Di sebuah desa yang masih asri dan sejuk juga tak terlalu banyak masyarakat yang tinggal hidup lah dengan damai jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota yang sibuk.
Kegiatan yang wajar seperti berkebun, memancing, ke sawah, juga anak-anak yang belajar di sekolah.
Di sekolah tempat menuntut ilmu banyak yang tak sadar jika terdapat sebuah misteri yang berujung teror sedang menanti masyarakat lugu yang tidak mengetahui apa penyebab nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Risma Dwika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1
Cerita ini fiktif belaka. Murni hasil dari khayalan author saat sedang bengong.
Jika ada kesamaan tempat, waktu juga pelakon itu hanya kebetulan saja yaaa.
Selamat membaca
.
.
.
.
.
Seorang gadis remaja tengah membantu ibu nya yang sedang bertani. Neng, begitu sang ibu dan para warga lain memanggil nya. Neng ini tipe anak yang baik, rajin sekali membantu ibu nya dalam melakukan pekerjaan sebagai petani.
Tak jarang neng membantu ibu nya dengan memasak dan membawakan makan untuk sang ibu makan siang ke sawah.
Seperti saat ini, neng memasak di rumah untuk di bawa ke sawah.
Neng hanya tinggal berdua dengan ibu nya.
Sedangkan ayah nya telah lama wafat saat dirinya berusia lima tahun.
Neng sendiri sebenarnya mempunyai abang, namun Abang memilih merantau ke kota setelah lulus sekolah SMA.
Padahal sang ibu berharap zaki anak sulung nya itu membantu mengelola sawah peninggalan sang suami, yaitu bapak mereka.
Tapi entah kenapa zaki bersikukuh untuk merantau. Dulu dia sangat senang ke sawah dan mengucap jika lulus sekolah ia berniat kuliah di universitas dekat desa jurusan pertanian dengan harapan dapat mengembangkan potensi sawah milik keluarga nya lebih baik lagi.
Usia Zaki dan adiknya neng ini terpaut cukup jauh.
Saat ini Zaki sudah menjadi pria dewasa berusia dua puluh sembilan tahun, sedangkan neng baru beranjak remaja berusia empat belas tahun.
Ibu Munah dan suaminya Parjo ini sudah setengah abad lebih.
Bertahun tahun semenjak sang suami meninggal, sang istri mengelola sawah peninggalan sang suami yang dulu nya mereka kelola bersama.
Sekarang hanya dia seorang diri yang mengelola dengan mempekerjakan para tetangga yang juga sudah sama sama lansia.
Entah kenapa zaki yang dulu semangat sekali ingin mengelola sawah berubah pikiran.
Tetapi ia masih melanjutkan perkataannya melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Namun sejak lulus kuliah sampai kini ia belum pulang ke kampung halaman nya ini.
Alasannya selalu sibuk bekerja atau belum mendapat cuti.
Bu Munah sudah terlalu rindu dengan putra nya itu.
Putra nya yang dulu terlihat ceria, sopan, dan lembut. Setelah lulus SMA dia menjadi anak yang pendiam dan tak banyak cerita.
Biasanya apapun di ceritakan pada ibu nya.
Bu Munah merasa ada yang aneh pada perubahan putra nya, namun mengingat Zaki sudah dewasa mungkin seiring bertambah nya usia, pribadi nya jadi lebih tertutup. Begitu menurut pikiran nya.
Walaupun Zaki tak pulang-pulang, tetapi ia selalu mengirimkan uang gaji nya maupun bonus dari tempat kerja nya.
Ia rutin setiap bulan mengirimkan uang ke rekening orang tua nya.
Nominal nya pun tidak sedikit. Tapi sebagai orang tua yang bijak, Bu Munah malah menyimpan nya dan tak mengambil seperak pun.
Ia memilih menggunakan uang tersebut untuk investasi putra nya di masa depan.
Dengan uang yang di kirim Zaki, Bu Munah mengubah uang tersebut menjadi sebuah rumah juga sawah di dekat sekolah neng.
Kebetulan saja yang punya sawah teman dari almarhum suami pak Parjo. Ia butuh uang untuk biaya anak nya kuliah, jadi di jual lah dengan harga sedikit miring.
Melihat kesempatan itu, Bu Munah tanpa berpikir panjang membeli sawah tersebut dan sebidang tanah kosong yang akan di jadikan rumah untuk Zaki nanti.
"Bu, ini saya sudah turunkan harga nya jadi saya mohon jangan di tawar lagi. Karena saya butuh sekali untuk anak saya berangkat ke kota. Ini sertifikat nya bisa di lihat dulu". Ujar pak Min sambil menyerahkan dua sertifikat. Yang satu sertifikat sawah, yang kedua itu sertifikat tanah kosong.
Baik sawah maupun tanah kosong itu berada tak jauh dari sekolah si neng.
Jadi jika berangkat ke sekolah pasti neng dan teman temannya akan melewati sawah dan tanah tersebut. Di atas tanah tersebut berdiri sebuah gubuk tua tempat beristirahat pak Min dan para petani lainnya jika sedang beristirahat.
Area sekolah sendiri tak hanya sekolah SMP, namun SD dan SMA nya tempat Zaki sekolah pun berada di area yang sama, hanya saja jarak nya cukup jauh satu sama lain.
Jadi anak anak desa semua bersekolah di sana.
Meskipun desa yang cukup rimbun, sekolah sekolah tersebut sudah berdiri sejak lama sekali.
Bangunan nya pun sudah ada sejak jaman belanda dulu. Bangunan nya di ubah menjadi sekolah.
Kalau dulu ada mitos awal mula nya bangunan sekolah itu sebuah rumah sakit, kali ini bukan hanya sekedar mitos.
Sekolah ini memang dulu sebuah rumah sakit yang di bangun para penjajah Belanda.
Setelah Belanda pergi, bangunan tersebut beralih fungsi menjadi sekolah.
Hingga saat ini sekolah ini berdiri.
Warga desa di sini pun sebagian besar mendapatkan pendidikan yang layak. Sehingga mereka tidak banyak yang buta huruf dan menghitung.
"Saya terima ya pak, ini uang nya boleh di hitung dulu biar sama sama yakin dan enak". Bu Munah menyerahkan uang yang ia bawa dengan kantong plastik hitam ke rumah pak Min yang jarak nya cukup jauh.
Bu Munah di temani neng setelah makan siang di sawah tadi.
"Sudah Bu, kami percaya kok sama ibu. Ibu kelola sawah Parjo dengan baik yaa jadi bisa punya uang banyak gini". Ucap Bu Sarmi istri pak min.
"Sebenarnya kalo sawah peninggalan Parjo cukup untuk sehari-hari, sekolah neng, dan juga bayar bapak-bapak yang bantu saya di sawah Bu. Kalo ini uangnya Zaki yang tiap bulan di kirim untuk saya, tapi saya nggak pakai. Kasihan dia kerja capek tapi malah di kirim ke saya. Jadi saya pikir, di kumpulkan saja lalu saya belikan ini untuk masa depan nya". Jelas Bu Munah.
"Beruntungnya Zaki punya ibu seperti Bu Munah. Di kasih bulanan malah nggak di pakai, di belikan investasi masa depan buat Zaki. Pasti Zaki bangga banget sama ibu, punya ibu yang sangat pengertian. Ngomong ngomong Zaki kapan pulang ya Bu, sudah lama banget saya nggak lihat Zaki. Pasti tampan dan gagah seperti almarhum ya Bu sekarang. Apalagi tinggal di kota, makin kasep pasti yaa". Tukas Bu Sarmi.
"Alhamdulillah Bu, cuma ini yang bisa saya lakukan untuk anak-anak saya. Kalau kepulangan Zaki saya juga belum tau. Kalau saya tanya pasti jawaban nya belum dapat cuti, atau lagi sibuk. Nanti pasti pulang, gitu terus jawab nya".
"Tapi Bu Munah suka telepon Zaki?"
"Yaa iyaa suka telepon yang video itu loh Bu ada muka nya. Kapan hari Zaki kirim saya hape untuk komunikasi. Kalau pakai telepon rumah kan dengar suara aja, begitu kata dia".
"Waahh canggih sekarang yaa Bu Munah. Bisa lihat berita artis artis dong yaa. Haha".
"Nggak Bu, saya jarang pakai. Paling si neng yang pegang untuk belajar juga sekalian. Bu, ini seperti nya mendung yaa kalau begitu saya pamit ya Bu. Terima kasih untuk jamuan nya".
"Sama sama Bu Munah. Itu hati-hati loh yaa jalan nya. Masukin ke tas neng supaya nggak keliatan". Ujar pak Min.
"Iyaa pak, Bu. Semoga lancar yaa Rani kuliah nya. Jadi orang sukses banggain orang tua yaa". Ucap Bu Munah.
"Aamiin. Terima kasih Bu". Ujar pak min, Bu Sarmi, dan juga Rani anaknya mereka.
Bu Munah pun pulang dalam keadaan senang karena impian nya membeli sawah dekat sekolah terwujud, meskipun ini untuk Zaki putra nya.