Kisah gadis ekstrover bertemu dengan dokter introvert..
Awal pertemuan mereka, sang gadis tidak sengaja melukai dokter itu. Namun siapa sangka, dari insiden itu keduanya semakin dekat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Fey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
********
( Hy.. perkenalkan namaku Suina Putri, aku gadis yang tumbuh besar dengan kasih sayang ayahku.
Ibuku sudah lama pergi untuk selamanya, sejak aku berumur 6 bulan. sejak saat itu, aku tumbuh besar di bawah sang ayah.
Sebagai anak satu satunya, tentu saja aku sangat dekat dengan ayahku dan juga bibiku.
Selama ini aku berusaha untuk tidak merepotkannya, karena aku tau, ayahku pasti merasa sangat kesulitan membesarkanku seorang diri.
Maka dari itu, aku sudah terbiasa hidup mandiri. dan melakukan apa saja sendiri tanpa merepotkan ayah.
Setelah lulus kuliah, aku memutuskan untuk bekerja sebagai Desainer grafis. pekerjaan itu merupakan hobiku setiap hari, sehingga ketika berkesempatan untuk bekerja di bidang tersebut.
Tentu saja membuatku sangat senang.
Dua bulan bekerja di bidang desain, aku memutuskan untuk pindah dan hidup di kota terpisah dengan ayahku.
Walaupun berat, ayahku tetap selalu mendukung apapun keputusan yang aku ambil. )
###
"Bibi Yan, cepetan dong!" seru seorang gadis cantik pada wanita paruh bayah di seberang sana.
"Iya, sabar dong. Bibi lagi siap-siap nih. " balas bibi Yan sambil merapikan pakaiannya.
"Kita gak boleh telat lho, Bibi. Harus segera cek rumah itu, karena banyak yang harus di rubah nanti." ujar gadis itu, semakin tidak sabar.
"He-eh, sudah, sudah. Bibi siap kok. Yuk, kita berangkat!" jawab Bibi Yan, mengambil tasnya di atas ranjang.
Setelah selesai bersiap-siap, keduanya pun keluar dari hotel untuk menuju rumah yang baru dibeli oleh gadis itu. Dalam perjalanan menuju tempat itu, Suina tampak tak sabar ingin segera melihat rumah barunya.
Dalam hatinya, ia merasa amat gembira. Setelah berjuang keras, akhirnya bisa membeli rumah sendiri.
Dalam perjalanan, Suina terus berpikir tentang segala rincian yang telah ia perjuangkan untuk bisa mencapai titik ini dalam hidupnya.
Serta rencana kedepannya yang harus ia capai lagi.
Beberapa menit di dalam taxi, akhirnya mereka tiba di sana.
Dengan penuh semangat, Suina keluar dari taxi kemudian berlari menuju rumah itu.
Sementara bibinya terlihat kebingungan, begitu melihat rumah yang di beli Suina.
"Gimana, Bibi? Bagus nggak?" tanya Suina penuh harap saat keduanya berdiri di depan pagar rumah yang baru dibelinya.
Bibi Yan, dengan kerutan di dahinya, meneliti bangunan di depan matanya.
"Kamu yakin ini alamatnya, Suina? Jangan-jangan kita nyasar." Tanya bibinya ragu.
" Nggak kok, Bi! Lihat deh, nomornya persis seperti di alamat ini." Jawab Suina sambil menunjuk plakat rumah dengan antusias.
Namun Bibi Yan masih belum yakin.
"Tapi, kenapa kamu memilih rumah seperti ini? Rasanya... aneh." Tanya bibi Yan herhan.
Suina tersenyum, berusaha meyakinkannya.
"Kenapa aneh? Menurutku ini unik, Bi. Punya karakter." Jawab Suina yang sangat menyukai rumuh itu.
Bibi Yan mendesah, tidak puas.
"Hah! Unik? Unik dari mananya? Ini lebih ke angker, Suina. Lihat saja, semua tanaman liar itu merajalela, sepertinya rumah ini tidak pernah di tempati lagi bertahun-tahun." Jawab bibi Yan.
Suina menggenggam tangan bibinya, penuh semangat kemudian mengajaknya masuk kedalam.
"Yuk, kita cek ke dalam. Suina yakin bibi akan menyukainya begitu kita bersihkan rumah ini. " Ajak Suina penuh semangat.
Begitu ia membuka kunci pagar, sebuah fitting lampu hampir jatuh ke mengenai kepalanya.
"Aduh, Aa!! Hampir aja nih lampunya jatuh. Serem amat!" jerit Suina kaget.
"Suina, kamu yakin mau tinggal di rumah tua gini?" tanya Bibi Yan dengan nada khawatir.
"Tenang aja, Bi. Itu cuma masalah fitting lampu, bukan hal serius kok," jawab Suina, sambil menenangkan.
"Yuk, Bi, jangan takut. Ayo masuk lagi," ajak Suina seraya menarik tangan Bibi Yan.
Begitu mereka berdua masuk, Suina berkeliling sambil berkata.
"Wah, lihat deh, Bi. Ini rumah indah banget. Suina beruntung dapetin ini dengan harga murah." Ujarnya puas.
"Bicara apaan kamu, Suina? Indah apanya, ini rumah kok kayak berhantu. Murah? Pantes aja, murah. Kalau Ayahmu tahu kamu beli rumah kayak gini, bisa-bisa dia pingsan," sahut Bibi Yan, masih tak percaya dengan pilihan keponakannya itu.
"Berhantu apanya, Bi? Bagus ini, serius deh." Jawab Suina terus berusaha meyakinkan.
"Bibi tuh, merinding tau." keluh Bibi Yan, merinding.
"Lihat tuh, pohon-pohonnya tumbuh subur, Bi. Memang sih, banyak tumbuhan liar, tapi kalau kita bersihkan, pasti bagus," ucap Suina berusaha menunjukkan sisi positif dari rumah tersebut.
Gadis itu terus masuk kedalam untuk melihat lihat isi rumahnya.
Suina benar benar sangat puas dengan rumah itu, walaupun banyak sekali tumbuhan liar yang tubuh subur karena sudah lama tidak berpenghuni.
" Suina! tungguin bibi! " teriak bibinya sambil berlari menyusul gadis itu masuk kedalam.
Keduanya terus menyusuri setiap sudut rumah itu, berharap kedepannya akan lebih nyaman untuk di tinggali.
"Bikin capek juga, ya, merapiin rumah segede ini," keluh Suina sambil memandangi setiap sudut rumah.
"Bikin merinding lebih tepatnya!" sergah Bibi Yana sambil memeluk tubuhnya sendiri.
"Kok kayak ada yang nggak beres, deh. Mending cari rumah lain, Suina." Ujar bibinya
" Bibi nggak yakin dengan rumah ini, kalau Apartemen kira-kira gimana? Banyak yang bagus loh sekarang, dan deket kemana-mana." usulnya sembari menatap Suina.
"Eeeeh, tapi kan Suina udah beli rumah ini, bi. Lagian, Suina yakin kok rumah ini aman. Banyak tetangga juga yang di samping dan depan. Nggak ada yang perlu ditakutin deh, tenang aja!" Jawab Suina menenangkan Bibi Yana dengan senyuman.
Ketika sedang asyik berdebat tentang rumah itu, tiba tiba ada seorang pria yang menyapa mereka.
" Selamat pagi! " sapa pria itu.
" Pa-pagi. " jawab Suina kaget.
" Apa kalian baru di sini? " tanya pria itu penasaran.
" Iya, apa kamu juga tinggal di komplek sini? " jawab bibi Yan sambil bertanya.
" Iya, saya tinggal di ujung sana. " jawab pria itu sambil tersenyum manis.
Sementara Suina hanya memperhatikan keduanya sambil melihat lihat setiap sudut halaman rumah itu.
" Kebetulan saya punya Caffe di dekat sini, jika kalian punya waktu. boleh mampir kesana, saya traktir sebagai penyambutan tentangga baru. " tawar pria itu.
" Sekarang aja. " jawab bibi Yan yang langsung bersemangat.
" Yuk Suina. " lanjutnya lagi sambil menarik tangan gadis itu.
Beberapa menit kemudian, mereka sudah berada di Caffe pria itu.
Bibi Yan benar benar terlihat sangat senang.
" Tadi protes nggak mau tinggal di sini, kok sekarang kayak bersemangat gitu? " tanya Suina heran.
" Itu kan tadi. " jawab bibinya sambil memperhatikan pria yang sedang membuatkan mereka minum.
" Mmm... kayaknnya ada apa apa nih. " ucap Suina menebak.
" Ngomong ngomong semua pria di sini kok cakep cakep amat ya, bibi belum melihat yang di bawa rata rata. " ucap bibinya yang terpesona dengan mereka.
" Tuh kan! benar Suina bilang, pasti ada apa apanya. ingat umur bibi Yan. " jawab Suina mengejek.
" Umur hanya angka Suina, mungkin aja salah satu dari mereka akan menjadi suami bibi. " jawab bibi Yan tertawa.
Suina pun ikut tertawa mendengarnya.
" Bibi ada ada saja. " ucap Suina.
Pria itu pun datang sambil membawakan minuman dan juga kue untuk mereka.
" Silahkan. " ucap pria itu menyajikannya di atas meja.
" Wahh.. kelihatannya enak banget. " ucap Suina yang sudah tidak sabar ingin mencicipinya.
Mereka pun duduk sambil berbicang bincang, Suina banyak menanyakan tentang lingkungan tempat ia akan tinggal pada pria itu.
Karena ia belum mengetahui apa saja peraturan yang ada di sini.
***
Keesokan harinya, Suina dan bibi Yan mulai membersihkan rumah itu.
Mereka benar benar bekerja keras, karena hampir seluruh area dari rumah itu harus di bersihkan.
" Suina! kamu ingat pesan bibi kan? sebelum kita pindah kesini? " ucapnya mengingatkan gadis itu lagi.
" Pesan apa? " tanya Suina lupa.
" Berhenti memberi makan anjing atau kucing liar, dan jangan pernah membawa mereka untuk pulang. bibi mau hidup tenang di rumah ini, tanpa ada gangguan dari hewan hewan itu lagi, faham? " jawab bibinya.
" Iyaa.. Suina akan ingat. " jawab Suina patuh.
" Awas aja sampai kamu bawa hewan hewan itu pulang kesini, bibi akan mengirim mereka jauh dari lingkungan ini. " ucap bibinya mengingatkan.
" Iya bibiku yang cantik, bibi tenang saja. Suina nggak akan membawa mereka pulang lagi. " jawab Suina memastikan.
Karena Suina sering kali membawa hewan hewan itu pulang kerumah, ia merasa kasihan melihat mereka yang hidup terlantar di jalan tanpa ada yang mengurus.
Semua itu ia lakukan, karena mengingat dirinya juga tidak merasakan kasih sayang dari sang ibu sedari kecil.
Sehingga membuatnya sering merasa ibah setiap kali melihat hewan hewan jalanan itu.
Hingga menjelang pukul 4 sore, akhirnya mereka berhasil menuntaskan pekerjaan membersihkan halaman rumah.
Suina, dengan keringat bercucuran di wajahnya, menghela nafas lega saat merapikan kantong-kantong sampah di halaman depan.
Ia merasa kelelahan yang amat sangat, namun juga bersyukur karena tugas ini selesai dengan lancar.
" Huh, lelah juga ternyata, tapi rumah terasa lebih segar dan indah sekarang. " Gumam Suina senang .
Sementara itu, di sudut lain, bibi Yan tengah sibuk memasak di dapur, menyiapkan makanan seadanya untuk merayakan bersama usai penat bekerja.
Aroma wangi makanan yang bibi Yan sajikan telah menembus hidung Suina dan membuat perutnya berkeroncongan.
" Hmmm., wangi banget, sepertinya enak. Jadi nggak sabar menikmati hidangan lezat yang disiapkan bibi Yan. Tidak sia-sia aku bekerja keras hari ini. " gumam Suina, berharap bahwa setelah semuanya selesai, dia dan bibi Yan dapat bersantai sambil menikmati hasil jerih payah mereka.
Kemudian ia masuk kedalam, menemui bibinya yang sedang menyiapkan makanan di dapur.
"Bibi, butuh bantuan nggak nih?" tanya Suina dengan gaya centilnya.
"Stop! Jangan dekati dapur," teriak Bibi Yan, menghentikan langkah Suina.
"Kenapa sih, Bibi? Suina cuma pengen bantu aja," ujar Suina, tampak bingung.
"Bantuin apa, coba? Kamu itu kalo masak suka ngacauin aja," balas Bibi Yan, sambil menyilangkan tangan.
"Tapi, Suina bisa kok motong sayur, Bibi," Suina mencoba meyakinkan.
"Baiklah kalau kamu tetap pengen bantuin, coba potongin bawang bombai ini," ujar Bibi Yan sambil memberikan sebilah pisau dan bawang kepada Suina.
"Em!" Suina mengangguk girang.
"Ingat, potong kecil-kecil. Hati-hati jangan sampai jari kamu yang kepotong," ingat Bibi Yan sambil kembali mengaduk panci di atas kompor.
"Iya, Bibi Yan yang cantik!" sahut Suina sembari mulai memotong bawang dengan hati-hati.
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya masakan mereka selesai.
"Suina, bantuin bibi beli telur yuk, bentar aja." Bibi Yan memanggil dari dapur.
"Hah? Bukannya makanan udah siap semua di meja, Bi?" Tanya Suina mendongak, bingung.
"Iya, tapi kan kamu paling demen nasgor sama telur. Sekalian beli buat kamu." Jawab Bibi Yan menatap Suina dengan senyuman.
" Buruan sana ke mini market, beliin sebentar." Lanjut Bibi Yan sambil menyiapkan minuman, tak memperdulikan muka masam Suina.
"Iya! iya.. Suina beliin." Jawab Suina beranjak dengan langkah gontai, keluar menuju mini market terdekat.
Suina menyusuri jalanan menuju mini market terdekat, sambil memperhatikan lingkungan komplek yang ia lewati.
Sesampainya di sana, Suina langsung melihat seekor anjing yang tengah berada di depan mini market.
"Eh, kamu nggak boleh masuk ya?" tanya Suina seraya mengulurkan tangan untuk mengelus anjing tersebut.
Namun, seketika itu juga anjing itu menggonggong keras, seolah-olah memperingatkannya.
"Aw, galak amat sih kamu!" Ucap Suina mengundurkan diri karena terkejut.
"Ya sudah, ya sudah! Aku nggak akan ganggu lagi deh. Daaah!" lanjutnya, sambil bergegas masuk ke dalam.
Begitu gadis itu membuka pintu mini market, ia langsung menabrak seorang pria yang hendak keluar.
"Aaa!! Maaf, maaf banget!" jerit Suina yang tanpa sengaja mendorong seorang pria hingga semua belanjaan yang di bawanya berhamburan ke lantai.
"Aduuh!" Pria itu mengerang ketika sebuah botol air mineral mendarat di keningnya.
"Sori banget, sori.. aku nggak sengaja! Biar aku bantu!" Ucap Suina cepat-cepat meraih tangan pria itu, membantunya berdiri.
" Nggak usah, saya nggak papa kok. Cuma kaget aja." Jawab Pria itu mengusap keningnya sambil tersenyum kecut.
"Ya ampun, kening kamu! Ada lebamnya nih. Serius, nggak apa-apa?" Kekhawatiran terpancar dari wajah Suina.
"Ahh, nggak apa-apa. Lain kali hati-hati ya." Jawab Pria itu berusaha menenangkan Suina sambil mengambil beberapa barang yang jatuh itu dan membereskan kembali belanjaannya.
Dalam sekejap, pikiran Suina langsung tertuju pada pasta gigi yang mungkin bisa menjadi solusi untuk luka memar pria itu.
Ia berlari secepat kilat menuju rak tempat pasta gigi berada, detik berikutnya, ia kembali dengan tergesa-gesa, untuk mengoleskannya.
" Eh! eh! eh! kamu mau apa? " tanya pria itu yang langsung menahan tanganya.
" Bantuin kamu, biar luka memarnya tidak terlalu parah. " jawab Suina yang terus ingin mengoleskannya.
" Eeehh!! pasta gigi tidak bisa mengatasi luka memar. " ucap pria itu yang terus menghindar.
" Bisa kok, percaya sama aku. " jawab Suina kekeh.
" Nggak! nggak! nggak! " jawab pria itu menjauh.
Melihat Suina yang terus memaksa, dengan cepat seorang kariawan toko menghampiri mereka.
"Mbak! Mbak! Mbak!" seru karyawan mini market itu sambil tergopoh-gopoh menghampiri Suina.
Namun Suina, dengan tekad yang membara, tetap mencoba untuk mengoleskan pasta giginya ke kening pria di depannya.
" Nggak usah mbak, dia seorang dokter. Jadi tahu apa yang boleh dan yang nggak boleh. " jelas karyawan itu mencoba meredakan situasi.
"Hah? Serius?" Suina terkejut, tangannya masih menggantung dengan tube pasta gigi.
"Maaf, Dok," sahut karyawan itu, merasa bersalah telah terlibat dalam situasi yang aneh ini.
"Ah, tidak apa-apa. Saya harus pergi sekarang," balas pria tersebut dengan senyum simpul sebelum beranjak pergi.
"Eh, tunggu!" teriak Suina, ingin mencegahnya pergi.
"Eh, Mbak! Mbak! Mbak!" karyawan itu kembali menahan Suina.
"Pasta giginya tolong dibayar dulu." Lanjutnya lagi.
"Oh! Maaf ya," jawab Suina sambil bergegas ke kasir untuk membayar.
Sejam kemudian ia tiba di rumah.
"Halo, Bibi Yan!" teriak Suina begitu melangkah masuk rumah, namun tangannya kosong.
Bibi Yan yang sudah menunggu di dekat pintu langsung bertanya.
"Loh, kok ga bawa telur?" Tanya bibi Yan heran .
"Oh, Tuhan!" seru Suina sambil menepuk keningnya.
"Suina lupa!" Lanjutnya sambil terkekeh.
"Gak apa-apa, gak usah kembali lagi. Makan aja yang ada, nunggu kamu bolak-balik ke mini market kelamaan," sahut Bibi Yan dengan nada pasrah tapi penuh kasih.
Suina hanya bisa menghela napas dan meminta maaf.
"Ya sudah deh, maaf Bibi Yan." Ucap Suina sebelum dia duduk lesu di meja makan.
Keduanya pun mulai menikmati makan siang mereka yang tertunda.
Keesokan harinya sekitar pukul 8 pagi, Suina keluar dari kamarnya dengan berpakaian rapi.
Bibinya yang sedang merapikan ruang tengah, kebingungan melihat gadis itu yang sudah rapi pagi pagi sekali.
" Eeehh! mau kemana? " tanya bibi Yan menghampirinya.
Bukanya menjawab, Suina malah menyengir sambil memperlihatkan deretan giginya yang rapi.
"Nggak boleh, Suina!" seru Bibi Yan sambil mengibaskan tangannya, menunjukkan larangan yang keras.
"Ih, Bibi! Suina cuma pengen ketemu Nenek aja," Jawab Suina sambil mengerucutkan bibirnya.
"Tapi Suina, kamu tahu kan gimana sifat Kakek?" Ucap Bibi Yan melirik dengan raut cemas.
"Bibi gak mau kalau nanti kamu kenapa-napa." Lanjutnya lagi.
"Bibi, tenang aja. Suina bisa jaga diri kok," jawab Suina mencoba meyakinkannya.
"Jadi, ini alasan kamu pindah kesini?" tanya Bibi Yan, mulai memahami.
"Hihi, iya, Bibi," Suina terkekeh ringan.
"Ya udah, Suina pergi dulu ya, bye!" Suina segera mencium pipi Bibi Yan, lalu berlari keluar dengan cepat.
"Suina! Suina!!" teriak Bibi Yan dari balik pintu, masih dengan rasa cemas yang mendalam.
Namun gadis itu tetap berlari sambil melambaikan tanganya tersenyum lebar.
" Dasar anak nakal. " ucap bibi Yan kesal.
Suina berjalan menyusuri jalanan yang asing baginya, hatinya berkecamuk mencari tempat di mana kakek dan neneknya tinggal.
Alasan dia pindah ke kota ini sebenarnya sederhana, ingin dekat dengan mereka dan memperbaiki hubungan yang renggang.
Selama ini, hubungan kakek dan neneknya dengan sang ayah memang tidak harmonis.
Pasalnya, mereka tidak merestui pernikahan ayah Suina dengan ibunya yang merupakan gadis biasa-biasa saja bahkan jauh dari harapan kakeknya.
Seiring dengan berjalannya waktu, seharusnya waktu bisa memperbaiki hubungan mereka.
Namun, ternyata itu tidak berlaku untuk kakeknya. ia masih tidak mau mengakui Suina sebagai cucunya, meskipun telah menjadi anak ayahnya selama bertahun-tahun.
Suina bertekad untuk mencoba merajut kembali tali kekeluargaan yang terputus, bahkan jika itu berarti menghadapi penolakan dari keluarga sendiri.
"Di mana ya tempatnya?" Suina bergumam seraya mengamati sekitar, ponsel tergenggam erat di tangan, alamat toko terpampang di layar. Langkah kakinya menelusuri jalanan yang ramai.
"Eh, itu kayaknya!" serunya tiba-tiba, matanya tertuju pada sebuah toko sembako di sudut jalan.
Suina mempercepat langkahnya, sambil tersenyum senang mengembang di wajahnya saat ia mendekati toko itu.
"Iya, benar! Ini dia tempatnya!" Suina berbicara sendiri dengan nada gembira.
Kemudian ia mulai melihat lihat sekitar toko itu, namun tidak ada satupun orang yang ada di sana.
" Kok tutup sih? " gumam Sunia menyayangkan.
Melihat Suina yang kebingungan, tiba tiba seseorang menghampirinya.
"Neng mau beli sembako ya?" tanya bapak-bapak yang menghampirinya dengan rasa ingin tahu.
"Toko ini lagi tutup ya, Pak?" Suina mencoba memastikan.
"Iya, neng. Pemiliknya lagi keluar kota, besok baru balik. Tapi kalau neng mau beli sembako, di ujung sana masih ada satu toko buka, lho," sarannya dengan ramah.
"Oh, nggak Pak, saya bukan mau beli sembako. Saya ini cucunya si pemilik toko," jelas Suina, sambil tersenyum manis.
"Ooh... begitu toh. " Ucap bapak itu yang awalnya tidak sadar.
"Cu-cucu? " Lanjutnya yang langsung tercengang.
" Iya pak. " Jawab Suina.
Sementara bapak bapak itu masih terkaget kaget mendengar ucapannya. karena setahu orang orang yang ada di sekitar tempat itu, kedua lansia itu tidak mempunyai seorang cucu apalagi sudah sebesar ini.
Karena tidak bisa menemui kakek dan neneknya hari ini, Suina memutuskan untuk pulang dan akan kembali esok hari.
###NEXT###