Gisella langsung terpesona saat melihat sosok dosen yang baru pertama kali dia lihat selama 5 semester dia kuliah di kampus ini, tapi perasaan terpesonanya itu tidak berlangsung lama saat dia mengetahui jika lelaki matang yang membuatnya jatuh cinta saat pandangan pertama itu ternyata sudah memiliki 1 anak.
Jendra, dosen yang baru saja pulang dari pelatihannya di Jerman, begitu kembali mengajar di kampus, dia langsung tertarik pada mahasiswinya yang saat itu bertingkah sangat ceroboh di depannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Malam ini Gisella sedang berkumpul bersama dengan teman-temannya, daripada gabut di rumah, dia mending pergi keluar, lagipula ini malam minggu.
Jadi, daripada terlihat seperti jomblo ngenes, Gisella memilih untuk ikut kumpul dengan teman-temannya di sebuah kafe. Di tengah kegiatan mereka yang sedang mengobrol, ponsel milik Gisella beberapa kali berbunyi.
Sebenarnya jika sedang tidak berkumpul, Gisella bisa saja langsung mengeceknya, tapi karena dia sedang berkumpul dengan teman-temannya, dia tidak langsung melakukan hal itu.
Jadi, Gisella dan juga teman-temannya memang sudah sepakat untuk tidak menyentuh ponsel saat sedang berkumpul seperti ini agar mereka bisa mengobrol dan saling berbaur, bukan malah sibuk sendiri-sendiri dengan ponselnya.
“Hp gua bunyi terus nih, boleh gua buka gak?” Tanya Gisella meminta persetujuan dari teman-temannya.
“Gebetan lo ya, Sell?” Tebak Dinda yang ada di sebelahnya.
“Mata lo gebetan, mana ada gua punya gebetan.” Balas Gisella dengan sewot.
“Lah, terus si itu siapa sih namanya gua lupa yang sering maen ke rumahnya Maudy? Malik bukan sih namanya?”
Jika kalian bingung bagaimana Dinda bisa mengetahuinya, itu karena Dinda itu saudara sepupunya Maudy. Diantara teman-temannya yang lain, Dinda memilih untuk tidak lanjut kuliah dan langsung terjun ke dunia kerja.
Kebetulan saat itu dia sempat kerja di kantor yang tidak jauh dari kampus Gisella, maka dari itu Dinda sempat tinggal bersama dengan Gisella dan Maudy. Dan selama tinggal bersama, Gisella dan Dinda menjadi teman satu kamar karena Maudy memilih untuk tidur sendiri.
Saat masih jadi mahasiswa baru, Malik cukup sering main ke rumah Maudy untuk antar jemput Gisella karena saat itu Gisella belum diperbolehkan untuk mengendarai motor sendiri.
Selain antar jemput, lelaki itu juga sering main ke rumah Maudy dengan membawa makanan. Karena Malik tipe orang yang gampang akrab dengan orang lain, maka dari itulah Dinda bisa kenal dengan Malik, karena sifat mereka berdua yang hampir sama, sama-sama friendly.
Sekedar kenalan aja tentu gak cukup, mereka juga sempet tukeran kontak dan saling follow akun instagram dan dari situlah Maudy mulai tertarik pada Malik.
Kalau dipikir-pikir seharusnya Dinda yang tertarik sama Malik, karena mereka berdua yang tukeran kontak, eh ternyata malah Maudy yang tertarik pada lelaki itu.
Kalau Gisella tentu saja awalnya hanya menganggap Malik sebagai temannya, tapi karena teman-temannya yang lain yaitu Leon, Juna dan Dika yang selalu meledekinya dan Malik, membuat Gisella lama-lama menjadi salah tingkah dan mulai terbawa perasaan.
“Malik cuma temen gua doang kali, Din.” Perempuan itu mengelak, ya walaupun memang itu kenyataannya.
“Temen apa demen nih?” Kali ini Siren yang menyahut.
“Temen doang, iyakan Mau?” Gisella meminta validasi dari Maudy agar bisa membantunya dalam situasi seperti ini.
“Nggak tau.” Balas Maudy dengan singkat.
“Belain gua kek anjir.” Gisella merasa kesal karena Maudy tidak membantunya.
“Tapi kan gua emang kagak tau Gisella.”
Gisella di tempatnya menahan rasa gemas ingin mencubit ginjal Maudy, dia geram dengan Maudy yang seakan tidak tahu apa-apa yang menyangkut soal Malik. Padahal kalau mereka sedang berduaan, Maudy selalu menanyakan soal lelaki itu.
Terkadang Gisella sampai merasa malas sendiri kalau Maudy mulai menyerangnya dengan berbagai pertanyaan saat dirinya baru saja pulang dari kampus atau Maudy yang tiba-tiba menelpon saat dirinya sedang berkumpul dengan teman-teman kampusnya hanya untuk sekedar menanyakan soal Malik.
“Jadi gimana nih, gua boleh buka hp gua gak?” Gisella kembali pada pertanyaan awalnya.
“Buka aja, Sell.” Ucap Dinda dengan senyum menggoda. “Takut si Malik itu nunggu lo kelamaan.”
“Apaan sih, Din.” Gisella memutar bola matanya malas mendengar ucapan Dinda, lalu dia membuka ponselnya dan membiarkan teman-temannya kembali mengobrol.
“Ihh apaan sih ini anjir!” Gisella mengumpat begitu membaca pesan yang ada di group bimbingannya.
“Kenapa sih lo, Sell?” Hellen yang daritadi diam di sama bertanya saat Gisella tiba-tiba mengumpat.
“Masalah kuliah.” Jawab Gisella.
Dia mendapat kabar jika Pak Hendra, yaitu dosen PA-nya ternyata sudah berhenti bertugas atau pensiun mulai besok. Gisella juga disuruh untuk segera mencari dosen PA pengganti nantinya.
Gisella benar-benar kecewa kenapa Pak Hendra harus pensiun saat ini, padahal Gisella sudah nyaman dengan dosen PA-nya itu, karena Pak Hendra adalah dosen dan baik dan jarang merepotkan mahasiswinya.
Biasanya teman-temannya yang lain akan mengeluh karena chat mereka tidak pernah dibalas oleh dosen pembimbingnya, Gisella malah kebalikannya, Pak Hendra itu selalu cepat merespon chat darinya, bahkan dosennya itu yang lebih dulu mengirim chat pada Gisella.
Pak Hendra sering mengingatkannya jika ada sesuatu yang harus dia kerjakan, bahkan beliau sampai mengingatkan soal pembayaran UKT semesternya dan mengatakan untuk tidak sungkan berbicara padanya jika mengalami kendala atau kesulitan.
Sangat banyak kebaikan Pak Hendra yang tidak bisa Gisella ceritakan satu persatu, bahkan Gisella pernah mendengar jika Pak Hendra pernah senior Gisella yang memiliki kendala dalam pembayaran UKT, beliau dengan sukarela memberikan uang untuk membayar uang semesteran mahasiswanya itu.
“Males banget deh gua.” Gisella berbicara sendiri seraya meletakan dengan asal ponsel miliknya ke atas meja.
“Kenapa lagi sih, Sell? Si Malik udah punya pacar?” Dinda malah lagi-lagi bertanya soal Malik yang membuat Gisella sebal.
“Bukan, dosen PA gua ganti. Jadi besok gua harus cepet-cepet balik ke rumah Maudy gua nya.”
“Kalo lo kapan balik, Mau?” Siren bertanya pada Maudy yang ada di sebelah Gisella.
“Gua masuk kuliah masih dua minggu lagi, masih lama.”
Sekedar informasi jika Maudy itu kuliah di kampus swasta, sedangkan Gisella kuliah di kampus negeri. Berbeda dengan Gisella dan Maudy yang memilih untuk kuliah di luar kota, Siren dan Hellan berkuliah di dalam kota, tidak jauh dari rumah mereka.
Kampus swasta memang lebih enak karena biasanya kampus negeri sudah masuk setelah libur semester, swasta masih memiliki waktu libur.
“Yahh, berarti sendirian doang gua.” Ucap Gisella begitu mengetahui jika Maudy masuk kuliah masih dua minggu lagi.
“Lo ajak ukhti nginep aja di rumah kalo lo takut sendirian.” Ucap Maudy.
Lantas mendengar ucapan teman satu rumahnya itu membuat Gisella menolehkan kepala ke arah Maudy. “Emang boleh?” Pertanyaan Gisella itu dibalas dengan sebuah anggukan oleh Maudy.
Ukhti itu adalah teman SMP mereka dulu, tapi mereka masih berteman sampai sekarang, walaupun memang tidak sedekat dulu. Jika dengan Gisella, Ukhti dan Gisella masih cukup dekat, mereka sering main bersama dan bahkan saking seringnya bersama, beberapa orang pernah mengira mereka anak kembar.
Sebenarnya nama Ukhti itu bukan Ukhti, itu hanya sekedar panggilan yang dibuat oleh Gisella dan diikuti oleh teman-temannya yang lain karena dia memakai kerudung, nama aslinya adalah Fika.
“Ya udah kalo gitu nanti gua telepon si Ukhti.” Ucap Gisella.
***
“Gua baru tau kalo ternyata Pak Sean ternyata kaprodi.” Gisella mengucapkan satu fakta yang baru dia tahu.
Saat ini Gisella dan juga keempat temannya sedang berkumpul di salah satu kedai kopi yang tidak jauh dari kampus mereka.
“Pak Sean baru diangkat jadi kaprodi soalnya Pak Nino udah naik jabatan.” Sahut Bintang yang ada di sana.
Mendengar apa yang diucapkan oleh Bintang barusan membuat semua yang ada di sana menoleh ke arah sumber suara. “Terus sekarang Pak Nino jadi apa?” Yogi bertanya.
“Jadi wakil dekan 3 dia sekarang.” Bintang bisa tahu soal hal-hal itu karena memang rata-rata temannya adalah senior dan juga anak-anak BEM.
“Widih keren banget dah Pak Sean jadi kaprodi, tapi gua agak dendam kenapa gua harus dikasih dosen PA Pak Arya.” Ucap Yogi dengan tampang sedih seraya menatap selembar kertas HVS yang ada di tangannya, kertas itu berisi pernyataan pergantian dosen PA yang baru.
“Lah, lo mending masih tau orangnya yang mana, daripada gua nggak tau sama sekali dosennya yang mana.” Gisella menyahut.
“Emangnya siapa, Sell?” Tanya Tara dengan penasaran.
“Ini di sini namanya Jendra Argani Gautama, S.sos, M.Si.” Ucap Gisella seraya menatap surat pernyataan yang ada di tangannya.
“Tau tuh gua orangnya yang mana.” Ucap Bintang, lelaki itu menjeda sebentar ucapannya karena dia sedang meminum minumannya. “Yang gua tau dia baru balik pelatihan dari Jerman, makanya semester ini baru mulai ngajar.”
Mendengar ucapan Bintang, Yogi lantas membalasnya. “Keknya lo tau semua tentang kampus deh, Bin.” Karena memang segala informasi tentang kampus biasa mereka dapatkan dari Bintang.
“Ya makanya bergaul sama senior-senior dek, jangan cuma bergaul sama ayam-ayam kampus doang.”
“Sialan lo, Bin.” Yogi membalas ucapan Bintang barusan.
“Serem kagak Bin orangnya?” Gisella kembali bertanya tentang dosen PA-nya yang baru itu.
“Kalo soal itu sih gua kurang tau,” Bintang kembali meminum kopinya. “Tapi kata senior sih dia cakep, saingannya Pak Jeffry.”
“Seriusan, Bin?” Gisella bertanya karena merasa kurang yakin dengan ucapan temannya itu.
Bintang menganggukan kepalanya. “Udah pasti jadi rebutan mahasiswi kek Pak Jeffry.” Ucapnya.
Gisella kini terdiam di tempatnya, dia penasaran dengan sosok Pak Jendra yang menjadi dosen PA-nya, selain itu dia juga merasa takut kalau ternyata dosennya itu Killer, melebihi sosok dosen Killer yang ada di kampus ini.
“Lo coba chat aja Sell orangnya, kan lo juga butuh tanda tangan dia. Ada kan disitu nomornya?”
Perempuan itu lantas menganggukan kepalanya ketika mendengar saran yang diberikan oleh Tara. “Okedeh nanti gua chat.”
Jendra Argani Gautama ya? Cakep sih namanya, tapi orangnya juga cakep kagak sih? Dari namanya aja udah keliatan kek agak serem-serem gitu, tapi semoga aja kagak.
***
“Tii, itu lampu tengah jangan lupa lo matiin.” Ucap Gisella pada temannya.
“Iye nanti gua matiin.”
Seperti saran yang diberikan oleh Maudy semalam, Gisella memutuskan untuk mengajak Ukhti alias Fika untuk menemaninya di rumah ini. Karena jadwal kuliah mereka masuk seminggu lagi, jadi Ukhti menyetujui permintaan Gisella. Lagipula mereka berada di kampus yang sama, hanya berbeda fakultas saja.
Gisella sudah merebahkan diri di atas kasur yang ada di dalam kamar bagitu Ukhti masuk ke dalam sana, mereka memang tidur dalam satu kamar. Seperti saran yang diberikan oleh Tara tadi, Gisella berencana untuk menghubungi Jendra, dosen PA-nya.
Tanpa berpikir panjang lagi, Gisella langsung mengirimkan pesan ke nomor Jendra. Tentu saja dia harus menulis pesan dengan benar agar tidak menjadi masalah, pesan itu diawali dengan kalimat sapaan dan juga permintaan maaf karena telah mengganggu waktunya. dilanjut dengan Gisella yang memperkenalkan diri.
Gisella cukup terkejut saat mengetahui dosennya itu sedang aktif dan tidak lama dari itu pesannya sudah dibaca.
‘Siapa?’
Perempuan itu berdecak pelan saat membaca balasan yang diberikan oleh dosen PA-nya itu, padahal jelas-jelas di awal dia sudah memperkenalkan dirinya dengan lengkap, tapi bisa-bisanya lelaki itu malah bertanya demikian.
Gisella lantas mengetikkan balasannya. ‘Saya Gisella Anindhita, Pak.’ Dan langsung mengirim balasan itu.
Butuh waktu sekitar lima menit untuk Gisella mendapatkan balasan dari seberang sana, kening perempuan itu lantas mengerut ketika membaca pesan balasan dari Jendra. ‘Kamu siapa bisa-bisanya ngechat saya tengah malem kayak gini?’ itulah balasan yang diberikan oleh Jendra.
Dengan perasaan kesal, Gisella kembali mengetik pesan balasan. ‘Saya Gisella, mahasiswi Bapak dan juga kebetulan Pak Jendra adalah dosen PA saya yang baru.‘
‘Kamu tahu sekarang jam berapa?’
Melihat pesan balasan dari sang dosen lantas membuat mata Gisella melirik pada jam yang ada di bagian atas layar ponselnya, ternyata sekarang sudah jam sepuluh malam. Gawat! Gisella dalam bahaya, tapi jika pesan dosennya itu hanya dia baca, maka Gisella akan semakin berada dalam bahaya.
‘Jam sepuluh malam, Pak. Saya minta maaf karena sudah menghubungi Bapak di luar jam kerja.’ Gisella mengirimkan pesan balasannya itu.
Pesannya itu langsung dibaca oleh sang dosen dari seberang sana, tapi setelah Gisella menunggu kurang lebih sepuluh menit, Jendra tidak ada membalas pesan darinya.
Maka dari itu Gisella kembali mengirimkan pesan yang berisikan permohonan maaf. ‘Sekali lagi saya minta maaf Pak, ini salah saya. Maaf ya Pah.’ Tanpa mengecek dua kali perempuan itu langsung mengirimkan pesan tersebut.
‘Iya Mah.’
Gisella mengernyitkan keningnya begitu mendapati balasan aneh dari sang dosen, setelah dia perhatikan lebih jelas, dia baru menyadarinya dan saat itu juga dia ingin menenggelamkan dirinya di lautan yang dalam.
“UKHTIIII!!!” Perempuan itu berteriak seraya melempar ponselnya dengan asal ke atas kasur, lalu menenggelamkan wajahnya pada bantal.
“Kenapa sih anjir? Teriak-teriak segala bikin gua kaget aja.” Ukhti menggerutu sebal karena tindakan Gisella yang mengejutkannya.
Gisella memperlihatkan wajahnya yang sudah merah padam dan dia kembali meraih ponsel miliknya lalu memberikannya pada Ukhti,
Ukhti alias Fika yang disodorkan benda pipih itu segera meraihnya dan membaca pesan yang ada di layar ponsel temannya itu. Begitu selesai membaca pesan yang ada di ponsel Gisella, Ukhti lantas memukul temannya itu menggunakan bantal guling yang ada di sana.
“Selama 5 semester ini lo kuliah ngapain aja, Gisella? Sampe etika ngechat dosen aja lo kagak tau.”
“Gua lupa, Ti. Efek udah kelamaan libur, duh gimana nih nasib gua, bisa mampus nanti gua pas konsul sama dia.” Gisella mengatakan hal itu seraya memukul bantal guling yang dilemparkan oleh Ukhti tadi.
“Ya salah lo sendiri.” Ukhti membalas dengan santai seraya kembali pada posisi awalnya, yaitu rebahan. “Masih untung dia mau bales chat lo, Sell.”
“Gua bukan malu karena dimarahin gitu sama dia, tapi yang bikin gua malu tuh karena typo gua, Tii.” Aduh, bagaimana nanti Gisella bisa menunjukan wajahnya di hadapan dosennya itu.
Mendengar ucapan Gisella, Ukhti di tempatnya hanya bisa tertawa. “Itu sih derita lo, tapi lucu sih Sell, jadinya kek suami istri yang lagi chatan.”
“Ah, lo gak ada ngebantu guanya sama sekali.”
Gisella masih belum berani untuk kembali membuka ponselnya, dia trauma memegang benda pipih itu setelah dirinya salah mengetik pesan pada sang dosen.
Baru pertama kali mengirim pesan pada dosennya saja Gisella sudah membuat kesalahan seperti ini, bagaimana kalau sampai dia lulus nanti?
BERSAMBUNG