Karena kesulitan ekonomi membuat Rustini pergi ke kota untuk bekerja sebagai pembantu, tapi dia merasa heran karena ternyata setelah datang ke kota dia diharuskan menikah secara siri dengan majikannya.
Dia lebih heran lagi karena tugasnya adalah menyusui bayi, padahal dia masih gadis dan belum pernah melahirkan.
"Gaji yang akan kamu dapatkan bisa tiga kali lipat dari biasanya, asal kamu mau menandatangani perjanjian yang sudah saya buat." Jarwo melemparkan map berisikan perjanjian kepada Rustini.
"Jadi pembantu saja harus menandatangani surat perjanjian segala ya, Tuan?"
Perjanjian apa yang sebenarnya dituliskan oleh Jarwo?
Bayi apa sebenarnya yang harus disusui oleh Rustini?
Gas baca, jangan lupa follow Mak Othor agar tak ketinggalan up-nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjanjian Bab 2
Juragan Bahar memperhatikan penampilan Rustini yang begitu menggoda, dia baru sadar kalau anak dari Sardi itu ternyata mampu membuat dirinya tergoda. Makanya dia memberikan tawaran kepada Rustini, tawaran yang tentunya akan sangat menguntungkan dirinya.
"Loh, kok gitu?" tanya Rustini heran karena setahunya juragan Bahar itu terkenal penggila uang dan juga wanita. Rasanya tidak mungkin akan mengikhlaskan uang sebesar sepuluh juta.
Jika hutang bapaknya sebesar sepuluh juta, itu artinya setara dengan enam puluh enam ton beras. Setara dengan emas sembilan ratus gram, karena di zaman ini uang memang masih rendah nilainya.
Mana mungkin rentenir seperti juragan Bahar mau mengikhlaskan uang yang begitu besar, ini adalah suatu hal yang begitu mustahil. Kecuali mungkin orang itu kesurupan, kesurupan jin baik yang menguntungkan dirinya.
"Ada cara yang bisa kamu lakukan selain memberikan saya uang," ujar Juragan Bahar sambil mendorong bahu Rustini.
Sontak saja hal itu membuat Rustini memundurkan langkahnya, juragan Bahar mendekat ke arah Rustini lalu menutup pintu rumah itu.
"Eh? Kok ditutup?" tanya Rustini heran, bahkan Juragan Bahar mengunci pintu rumah itu.
"Saya mau ngajak kamu berunding," ujar Juragan Bahar sambil menolehkan wajahnya ke arah Sardi yang terbaring di atas kasur lusuh.
Pria itu terlihat begitu tidak berdaya, hanya bisa menatap juragan Bahar sambil sesekali berkedip. Mulutnya terkadang terbuka, tetapi tidak ada kata yang keluar. Juragan Bahar tersenyum dengan begitu lebar, kemudian tanpa ragu mengusap kedua bahu Rustini.
Rustini merasa risih, dia menjauh dari juragan Bahar. Pria itu malah terkekeh melihat kelakuan dari Rustini, lalu pria itu mulai berkata.
"Utang Bapak kamu itu sangatlah besar, saya bisa menganggapnya lunas. Tapi ada syaratnya," ujar Juragan Bahar sambil menolehkan wajahnya ke arah Rustini dan juga Sardi secara bergantian.
"Apa syaratnya?" tanya Rustini begitu penasaran.
Rustini yang masih memiliki pikiran polos mengira kalau pria itu akan menjadikan dirinya pelayan di rumah besar milik pria itu, Rustini tidak keberatan walaupun menjadi pelayan seumur hidup di rumah juragan Bahar.
"Gampang, kamu tinggal jadi pemuas saya saja. Jadi simpanan saya, kalau saya mau, kamu harus datang ke tempat yang sudah ditentukan. Kita akan main kuda-kudaan, enak loh. Tinggal ngangkangg doang, saya yang cape, kamu yang enak, saya yang bikin utang Bapak kamu lunas."
Juragan Bahar tersenyum penuh minat ke arah Rustini, tentu saja hal itu membuat gadis desa itu ketakutan. Berbeda dengan Sardi, dia terlihat begitu marah sekali. Matanya melotot, dia tidak terima kalau putrinya harus dijadikan tumbal.
Walaupun Sardi merupakan pria bejat, tetapi dia tidak mau kalau putri cantiknya sampai terjerumus ke tangan juragan Bahar. Karena hal itu akan merusak masa depan putrinya.
"Apa kamu melotot kayak gitu? Marah sama saya?"
Juragan Bahar tertawa, kemudian dia duduk di samping Sardi dan menampar-nampar wajah pria itu dengan cukup kencang. Sardi meringis kesakitan, Rustini yang merasa tidak tega langsung meminta pria itu untuk menghentikan aksinya.
"Jangan seperti itu, Juragan. Kasihan Bapak saya, dia lagi sakit."
"Kalau kamu merasa kasihan terhadap Bapak kamu yang sudah tak jelas kapan hidup dan juga matinya, kamu harus menuruti keinginan saya."
Juragan Bahar bangun dan menghampiri Rustini, dia bahkan mendorong tubuh mungil Rustini sampai terpentok ke tiang rumah bilik itu.
"Juragan mau apa?"
"Kamu cukup jadi pemuas saya dalam seumur hidup kamu, maka hutang Bapak kamu akan lunas. Kamu juga akan saya berikan uang jajan, bahkan saya akan memberikan baju bagus untuk kamu. Asal kamu nurut sama saya," jawab Juragan Bahar.
Rustini langsung merinding mendengar apa yang dikatakan oleh pria itu, dia memang merupakan anak dari orang miskin. Namun, Rustini juga sama seperti wanita lainnya. Dia memiliki mimpi, dia ingin menikah dengan pria muda yang menyayangi dirinya dan mampu menafkahi dirinya secara lahir dan juga batin.
"Saya tidak bisa, Juragan."
"Kenapa?"
Rustini tidak mungkin menjawab dengan jujur, karena yang ada nanti juragan Bahar pasti akan sangat marah kepada dirinya. Wanita muda itu mencoba untuk mencari alasan.
"Saya takut terhadap Istri Juragan, kalau ketahuan nanti saya bisa dipenggal lehernya."
Dia merasa kalau menggunakan alasan istrinya adalah hal yang paling baik, karena juragan Bahar memang sangat mencintai istrinya. Hanya saja anehnya pria itu suka bermain-main dengan wanita di luar sana. Bagi Juragan Bahar, semua wanita cantik hanya merupakan mainan dan juga koleksinya.
"Hahahaha! Tak usah takut, aku akan cari aman. Barang bagus seperti kamu tidak boleh dilewatkan," ujar juragan Bahar sambil mengusap pipi Rustini.
Tangan itu bahkan turun untuk mengusap leher Rustini, tak lama kemudian tangan itu hendak menyentuh dada Rustini, tetapi dengan cepat dia menepis tangan pria itu.
"Ja--- jangan di sini, Juragan. Jangan sekarang, bagaimana kalau Juragan memberikan saya waktu untuk mempersiapkan diri?"
"Sangat boleh, aku mau kamu dua hari lagi datang ke penginapan milikku yang ada di desa sebelah. Habis maghrib, jangan tak datang. Kalau kamu tidak datang---"
"Apa yang akan terjadi Juragan?" tanya Rustini dengan hati yang was-was.
"Aku akan mengambil alih rumah Sardi ini dan juga kebun belakang milik Sardi, untuk tambahannya karena masih kurang banyak, aku akan membunuh Sardi. Karena sepertinya, sisanya bisa dibayar dengan nyawa Bapak kamu itu."
Mata Rustini langsung membulat dengan sempurna, dia tidak menyangka kalau juragan Bahar benar-benar jahat. Karena hutang ayahnya itu harus dibayar dengan nyawa, dia sungguh dilema.
"Baiklah, Juragan. Dua hari lagi saya akan datang, tapi... Saya tidak punya ongkos untuk pergi ke desa sebelah."
"Gampang," ujar Juragan Bahar.
Dia mengambil dompetnya dan memberikan uang sebesar lima ribu rupiah, setara dengan empat gram emas. Rustini kaget juga ketika pria itu memberikan uang tersebut kepada dirinya.
"Pakailah uang ini untuk ongkos dan juga membeli baju agar Kamu terlihat cantik, beli juga bedak agar wajah ayu kamu semakin menarik."
"I--- iya, Juragan."
"Anak baik," ujar Juragan Bahar yang dengan rakusnya langsung menyambar bibir Rustini.
Wanita itu sampai gelagapan mendapatkan perlakuan seperti itu dari juragan Bahar, kekuatan pria itu sangatlah besar, Rustini tak bisa menghindar. Dia memberontak, tapi tak bisa.
Sardi yang melihat putrinya diperlakukan seperti itu begitu marah sekali, dia berteriak-teriak dengan tidak jelas. Sayangnya suaranya yang sulit keluar membuat teriakan pria itu seakan tidak berarti. Pria itu hanya bisa menangis melihat putrinya diperlakukan seperti itu.
'Maafkan Bapak, Nak. Ini semua karena ulah Bapak,' ujar Sardi dalam hati.
Mak Reader mau lihat gimana perjuangan mu dulu Jarwo