat ketika saya sedang di luar rumah. Itu saja."
Revana terkejut "Maksud Bapak? Menemani Bapak ke mana?"
"Ke acara bisnis, makan malam dengan kolega, atau sekadar jalan-jalan. Saya ingin kamu selalu ada di samping saya." jawab Adrian menjelaskan.
Revana masih bingung dan ragu. "Tapi, Pak... kenapa harus saya? Bukankah Bapak punya istri?"
Adrian menghela napas. "Saya tidak bisa menjelaskannya sekarang. Yang jelas, saya membutuhkanmu. Saya merasa nyaman saat bersamamu."
Revana menatap dengan nada curiga. "Apakah ini cara Bapak untuk menjadikan saya sebagai pengganti istri Bapak?"
Adrian terdiam sejenak. "Bukan begitu, Revana. Saya hanya ingin kamu menjadi teman saya. Seseorang yang bisa saya ajak bicara dan berbagi cerita."
lagi-lagi Revana menatap Adrian dengan tatapan menyelidik. "Apakah Bapak yakin hanya itu?"
Adrian menatap Revana dengan serius. "Saya janji, Revana. Saya tidak akan melakukan apa pun yang membuatmu tidak nyaman. Saya hanya ingin kamu menemani saya."
Revana mengigit bibirnya, berpikir keras. "Saya... tidak tahu, Pak. Saya perlu waktu untuk memikirkannya."
Adrian mengangguk "Saya mengerti. Tapi, ingatlah, Revana. Ayahmu membutuhkan operasi secepatnya. Waktu kita tidak banyak."
...☘️☘️☘️...