Apa yang akan terjadi pada Jamilah setelah tiga kali dilangkahi oleh ketiga adiknya?.
Apa Jamilah akan memiliki jodohnya sendiri setelah kata orang kalau dilangkahi akan susah untuk menikah atau mendapatkan jodoh?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Wanita Pelangkah
Masih ada waktu satu jam sebelum mata pelajaran hari ini berakhir. Selesai mengajar di kelas 5A kini Jamilah mengajar di kelas 3B.
Berita si murid baru sudah menyebar dengan cepat dikalangan siswa-siswi sekolah itu. Termasuk dikelasnya yang sekarang. Bisik-bisik itu sampai juga pada kuping Jamilah.
"Katanya, murid itu anak orang paling kaya raya di Jakarta."
"Iya katanya juga, itu Bapaknya yang punya Mall besar di Jakarta."
"Iya yang punya konter hape-hape mahal gitu, sama yang kaya tadi, yang udah dibantingnya."
Jamilah menatap intens pada ketiga anak murid yang sedang bergosip disaat yang lain sedang mengerjakan tugas darinya.
"Kalian sudah selesai?. Coba kerjakan di depan?." Jamilah menyodorkan spidol pada salah satu dari mereka.
"Belum Ibu guru, aku belum selesai." Jawabnya seketika mau menangis.
"Kamu?." Jamilah menyodorkan spidol itu ke anak yang lainnya.
Anak itu pun menggeleng lalu menunduk.
"Kamu?." Jamilah juga menyodorkan pada akan terakhir dari ketiganya yang bergosip.
Anak itu juga menggeleng lalu menunduk.
"Ibu harap selama mata pelajaran, baik mata pelajaran Ibu atau guru-guru yang lain. Kalian harus fokus pada pelajaran, tidak diperbolehkan untuk bergosip apa pun. Terkecuali mata pelajaran. Kalian semua paham!." Jamilah menatap wajah polos murid-muridnya satu persatu, yang ternyata sudah sangat pintar untuk menanggapi sesuatu dengan cepat jika itu bukan menyangkut pelajaran.
"Iya Ibu guru!." Jawab serempak semua murid kelas 3B.
.
.
.
Jamilah sengaja menunda kepulangannya karena takutnya ia akan dipanggil oleh kepala sekolah atas masalah murid baru.
Satu jam sudah Jamilah menunggu, hingga akhirnya ia memutuskan untuk pulang setelah ia pastikan tidak ada orang lain lagi di sekolah. Bahkan penjaga sekolah pun, Pak Ridwan sudah mengecek semuanya sudah kosong.
"Hati-hati di jalan, Ibu Jamilah!." Ucap Pak Ridwan saat menutup pintu gerbang lalu menguncinya.
"Iya Pak Ridwan. Assalamualaikum." Pamit Jamilah dengan salam.
"Wa'alaikumsalam Ibu Jamilah." Balas Pak Ridwan yang selama ini sudah menaruh hati pada Jamilah.
"Sudah baik, cantik, sholehah, istri idaman pokoknya." Lirih Pak Ridwan sambil meletakkan kunci ditempatnya.
.
.
.
Jarak yang ditempuh Jamilah dari sekolah ke rumah tidak sampai satu jam, paling lama empat puluh lima menit, paling cepat setengah jam atau dua puluh menit. Tergantung pada kecepatan saat ia membawa sepeda motornya.
"Assalamualaikum, Mak...Pak..." Jamilah langsung masuk rumah dan mencari keberadaan kedua orang tuanya setelah motor yang dibawanya terparkir di samping rumah.
"Wa'alaikumsalam, Milah. Tumben pulangnya lama?." Balas Emak dari arah dapur dan membawa tempe goreng di dalam piring lalu meletakkannya di atas meja.
Jamilah menyalami tangan Emak agak lama, lalu duduk di kursi yang ada di sana.
"Bapak Mana?, enggak kelihatan?." Jamilah mengambil satu potong tempe lalu memakannya.
"Bapak sama Jaka sedang ke masjid." Jawab Emak lalu kembali ke dapur, menyeduh kopi untuk Bapak nanti kalau udah pulang.
"Oh pantesan udah jam empat ya." Jamilah melihat jam dan kembali mengambil satu potong tempe goreng.
Jamilah langsung masuk ke kamar yang tidak luas tapi cukup untuk dirinya sendiri memiliki privasi.
Jamilah melepas hijab segiempat berwana coklat lalu menggantungnya. Menggantinya dengan hijab instan dan kembali ke ruangan yang multifungsi. Bisa untuk menerima tamu, bisa untuk bersantai dengan keluarga sekaligus bisa digunakan untuk tempat mereka makan.
"Kak Jami kenapa pulangnya lama, tumben banget?." Julia membawa tumpukan buku LKS lalu duduk disebelah Jamilah.
Sedangkan Bapak, Emak dan Jaka sedang mendengarkan ceramah dari salah satu pemuka agama melalu saluran televisi.
"Iya tadi Kakak memeriksa beberapa buku paket yang akan dipinjamkan pada anak-anak." Jawab Jamilah sambil mengambil satu LKS dan membuka halamannya satu persatu.
"Oh aku kira, Kak. Aku kira ada apa-apa sama Kakak di sekolah atau di jalan sama motor butut Kakak itu." Julia melahap tempe goreng yang hanya tinggal satu potong itu.
Jamilah diam dengan tebakan Julia yang memang benar ada apa-apa dengan dirinya hari ini. Yang disebabkan oleh murid barunya itu. Tapi ia belum ingin membaginya dengan Emak dan Bapak, sampai ia mendapatkan hasilnya besok atau kapan itu.
.
.
.
Saat ini di lain tempat, tepatnya di rumah Bapak Ginanjar. Kakek dari Alexander datang berkunjung guna membicarakan kenakalan yang dilakukan oleh salah satu cucu kesayangannya.
"Atas nama Alexander, saya mohon maaf atas kejadian hari ini di sekolah. Saya tidak akan pernah menyalahkan pihak sekolah atau guru yang mengajar Alexander. Karena saya sangat tahu track record cucu saya seperti apa disekolah sebelumnya." Ada perasaan bersalah dalam hati Kakek Utomo kala melihat Alexander yang tumbuh seperti sekarang ini. Tapi apa yang ia bisa lakukan?. Ia hanya sedang berusaha menata kembali Alexander yang sudah sangat jauh melenceng dari segi emosi dan kebiasaan anak seusianya.
"Iya Pak Utomo, saja juga mohon maaf kalau belum bisa melakukan apa pun untuk membantu cucu, Pak Utomo. Tapi secepatnya saya dan guru-guru yang lain akan mencoba membuat metode untuk membantu Alexander sudah lebih bisa diajak bicara dan bisa lebih baik dalam bersikap dan dalam mata pelajaran." Bapak Ginanjar sangat tahu dengan kekuasaan yang dimiliki Kakek Alexander itu dan ia ingin membuat nama baik sekolahnya dimata Pak Utomo Santoso supaya memiliki nilai plus dikalangan sekolah yang lain dengan masuknya Alexander Moreno Wijaya Santoso.
"Iya Pak Ginanjar saya paham, pasti tidak akan mudah mengubah Alexander dalam waktu yang kurang dari satu hari. Masih sangat butuh waktu yang banyak untuk memulihkan Alexander supaya bisa minimal sama dengan kebanyak anak seusianya. Syukur-syukur jika bisa lebih, saya akan merasa sangat senang dan berhutang budi dengan sekolah Pak Ginanjar." Ingin Kakek Utomo bisa mengandalkan dan menggantungkan asa pada sekolah yang dipilihnya ini.
Dalam satu tahun saja, Alexander bisa berganti sekolah sepuluh sampai lima belas sekolah, dan itu pun malah semakin memperparah kelakuan dan sifat Alexander.
Hingga Kakek Utomo memindahkannya ke perkampungan yang jauh dari mana-mana. Dengan harapan bisa mengubah pribadi Alexander yang lebih baik lagi.
.
.
.
Pagi ini Jamilah berangkat setengah jam lebih pagi dari biasanya. Saat dalam perjalanan, Jamilah bertemu dengan beberapa ibu-ibu yang akan pergi ke ladang.
"Ko berangkatnya pagi sekali, Ibu Jamilah?. Takut ya bertemu dengan teman-teman yang sudah menikah dan memiliki anak." Nyinyir salah satu dari ibu tersebut.
Menghormati mereka yang lebih tua, Jamilah menghentikan sepeda motor tanpa mematikan mesinnya.
"Iya saya berangkat lebih pagi, pagi ini. Karena ada urusan di sekolah." Jamilah tetap merendah dihadapan semuanya.
"Oh dikirain ada apa?." Tatapan malas yang ditunjukkan Ibu yang lainnya.
"Tidak ada ibu-ibu. Kalau begitu saya permisi, mau jalan lagi." Jamilah menjalankan lagi motornya setelah mengucap salam.
Ibu-ibu itu sampai di ladang pun masih membicarakan Jamilah yang dikatai mereka memiliki kutukan makanya ia sampai dilangkahi sebanyak tiga kali. Atau mungkin sudah dijadikan tumbal oleh ketiga adiknya, supaya usaha suami-suami mereka tetap lancar dan bagus. Makanya Jamilah meminta pelangkah 100 gram emas pun mereka menyanggupinya.
.
.
.
"Bagaimana Ibu Jamilah dengan permintaan saya ini?." Tanya Pak Ginanjar di dalam ruangannya.
Ternyata urusan yang dibilang Jamilah adalah tentang Alexander, si anak baru. Pak Ginanjar sendiri yang meminta dirinya untuk datang lebih pagi supaya bisa mendiskusikan langkah apa yang kira-kira bisa dipakai untuk mencegah Alexander berbuat nakal lagi.
Jamilah dinilai dan dimata Bapak Ginanjar pun merupakan sosok guru yang tegas, disiplin, bijaksana, lemah lembut dan bisa dengan mudah dekat dengan anak-anak. Maka tidak ada salahnya jika ia membicarakan masalah ini guna bisa mengangkat nama baik sekolah nantinya.
"Saya akan melakukan semaksimal mungkin apa yang bisa saya lakukan untuk membantu Alexander, dengan cara saya sendiri tapi masih dalam pengawasan pihak sekolah dan Bapak Ginanjar tentunya." Jamilah percaya bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita sudah berusaha dan berikhtiar serta berdoa dengan maksimal. Begitu juga dengan jodoh yang sampai saat ini belum ditemuinya, mungkin semesta ingin mempertemukan mereka diwaktu dan tempat yang tepat sesuai dengan kehendak Gusti Alloh.
.
.
.
Memasuki jam pertama, Jamilah masuk kedalam kelas 5A dan membawa tumpukan buku paket yang akan dipinjamkan pada murid-muridnya.
"Assalamualaikum, selamat pagi anak-anak."
"Wa'alaikumsalam, selamat pagi Ibu guru."
Jamilah tidak melihat Alexander duduk di depan bersama Tari. Ia malah menemukan Alexander duduk di bangku paling belakang bersama murid yang cukup bisa diandalkan di kelas 5A ini.
Usai mengabsen semua siswa-siswa, Jamilah membagikan buku paket dan meminta anak-anaknya membuka halaman tujuh disitu ada materi pembagian.
Jamilah menjelaskan sebentar lalu meminta anak-anaknya bertanya jika memang belum mengerti supaya ia bisa mengulanginya.
"Sekarang tolong kerjakan soal no satu sampai dengan no lima. Lalu dikumpulkan dimeja Ibu." Jamilah memberikan tugas setelah tidak ada siswa-siswi yang bertanya karena belum mengerti.
"Baik Ibu guru." Mereka pun langsung mulai mengerjakan soal-soal yang diberikan Jamilah.
Jamilah berkeliling melihat satu persatu siswa-siswi yang mengerjakan tugas, jangan sampai mereka ada yang tidak mengerti tapi malu untuk bertanya. Sampai ia sampai di bangku Alexander, buku tulisnya masih bersih tidak ada coretan apa pun.
"Apa ada yang tidak kamu mengerti?." Tanya Jamilah pelan, takutnya Alexander merasa malu karena tidak bisa mengerjakan.
Alexander tidak menjawab, ia malah memainkan pensilnya.
"Kalau belum mengerti, ibu bisa menjelaskannya pada mu." Jamilah menawarkan diri untuk mengulang kembali materinya.
Lagi-lagi Alexander hanya diam tanpa melihat Jamilah yang berdiri tepat disampingnya.
"Alexander kenapa tugas dari ibu tidak dikerjakan?. Jamilah sedikit menaikkan volume suaranya, hingga ada beberapa siswa yang menoleh kearahnya.
"Alexander, kalau ibu bertanya itu kamu harus menjawabnya. Jangan diam seperti ini. Supaya ibu bisa membantu mu."
"Aku tidak suka belajar pembagian, aku tidak suka membagi apa pun dengan siapa pun, jadi aku tidak mau mengerjakannya."
Y
hhh