Cat Liu, seorang tabib desa, tak pernah menyangka hidupnya berubah setelah menyelamatkan adik dari seorang mafia ternama, Maximilian Zhang.
Ketertarikan sang mafia membuatnya ingin menjadikan Cat sebagai tunangannya. Namun, di hari pertunangan, Cat memilih pergi tanpa jejak.
Empat tahun berlalu, takdir mempertemukan mereka kembali. Tapi kini Maximilian bukan hanya pria yang jatuh hati—dia juga pria yang menyimpan luka.
Masihkah ada cinta… atau kini hanya tersisa dendam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Di dalam ruang perawatan, Rumah Sakit Guang Zhou.
Ekin Zhang perlahan membuka mata. Wajahnya yang tadinya pucat kini mulai terlihat segar, meski tubuhnya masih terasa lemas. Ia duduk perlahan di ranjang pasien, menyesuaikan diri dengan keadaan sekeliling. Di ujung ranjang, berdiri seorang pria dengan aura kuat dan dingin—Maximilian Zhang, sang kakak yang juga kepala keluarga Zhang.
"Kakak..." suara Ekin terdengar serak, namun penuh kesadaran. "Gadis itu... dia menyelamatkanku. Apakah kalian sudah menemukannya?"
Maximilian menatap adiknya, matanya tenang namun tajam seperti biasa. Ia menyilangkan tangan di depan dada.
"Charles sedang memeriksa rekaman CCTV. Tenang saja, tidak lama lagi kita akan menemukannya," jawabnya mantap.
Ekin menunduk sesaat, mengingat sosok gadis sederhana yang muncul seperti penyelamat di saat kritis.
"Aku belum sempat mengucapkan terima kasih. Waktu itu dia terlihat panik… seperti sedang dikejar. Mungkin dia dalam masalah," gumam Ekin dengan nada prihatin.
Maximilian mengangkat dagunya sedikit, menyeringai samar.
"Serahkan saja padaku. Kita tidak pernah kesulitan menemukan orang yang kita cari. Setelah kau benar-benar pulih… akan aku serahkan lima wanita untukmu," ucapnya santai.
Ekin mengernyit heran. "Kakak, apakah mereka calon istri yang dipilihkan nenek? Bukankah perjodohan itu seharusnya untukmu? Apa yang salah dari mereka? Ada lima calon, tapi kakak menolak semuanya dan justru menyerahkannya padaku?"
Maximilian terkekeh singkat. Ia melangkah perlahan ke arah pintu.
"Aku tidak butuh mereka. Jadi aku berikan saja padamu. Nikahi mereka semua kalau perlu... dan berikan keturunan untuk keluarga kita," jawabnya dingin sebelum keluar ruangan.
"Kakak selalu saja seperti ini..." gumam Ekin sambil menyandarkan tubuh ke bantal dengan senyum kecil.
Leo, sang asisten pribadi, tertawa kecil dari samping.
"Tuan Muda, setidaknya kali ini Tuan Zhang tidak mengusir mereka seperti biasanya," ujarnya sambil menata setelan jasnya.
Ekin tersenyum miris. "Itu karena kakak mencemaskan aku, jadi dia melepaskan mereka. Tapi kalau begini terus... cepat atau lambat nenek pasti akan marah besar," jawabnya sambil menghela napas panjang.
Di luar ruang perawatan.
Maximilian Zhang berdiri di lorong rumah sakit bersama salah satu anggotanya, dengan posisi tubuh tegak dan tangan memainkan pemantik api kecil berwarna perak.
Seorang pria mendekat dan membisikkan sesuatu ke telinganya.
"Tuan, orang itu sudah ditemukan. Anggota kita membawanya ke jembatan kota. Mereka sedang menunggu perintah."
Maximilian mengangguk ringan, matanya menatap kosong ke kejauhan. Api dari pemantiknya menyala sebentar, lalu padam.
"Aku akan mengurusnya sendiri," ucapnya pelan namun mengandung bahaya tersembunyi.
Tak lama kemudian, Charles—anak buah terpercaya Maximilian—datang tergesa, membawa sebuah ponsel dan memperlihatkan layar kepada bosnya.
"Tuan, ini fotonya. Kami mendapatkannya dari kamera depan rumah sakit," ucap Charles singkat.
Maximilian memperhatikan layar itu sejenak. Wajah gadis yang terekam memang tidak begitu jelas, namun sorot matanya tak bisa disembunyikan—masih muda.
"Kelihatannya masih muda…" gumam Maximilian, sebelum menatap Charles dengan pandangan penuh perintah.
"Temukan dia. Cari tahu apakah dia benar-benar bisa menyembuhkan Ekin. Jika ya, bayar dia... dan pastikan dia tinggal di sisi Ekin setiap saat. Kalau dia menolak... temui keluarganya. Buat mereka tunduk pada kita, apa pun caranya!"
"Baik, Tuan," jawab Charles dengan tegas. Ia melirik kembali ke layar ponsel. "Meskipun fotonya tak terlalu jelas, tapi dengan jaringan kita, tidak akan sulit menemukannya."
Maximilian menutup pemantiknya, memasukkannya ke saku jas, dan melangkah pelan ke arah lift. Wajahnya dingin, nyaris tak berperasaan.
Malam hari.
Langit kota Guang Zhou diselimuti awan kelabu, angin malam meniup helai rambut Cat Liu yang berantakan. Nafasnya memburu, langkah kakinya tak pernah berhenti sejak siang. Gadis itu terus berlari melewati trotoar sepi, hanya diterangi lampu jalan yang berkedip lemah.
"Kejar dia!" teriak salah satu pria yang mengejarnya dari belakang.
Cat menoleh sekilas. Bayangan beberapa pria berpakaian biasa masih mengekorinya, tak kenal lelah. Ia mempercepat langkah, menyelinap masuk ke jalur menuju jembatan pejalan kaki yang melintang di atas jalan raya.
"Dari siang sampai malam mereka terus mengejarku... kalau begini terus, umurku bisa lebih pendek dari umur jagung," gerutunya lirih, kehabisan tenaga namun tetap berlari.
Ia mulai menaiki tangga jembatan, tubuhnya gemetar karena letih dan cemas. "Ternyata jadi anak orang kaya juga tidak menjamin hidup bisa aman. Mereka dari desa sampai ke kota mengejarku. Guru... walau Anda sudah pergi, murid-muridmu masih saja menghantuiku. Raja Obat benar-benar meresahkan!"
Langkahnya akhirnya mencapai bagian atas jembatan. Namun saat Cat hendak melanjutkan pelariannya, tubuhnya mendadak kaku. Matanya membelalak saat melihat pemandangan mengerikan di pertengahan jembatan.
Seorang pria bertubuh tegap, mengenakan jas gelap, tengah menikam seorang pria lainnya berkali-kali dengan pisau panjang. Darah mengalir deras, membasahi lantai jembatan hingga menyentuh ujung sepatu pria itu.
Cat mematung. Mulutnya terbuka sedikit karena terkejut.
"P-Pembunuhan...?" gumamnya tanpa sadar.
Salah satu pria yang berada di dekat pembunuh itu menoleh. "Siapa di sana?!" teriaknya keras, suaranya memantul di struktur besi jembatan.
Pria yang baru saja menghabisi nyawa seseorang itu menghentikan gerakannya. Ia menoleh perlahan ke arah suara… ke arah Cat. Sosok itu adalah Maximilian Zhang.
Tatapan matanya tajam, dingin, dan mematikan. Seperti hewan buas yang baru saja mencium aroma mangsanya.
"G-Gawat… dia melihatku! Apa aku akan dibunuh?!" batin Cat, tubuhnya membeku di tempat.
"Baru saja berhasil lolos dari sarang buaya... malah masuk ke kandang serigala," bisiknya putus asa.
Dari balik Maximilian, Charles menyipitkan mata menatap Cat. Ia mengambil langkah maju dan mendekati bosnya sambil berbisik, "Tuan... bukankah itu gadis yang kita cari?"
Maximilian tidak menjawab. Ia mulai melangkah perlahan ke arah Cat. Langkah-langkahnya tenang namun berat, menyiratkan bahaya yang nyata.
smgat thor, up bnyk2 dong thor, tq!
thor smngat🫰di tnggu trs ni