"Sulit adalah kita, tapi kisah cinta ini hanya ada kita, aku dan kamu tanpa ada mereka."
-----------
Ketika melanjutkan jenjang pendidikan ke sebuah Universitas, Cheryl terpaksa mengikuti keinginan orang tuanya untuk tinggal di rumah Tantenya Diandra dan Gavin, suaminya. Awalnya Cheryl menolak karena sejak dulu dia sudah tertarik dengan Gavin yang di matanya terlihat sebagai sosok yang dewasa. Namun, karena paksaan dari keluarga, akhirnya Cheryl setuju untuk tinggal di rumah Diandra.
Gavin yang sejak dulu selalu menganggap Cheryl sebagai gadis kecil yang lucu, kini harus mengubah pola pikirnya saat melihat Cheryl yang kini tinggal bersamanya sebagai sosok yang dewasa. Kesibukan Diandra sebagai seorang model yang sering meninggalkan Gavin dan Cheryl dalam satu rumah semakin membuat keduanya semakin dekat, hingga suatu malam saat Diandra sedang menghadiri gelaran Paris Fashion Week, hubungan satu malam pun terjadi diantara Gavin dan Cheryl yang menjadi awal dari hubungan gelap me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Weny Hida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keponakan Kecil
Gavin sudah terbangun sekitar 30 menit yang lalu, tapi pria tampan itu memilih untuk tidak beranjak dari atas tempat tidurnya. Dia lebih memilih untuk menatap wajah cantik Diandra yang masih tertidur pulas di sampingnya. Gavin mengusap puncak kepala Diandra, seorang wanita yang sangat dicintainya, dan telah dia pilih menjadi istrinya, sekaligus ibu dari putra tunggal mereka, Frizz.
Diandra, wanita yang sejak awal menemani perjuangannya sampai dia berhasil mencapai posisi manajer di salah satu perusahaan konstuksi terbesar di negeri ini. Diandra lah yang menemani Gavin sampai dia mencapai semuanya, hingga akhirnya, dua tahun silam Gavin memberi kesempatan pada Diandra untuk kembali ke dunia hiburan, sama seperti saat dia belum menikah dengan Gavin dulu.
Namun, siapa sangka kalau keputusan Gavin menjadi awal dari hambarnya hubungan rumah tangga mereka. Diandra saat ini memang begitu sibuk, hingga jarang sekali meluangkan waktunya untuk Gavin dan Frizz. Setiap hari, dia selalu pulang larut malam bahkan terkadang tidak pulang ke rumah.
Hasrat Gavin yang sudah menggebu-gebu, membuatnya diam-diam menyesap bibir Diandra, sekalipun istrinya itu masih tertidur. Hasrat Gavin rasanya seakan memuncak, sudah dua minggu ini mereka bahkan tidak melakukan hubungan suami istri.
Merasakan sentuhan pada bibirnya, perlahan Diandra pun sadar, dan tampak terkejut melihat apa yang Gavin lakukan. Selanjutnya Diandra mulai mengikuti alur yang Gavin mainkan. Lidah keduanya saling bermain, mengeksplor bagian masing-masing, namun saat asyik saling memagut, tiba-tiba suara ponsel Diandra berbunyi.
Diandra melepaskan pagutan bibir mereka, lalu mengambil ponsel miliknya yang ada di atas nakas. Dia kemudian menjawab panggilan ponselnya, sementara Gavin kini terlihat begitu kesal. Dia mengerti, siapa pagi ini yang sudah menelpon dan mengacaukan momen romantisnya bersama Diandra. Dia adalah Pearly, seorang laki-laki gemulai yang sudah menjadi asisten dari Diandra selama dua tahun terakhir ini. Gavin akhirnya memilih untuk mengalah, lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Sementara itu, Diandra yang saat ini sedang menerima telepon dari Pearly, tampak berjalan ke arah balkon kamar, dan terlibat obrolan serius tentang pekerjaan mereka hari ini. Bagi Diandra, Pearly yang merupakan teman kuliahnya di jurusan seni dulu, merupakan sosok yang begitu menyenangkan, dan sangat mengerti dirinya. Diandra tampak tersenyum simpul saat melihat Gavin yang berjalan masuk ke dalam kamar mandi.
'Maafkan aku, Gavin,' batin Diandra.
***
Entah berapa lama Cheryl menangis, dia bahkan tak menyadari jika tangisnya ternyata begitu melelahkan bagi dirinya hingga membuatnya terlelap sampai pagi. Dia terbangun saat tiba-tiba sebuah suara ketukan pintu kamar mengagetkan dirinya.
Tok tok tok
"Non Cheryl!" panggil sebuah suara dari arah luar. Sebuah suara yang Cheryl kenal yaitu suara dari Bi Asih.
"Iya Bi!" jawab Cheryl.
"Non, dipanggil Tuan untuk sarapan!"
'Apa sarapan? Jadi ini sudah pagi?' batin Cheryl. Dia kemudian bangkit dari atas tempat tidurnya..
"Iya Bi, sebentar," jawab Cheryl. Dia lalu berjalan ke kamar mandi. Sejenak, dia menatap wajahnya pada cermin yang ada di atas wastafel di dalam kamar mandi tersebut. Wajah Itu tampak begitu sendu dan lengket, dipenuhi oleh air mata yang mengering.
Setelah membasuh wajah, dan membersihkan tubuhnya, Cheryl kemudian turun ke bawah untuk sarapan bersama Gavin. Namun, tidak ada Diandra di meja makan itu, hanya ada Gavin dan putra mereka Frizz.
'Mana Tante Diandra? Kenapa Tante Diandra tidak ikut sarapan?' batin Cheryl. Dia lalu duduk di salah satu kursi yang ada di meja makan tersebut, setelah dia terlebih dulu menyapa pada Gavin dan Frizz.
"Selamat pagi Om Gavin, selamat pagi Frizz!" sapa Cheryl.
"Selamat pagi Cheryl, apa tidurmu nyenyak? Tadi malam Bi Asih memanggilmu untuk makan malam, tapi tampaknya kau sudah tidur. Mungkin kau kelelahan."
"Iya, maaf tadi malam aku memang ketiduran saat sedang beristirahat," jawab Cheryl sambil menahan rasa gugup, bahkan debaran jantungnya pun terasa begitu kencang, apalagi saat melihat wajah tampan Gavin yang duduk di depannya.
"Oh tidak apa-apa, perjalanan kemarin pasti melelahkan kan?"
"Iya Om," jawab Cheryl. Dia lalu memandang pada Frizz yang saat ini terlihat begitu asyik bermain game di ponselnya.
"Frizz, kamu ga sarapan?" tanya Cheryl. Namun, Frizz hanya diam, dan lebih memilih hanyut pada permainan di ponselnya.
"Frizz, gimana kalau Kak Cheryl aja yang nyuapin kamu?"
"Suapi? Bukankah itu kerjaan Bi Asih? Biasanya Frizz disuapi Bi Asih, tapi kayaknya bibi masih sibuk. Jadi, aku main game dulu deh," jawab Frizz polos.
"Bi Asih masih sibuk jadi biar Kak Cheryl aja yang suapi ya."
"Iya Frizz, biar Kak Cheryl aja yang suapin kamu!" timpal Gavin.
"Baiklah," jawab Frizz. Cheryl kemudian duduk di samping Frizz lalu menyuapkan sarapan untuknya. Saat masih menyuapi Frizz, tiba-tiba Diandra turun lalu menghampiri mereka dan hanya meminum teh hijau yang ada di atas meja makan.
"Hai Cheryl, apa kabarmu? Maaf tadi malam aku pulang terlambat, jadi aku tidak sempat bertemu denganmu. Lagipula, sepertinya kau juga sudah tidur kan?"
"Iya Tante, tidak apa-apa."
"Kalau begitu aku berangkat dulu ya, kalau kau butuh sesuatu kau minta tolong saja pada Bi Asih dan Pak Amat yang nanti akan mengantarmu ke kampus."
"Iya Tante Diandra," jawab Cheryl.
"Mas aku berangkat dulu ya," ucap Diandra pada Gavin. Gavin hanya mengulas senyum tipis di bibirnya, sambil menganggukan kepalanya.
Cheryl sebenarnya merasa aneh saat melihat kehidupan keluarga yang ada di depannya. Di hari pertama dia berada di rumah Diandra, dia merasa ada yang tidak beres diantara Diandra dan Gavin. Bahkan, dia merasa hubungan mereka terlihat tidak sedang baik-baik saja. Sungguh sangat berbeda dengan apa yang dia lihat di depan media dan di depan keluarga mereka. Rumah tangga itu bahkan terlihat begitu hambar, tidak ada ucapan sayang, bahkan kecupan manis diantara keduanya.
'Apakah ada sesuatu dengan rumah tangga mereka? Ah, semoga saja tidak, dan hanya perasaanku saja,' batin Cheryl. Dia kemudian melirik pada Gavin yang saat ini terlihat sudah menyelesaikan sarapannya. Namun, netranya agak sedikit terganggu dengan penampilan Gavin yang terlihat begitu acak-acakan.
"Om Gavin, bolehkah aku merapikan dasimu?" ucap Cheryl, entah darimana dia tiba-tiba mendapatkan keberanian berbicara seperti itu. Mendengar perkataan Cheryl, Gavin pun terdiam sejenak.
'Astaga, kenapa aku bodoh sekali? Kenapa aku bicara seperti itu?' batin Cheryl.
"Maaf, kalau aku sudah lancang."
"Hahahaha, kenapa kau berkata seperti itu, Cheryl? Tentu saja kau boleh membantu merapikan dasiku, kau adalah keponakanku. Cheryl kecilku," ucap Gavin.
'Keponakan kecil? Hanya sebatas itukah aku di matamu? Astaga kenapa aku harus kecewa? Bukankah memang benar, aku adalah keponakan kecilnya?' kata Cheryl di dalam hati.
"Cheryl kemarilah! Kau mau merapikan dasiku kan?"
"I-iya, Om," jawab Cheryl gugup. Dia kemudian mendekat pada Gavin yang kini sudah berdiri menunggunya. Perlahan, Cheryl pun memegang dasi yang dikenakan oleh Gavin, sambil sesekali melirik wajah tampan yang ada di depannya.
Cheryl yang tak kuasa menahan gejolak di dalam hatinya, tanpa dia sadari tangannya mulai mendarat di wajah tampan itu, lalu mengusap wajahnya.
"Cheryl!"