Ini kisah tentang istri yang tidak dianggap oleh suaminya. Namanya Nadia. Ia bisa menikah dengan suaminya karena paksaan dari Nadia sendiri, dan Nufus menerimanya karena terpaksa.
Ada suatu hari dimana Nadia berubah tak lagi mencintai suaminya. Dia ingin bercerai, tetapi malah sulit karena Nufus, sang suami, malah berbalik penasaran kepada Nadia.
Dan saat cinta itu hilang sepenuhnya untuk Nufus karena Nadia yang sekarang bukanlah Nadia sesungguhnya, justru ia bertemu dengan cinta sejatinya. Cinta yang diawali dengan seringnya Nadia cari gara-gara dengan pria tersebut yang bernama Xadewa.
Lucunya, Xadewa adalah orang yang ditakuti Nufus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nadia Berubah
Nadia yang baru pulang dari rumah sakit menatap lekat-lekat sekeliling rumah tempat tinggal Nufus--yang kini menjadi tempat tinggalnya juga. Dari halaman depan hingga ke dalam rumah, pandangannya bergerak mengelilingi. Matanya menyapu setiap ruang dengan saksama, seakan tidak ingin melewatkan satu detail pun.
Melihat hal itu, Nufus sama sekali tidak terganggu. Lelaki itu hanya menyiapkan makanan dan meracik obat untuk Nadia tanpa menunjukkan perhatian lebih. Nufus itu kejamnya nanggung. Karena meski terlihat dingin, ia tetap menunjukkan sedikit rasa kasihan melihat lawannya tidak berdaya.
"Habis ini kau istirahat. Aku tidak ada waktu untuk mengurusmu," ucap Nufus datar.
Nadia menoleh, memicingkan mata sejenak sebelum menjawab dengan nada santai, "Baiklah. Tapi kalau aku ingin keluar, boleh kan?"
Pertanyaan itu membuat alis Nufus terangkat sedikit. "Terserah, yang penting jangan menyusahkan ku."
Nadia hanya tersenyum sekilas, acuh tak acuh, lalu kembali mengamati isi rumah. Sementara itu, Nufus terlihat sibuk bersiap-siap hendak pergi, entah ke mana.
Tiba-tiba di tengah kesibukan itu, Nadia bertanya, "Kamarku yang mana?"
"Kau amnesia?"
"Enggak. Cuma mau menyegarkan ingatan. Kita tidur terpisah, kan? Tapi aku lupa aku tidur dimana?"
"Iya. Kamarmu di sebelah sana."
"Oke." Nadia pun berjalan santai ke arah yang ditunjuk Nufus.
Sementara itu, Nufus memandangi punggung Nadia dengan pandangan agak ragu. Ada yang terasa berbeda. Apakah Nadia mengalami geger otak? Atau mungkin amnesia ringan? Tapi hasil pemeriksaan bilang dia baik-baik saja.
Karena Nufus kembali teringat rencananya untuk menghadirkan seorang wanita di hadapan Nadia, ide itu langsung ingin ia realisasikan malam ini juga. Rasa penasarannya terhadap sikap Nadia yang sedikit berubah membuatnya ingin tahu seperti apa reaksi perempuan itu.
Tepat sebelum Nadia beranjak masuk ke kamar, Nufus meraih tangannya. Namun, yang mengejutkan Nadia langsung menarik diri dengan refleks, seperti tidak suka disentuh oleh Nufus.
Aneh.
Biasanya Nadia selalu mencari-cari alasan untuk bisa dekat dengannya. Tapi kali ini berbeda.
"Ups, sorry suami. Kau mencekalnya terlalu kencang, jadi aku refleks melindungi tanganku," Begitu kata Nadia sambil tersenyum tipis.
Nufus hanya mengangguk pelan. Tapi hatinya terusik.
"Ada yang ingin kau bicarakan?" tanya Nadia, menatap Nufus.
"Aku cuma mau bilang, kalau kau mau keluar, jam sembilan malam harus sudah di rumah. Seperti yang sudah kubilang sebelumnya. Malam ini aku akan mengenalkanmu pada wanita yang akan aku nikahi."
Nadia memicingkan mata lagi sebentar, lalu mengangguk.
"Oke."
Cuma itu. Satu kata yang bikin gusar. Respons yang terlalu datar itu membuat Nufus terpancing untuk mengusik lebih jauh.
"Kau tidak perlu marah. Kau harus bisa menerima kenyataan ini."
Nadia tersenyum. Dalam hatinya ia mencibir, sengak juga ini lelaki.
"Iya, tenang saja. Aku tidak marah kok. Santai aja. Bawa aja ke hadapan ku malam ini. Siapa tahu kami bisa jadi besti." Ia bahkan sempat mengibas tangannya dengan cuek.
"Bagus kalau begitu," sahut Nufus tersenyum miring. "Jadi aku tidak perlu repot menghadapi hati perempuan yang sakit hati."
Nadia tertawa pelan, lalu mengangkat wajah menatap Nufus.
"Oh iya, aku cuma mau bilang satu hal"
Ia menyipitkan mata sambil menahan senyum.
"Kau programmer ya?"
Nufus mengernyit. "Darimana kau tahu?" Nufus mengeryit, selama ini Nadia tidak pernah dia ceritakan tentang profesinya. Bahkan wanita itu tidak tahu pekerjaan detail Nufus seperti apa. Jika Amnesia sudah pasti memori kenangan akan lupa. Tapi ini? Kadang Nadia lupa, kadang juga juga dia tahu apa yang sebelumnya dia tidak tahu.
"Mudah ditebak," jawab Nadia santai.
"Mukamu itu keliatan banget kalau kamu paham logika, ngerti struktur, dan tahu cara nyelesaiin bug. Tapi aneh, ya… hubunganmu dengan orang justru crash."
Nufus terdiam.
Belum sempat ia membalas, Nadia melirik ke arah pintu dan bergumam lagi.
"Ah iya, satu lagi. Lemari itu terlalu dekat pintu. Mending digeser sedikit ke sana."
Ia menunjuk sudut ruang yang lebih terbuka.
"Biar ruangannya punya alur. Sekarang, begitu masuk, rasanya kayak langsung mentok."
Lalu dia melangkah pergi ke kamar, meninggalkan Nufus yang kini berdiri diam, dilingkupi rasa penasaran yang makin dalam.
...***...
Malam itu, Nufus membawa seorang wanita ke hadapan Nadia. Istrinya itu menyambut kedatangan jallangnya Nufus dengan senyum hangat. Nadia bersikap manis, mengatakan bahwa ia senang ada teman di rumah. Ia berharap mereka bisa bekerja sama dengan baik sebagai sesama istri nantinya.
Senyuman Nadia bukan tanpa maksud. Ia sengaja ingin membuat Nufus kesal lebih dulu. Nadia tahu benar tujuan Nufus membawa wanita itu ke rumah.
Maaf ya, aku tidak gampang diguncang dengan permainan murahan begini. Gumam Nadia dalam hati.
Sementara itu, wanita yang dibawa Nufus tampak begitu mendominasi. Tangannya tidak pernah lepas dari lengan Nufus. Ia bahkan tidak repot-repot bersikap ramah seperti Nadia. Tatapannya sinis dengan senyumnya meremehkan.
"Mau kubuatin minum apa?" tanya Nadia.
"Apa aja, asal kamu yang buat," jawab wanita itu, lalu jeda sejenak sebelum menambahkan dengan nada menyindir, "Eh, tapi enggak usah deh takut diracun lagi."
"Hehe, santai aja kali. Aku gak sesakit hati itu sampai niat ngeracunin kalian," sahut Nadia.
Jallangnya Nufus hanya mengerling malas, tidak membalas lagi. Sementara Nufus mengamati wajah Nadia, dan mendapati istrinya itu masih tersenyum.
Kita lihat sampai kapan kamu bisa pura-pura tidak sakit hati liat aku sama perempuan lain, batin Nufus.
Tanpa aba-aba, Nufus menarik wanitanya, mencium bibirnya dengan penuh nafsu. Ia mengangkat tubuh perempuan itu ke atas meja, dan ciuman panaas pun terjadi di depan mata Nadia.
Nadia menyaksikan itu langsung berseru,
"Woy, woy! Kalau mau kayak gitu, di kamar aja."
Tapi keduanya tidak menggubris. Maka Nadia pun duduk santai, menonton seolah sedang menyaksikan pertunjukan. Sesekali dia berkomentar tentang gerakannya yang kurang luwes.
Mendengar itu, Nufus menghentikan aksinya. Ia kesal bukan main dan langsung mengacak benda yang ada di hadapannya.
Dasar cowok gila.
Nadia tersenyum penuh kemenangan.
.
.
Bersambung.
apa dia ingin melindungi dewa atau hanya alibi ingin menguasai harta,??? /Doubt//Doubt//Shame/
Lu dapet kekayaan, tapi bakal nemu banyak bahaya moral.