Penampilan Yanuar yang bersahaja membuat Amanda senang menatap Yanuar. Tanpa sengaja Amanda sering bertemu dengan Yanuar.
Sinta ibu kandung Amanda tidak tahu kalau putri bungsunya sedang jatuh cinta pada seorang duda. Ia mengatur kencan buta Amanda dengan Radit. Sebagai anak yang baik, Amanda menyetujui kencan buta dengan Radit. Namun, alangkah terkejutnya Amanda ternyata kencan buta itu bertempat di restoran hotel tempat Yanuar bekerja.
Akhirnya Sinta mengetahui Amanda sedang dekat dengan seorang duda. Ia tidak setuju putrinya menjalin kasih dengan Yanuar. Sinta berusaha menjauhkan Amanda dari Yanuar dengan cara memperkenalkan orang yang satu tipe dengan Yanuar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deche, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2.
Savitri menoleh ke Harry. “Panggil ‘Nenek’,” jawab Savitri.
“Bu, Amanda sudah dewasa. Bukan anak remaja seperti Yulia. Wajar kalau dia memanggil Ibu dengan panggilan ‘Tante’,” ujar Harry.
“Iya, ya. Ibu lupa kalau Amanda sudah dewasa. Ibu menganggap dia seumuran dengan Yulia.” Savitri memegang kepalanya.
“Beda, Bu. Yulia masih kelas tujuh SMP. Amanda sudah kuliah,” ujar Harry.
Savitri kembali menoleh ke arah Amanda. “Maafkan Tante ya, Amanda. Maklumi saja Tante sudah tua,” ucap Savitri kepada Amanda.
Amanda tersenyum mendengar ucapan Savitri. “Tidak apa-apa, Tante,” jawab Amanda.
Yulia datang membawa dus kue lalu di taruh di atas meja. Savitri membuka tutup dus. Di dalam dus kue ada kue tart yang terlihat menggugah selera.
“Tuh, bedakan kue untuk Yulia dengan kue yang biasa ia berikan untuk Papa.” Savitri memperlihatkan isi kue kepada Yulia. Yulia tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya cemberut melihat kue tart tersebut.
Seorang wanita setengah baya datang membawa nampan berisi cangkir dan piring kue. Ia adalah Midah pembantu di rumah itu. Midah menaruh cangkir dan piring kue di atas meja.
“Ayo dicicipi kuenya!” Savitri mendorong kotak kue ke depan meja Amanda.
“Terima kasih, Tante.” Amanda mengambil sepotong kue tart lalu ia taruh di atas piring kue. Amanda memakan kue tart tersebut. Yulia memperhatikan Amanda yang sedang memakan kue. Ia menunggu reaksi Amanda.
“Hmm.” Amanda mengunyah kue dan merasakan kue tersebut.
“Kue nya enak,” puji Amanda.
“Cobain, deh,” kata Amanda kepada Yulia.
Harry mencodongkan badannya ke Yulia. Ia membisikkan sesuatu ke Yulia. “Ingat! Terima pemberiannya jangan pilih orangnya!” bisik Harry.
Yulia menoleh ke Harry. Harry memberikan tanda oke ke Yulia. Yulia tersenyum lalu menganggukkan kepala. Sebagai tanda, ia setuju dengan ide Harry. Yulia mengambil sepotong kue tart lalu ia menaruh di atas piring kue. Yulia mencicipi kue tart tersebut. Semua orang memperhatikan Yulia yang sedang memakan kue tart tersebut dan menunggu tanggapan Yulia.
“Rasanya enak,” kata Yulia sambil mengunyah kue.
Savitri, Harry dan Amanda bernapas lega mendengar perkataan Amanda. “Tapi tidak seenak kue tart bikinan Tante Claudia,” lanjut Yulia.
“Sudah pasti. Ibu Claudia pasti menggunakan bahan-bahan yang lebih berkualitas dan mahal harganya. Jadi rasanya lebih enak,” ujar Savitri dengan bersemangat.
Tiba-tiba terdengar suara mobil di depan rumah. Mobil itu berhenti di depan rumah Yulia. Terdengar suara pintu pagar dibuka oleh seseorang.
“Siapa yang datang?” Savitri bertanya kepada Harry.
“Sepertinya Yanuar datang,” jawab Harry.
Amanda menoleh keluar melalui jendela. Namun, pengemudi mobil tersebut sudah masuk kembali ke dalam mobil sehingga tidak terlihat oleh Amanda. Amanda hanya melihat mobil MPV sejuta umat berwarna hitam yang masuk ke halaman rumah.
Harry beranjak dari tempat duduk lalu berjalan ke pintu untuk melihat siapa yang datang. “Yanuar pulang, Bu,” ujar Harry. Harry beranjak keluar lalu menghampiri mobil tersebut. Ia memandu Yanuar memarkirkan mobil ke dalam garasi.
“Tumben jam segini sudah pulang. Biasanya dia datang ke rumah pas adzan magrib,” kata Savitri.
Di luar terdengar suara Harry berbicara dengan Yanuar. Kemudian mereka pun masuk ke dalam rumah. “Assalamualaikum,” ucap Yanuar ketika masuk ke rumah.
“Waalaikumsalam,” jawab semua orang.
Yanuar melihat Amanda sedang duduk di kursi tamu. “Eh, ada Mbak Amanda,” kata Yanuar.
Yanuar menghampiri Savitri lalu mencium tangan Savitri. Setelah itu ia menghampiri Amanda. “Apa kabar, Mbak Amanda?” Yanuar mengulurkan kedua tangannya kepada Amanda. Ia mengajak Amanda bersalaman.
“Baik, Pak Yanuar.” Amanda menyalami tangan Yanuar. Yanuar duduk di kursi yang kosong di hadapan Amanda.
“Tadi Yulia pulang sekolah diantar Amanda,” ujar Savitri kepada Yanuar.
Yanuar terkejut mendengar perkataan Savitri. “Mbak Amanda bertemu Yulia dimana?” tanya Yanuar.
“Bertemu di depan sekolah Yulia. Tidak sengaja saya melewati sekolah Yulia. Jadi saya ajak Yulia pulang bareng,” jawab Amanda.
“Yulia jadi merepotkan Mbak Amanda. Rumah Yulia kan jauh,” ujar Yanuar dengan rasa bersalah. Rasanya tidak etis jika adik bos mengantar pulang putrinya.
“Tidak apa-apa, Pak Yanuar. Sekalian saya ingin tahu rumah Yulia,” kata Amanda sambil tersenyum.
“Yanuar.” Ibu Savitri memanggil Yanuar.
Yanuar menoleh ke Savitri. “Iya, Bu,” jawab Yanuar.
“Kamu kenapa pulang cepat?” tanya Savitri.
“Yanuar sedang tidak enak badan, Bu,” jawab Yanuar.
Amanda memperhatikan wajah Yanuar. Wajah Yanuar terlihat agak pucat dan berkeringat seperti orang sakit.
“Kamu istirahat saja di kamar!” ujar Savitri.
“Nanti saja, Bu. Tidak enak sedang ada Mbak Amanda,” jawab Yanuar.
Yanuar melihat kue tart yang berada di atas meja. Ia bertanya kepada Yulia, “Kue tart dari siapa?”
“Dari siapa lagi kalau bukan dari penggemar Papa,” jawab Yulia.
“Siapa?” tanya Yanuar dengan bingung. Sejak kapan dia mempunyai penggemar?
“Siapa lagi kalau bukan Teh Mega,” jawab Yulia.
“Oh, dari Teh Mega.” Yanuar mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti.
Yanuar berkata kepada Yulia, “Bilang ke Teh Mega jangan terlalu sering mengirim kue, nanti kita bisa kena diabetes.”
“Papa saja yang bilang ke Teh Mega. Teh Mega cuma mau dengar omongan Papa,” jawab Yulia dengan wajah cemberut.
“Masa Papa yang bicara ke Teh Mega? Kamu dong yang bicara ke Teh Mega,” ujar Yanuar.
Yanuar beranjak dari tempat duduk. Ia mengambil sepotong kue tart lalu ia letakkan di piring kue. Yanuar kembali duduk di tempat duduknya. Amanda memperhatikan gerak gerik Yanuar. Entah mengapa gerak gerik Yanuar begitu menarik di pandangan mata Amanda.
“Kita coba kue buatan Teh Mega. Enak atau tidak?” Yanuar menyuap sepotong kue tart ke dalam mulutnya.
Amanda dan Yulia memperhatikan Yanuar yang sedang makan kue tart. Mereka ingin tahu tanggapan Yanuar. “Hmm. Enak juga kuenya,” ujar Yanuar.
“Tapi tidak seenak kue buatan Tante Claudia,” sahut Yulia.
“Jangan disamakan dengan kue buatan Tante Claudia. Tante Claudia sudah pro dalam membuat kue. Kalau Teh Mega baru belajar membuat kue,” ujar Yanuar.
“Dia belajar membuat kue buat menarik perhatian Papa,” kata Yulia dengan wajah cemberut.
Pandangan Amanda masih saja tertuju pada Yanuar. Yanuar merasa Amanda memperhatikannya terus. “Mbak Amanda, cicipi kuenya. Enak loh. Ya, walaupun tidak seenak buatan Ibu Claudia,” ujar Yanuar.
“Tadi saya sudah mencicipi. Kuenya enak,” jawab Amanda.
Amanda melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukkan jam lima sore. Sudah waktunya Amanda untuk pamit pulang.
“Tante Om, saya pamit pulang.” Amanda menyelempangkan tali tas di bahu lalu ia berdiri dari tempat duduk.
“Kok, buru-buru. Kita belum selesai ngobrol,” ujar Savitri.
“Sudah sore. Lain kali saya ke sini lagi,” jawab Amanda. Amanda menyalami Savitri, Harry, Yanuar dan Yulia.
“Terima kasih, Kak. Sudah antar pulang Yulia,” ucap Yulia.
“Sama-sama Yulia,” jawab Amanda.
Amanda keluar dari rumah Yulia. Yulia dan keluarganya mengantar Amanda sampai ke depan rumah. Tanpa mereka sadari ada seorang perempuan yang memperhatikan mereka dari teras rumahnya. Perempuan itu sepertinya ingin tahu apa yang sedang dilakukan oleh keluarga itu.
.
.
Terima kasih masih mengikuti cerita Amanda dan Yanuar. Rencananya hai ini Deche mau up 3 bab. Bab 3 akan di up jam 12 siang dan bab 4 akan di up jam 7 malam. Ikut terus kelanjutan ceritanya.
lha wong sampeyan aja "samen leven" laki² yg bukan mahrom gitu lho /Sweat/