[Apakah Tuan Rumah ingin melakukan check-in?]
"Ya, tentu."
[Selamat, Tuan Rumah, telah memperoleh sebuah bangunan Apartemen mewah di kompleks perumahan Luxury Modern, uang tunai sebesar $100.000, serta sebuah Ferarri 458. Anda juga menerima....]
[Tuan Rumah, uangnya sudah ditransfer ke rekening Anda. Dokumen apartemen dan kunci mobil telah dimasukkan ke dalam inventaris sistem...]
Pesan inilah yang mengubah hidup Gray selamanya.
Dari seorang yang tak berarti, yang berjuang melewati keras dan suramnya kehidupan, menjadi orang terkaya dan paling berkuasa di dunia. Bahkan di seluruh realitas?
Inilah kisah penuh petualangan Gray Terrens.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZHRCY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DI PECAT
"Pelayan!" Seorang wanita dengan riasan wajah yang mengerikan berteriak.
Tindakannya membuat para pengunjung lain mengerutkan kening dengan dalam, tetapi mereka memilih untuk tidak mengatakan apa pun, dan melanjutkan makan mereka.
"Dia datang lagi," gumam salah satu dari mereka, menyendok makanan ke mulutnya sambil memperhatikan wanita itu dari sudut mata dengan rasa familiar.
Sesaat kemudian, seorang pemuda yang mengenakan seragam restoran itu bergegas menuju meja wanita tersebut.
"Nyonya, Anda memanggil saya. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan sopan, berusaha menampilkan senyuman ramah pelanggan terbaik yang bisa dia tunjukkan.
"Ya," wanita itu mengangguk dan menatap tajam ke arah pemuda itu, "Kau bisa membantuku dengan memanggil manajermu!"
"Maaf, Bu, tapi manajer tidak ada disini. Jika Anda memiliki keluhan, silahkan sampaikan kepada saya dan kami akan mencatatnya," ucap si pemuda sambil menundukkan kepala dengan hormat.
"Manajermu tidak ada disini, ya?" tanya wanita itu.
Pemuda itu mengangguk sopan.
Dia memperhatikan wanita itu dan melihat senyuman tipis melintas di wajahnya segera setelah dia mengangguk.
"Aku paham, itulah alasannya mengapa staf seperti kalian bisa begitu saja membuat sesuatu yang sangat buruk dan berbahaya bagi tubuh, lalu menyajikannya kepada pelanggan kalian yang berharga? Apakah kalian tidak peduli dengan nyawa manusia lain? Orang-orang yang datang ke sini untuk menghabiskan uang hasil jerih payah mereka? Kalian benar-benar tidak peduli pada mereka, ya?" tanya wanita itu dengan suara meninggi.
Bahkan orang bodoh pun bisa mengerti apa yang sedang dia coba lakukan.
Pemuda itu, yang baru saja dihujani pertanyaan, kembali mengangguk sopan.
"Maaf jika pelayanan kami tidak sesuai dengan harapan Anda, Nyonya. Jika tidak keberatan, bisakah Anda memberitahu saya apa masalah sebenarnya supaya kami bisa memperbaikinya. Keinginan terbesar kami di Monarch Restaurant adalah memberikan pengalaman yang sangat menyenangkan bagi pelanggan melalui menu kami," katanya.
"Pengalaman yang menyenangkan, sialan!" bentak wanita itu sambil menghantamkan tangannya ke meja, "Aku sudah katakan kalau makanan yang kalian masak di sini berbahaya bagi kesehatan manusia. Dan kau bicara padaku tentang pengalaman yang menyenangkan. Apa yang menyenangkan dari itu? Apakah membayar tagihan rumah sakit itu menyenangkan?"
Mata pemuda itu sedikit berkedut saat mendengar hal itu. Dia mengepalkan tangannya dengan erat lalu melepaskannya kembali beberapa detik kemudian.
Jelas sekali bahwa dia hampir kehilangan kesabaran dan berusaha keras untuk menahan dirinya.
"Nyonya, apa sebenarnya masalahnya?" tanyanya dengan suara tegas.
"Masalahnya, kau tanya? Masalahnya adalah makanan kalian mengandung bahan beracun. Itulah masalahnya," kata wanita itu.
Pemuda itu menggigit bibir bawahnya dengan frustrasi ketika mendengar hal itu. Dia mendengus dalam hati saat melihat banyaknya piring kosong di atas meja.
Beracun tapi kau makan semuanya? Bukan satu atau dua piring. Tapi delapan! Omong kosong macam apa ini.
Pemuda itu tidak menahan rasa penasarannya dan bertanya, "Nyonya, Anda mengatakan makanan kami berbahaya, tapi Anda menghabiskan semuanya. Kenapa?"
Wanita itu menegang beberapa detik, jelas terkejut oleh pertanyaan itu. Dia sama sekali tidak menyangka anak muda yang terlihat bisa terbang tertiup dengan napasnya, berani menanyakan pertanyaan seberani itu.
Tapi siapa dia? Dia adalah seseorang yang sudah lama menakut-nakuti bisnis seperti ini. Tidak mungkin dia membiarkan dirinya dipermalukan oleh seorang anak muda.
Sekejap kemudian, dia meledak marah dan bangkit berdiri. Karena tubuhnya agak besar, meja ikut terguling saat dia berdiri dan piring-piring di atasnya jatuh ke lantai, pecah berkeping-keping.
"Apa maksudmu dengan ucapan itu, anak muda? Berani sekali kau mengulanginya!" geramnya tepat di depan wajah pemuda itu.
Jelas sekali tindakannya adalah upaya untuk menakut-nakuti, tetapi berlawanan dengan harapannya, pemuda itu tidak menundukkan kepala.
Sebaliknya, dia menegakkan kepala dan menatapnya dengan tatapan tajam dan dingin di matanya.
Hal ini membuat wanita itu sedikit gugup sejenak lalu semakin marah. Dia mengangkat tangannya dan hendak menampar pemuda itu, ketika tiba-tiba tangan lain menghentikan tangannya di tempat.
"Sudah cukup, Nyonya. Saya adalah manajer tempat ini. Mari ke ruangan saya dan kita bicarakan," kata seorang pria paruh baya, pemilik tangan kedua itu.
Wanita itu, melihat manajer restoran, tahu bahwa dia harus mengakhiri aksinya. Tetapi dia tidak rela begitu saja melepaskannya.
"Baiklah. Tapi sebelum itu, aku ingin kau memecat bocah kurang ajar ini sekarang juga. Jika tidak, aku tidak akan ikut denganmu dan akan langsung pergi. Dan kalau aku pergi, aku akan memanggil teman-temanku dan kami akan membanjiri tempatmu dengan ulasan buruk," katanya dengan suara dingin dan mengancam.
Pria paruh baya itu, melihat wanita tersebut tidak berniat mundur, memutuskan untuk menuruti kemauannya.
Dia menoleh pada pemuda itu dan berkata dengan suara tegas, "Kau dipecat. Jangan lupa tinggalkan seragammu sebelum pergi. Semua pembayaran yang diperlukan akan diberikan kepadamu. Kau tidak perlu khawatir tentang itu."
Pemuda itu tidak mengatakan apapun ketika mendengar hal ini. Dia hanya mengangguk dan berjalan kembali ke dapur.
Sementara itu, senyum licik terlihat jelas di wajah wanita itu.
"Keputusan yang bagus," katanya dengan rasa puas yang jelas tergambar di wajahnya.
Pria paruh baya itu mengangguk.
"Tolong ikuti saya," katanya lalu mulai menuntun wanita itu ke kantornya.
~ ~ ~
Pemuda yang baru saja dipecat itu berjalan keluar melalui pintu belakang restoran.
Dia melihat waktu di ponselnya dan menghela napas.
Dia berbalik dan mulai berjalan pelan menyusuri jalan, menatap kosong ke depan saat dia melangkah pulang.
Pikiran pemuda itu dipenuhi banyak pertanyaan filosofis tentang kehidupan dan maknanya.
Dia tidak repot-repot memikirkan pekerjaan yang baru saja kehilangan, karena dia sudah memperkirakan hal itu akan terjadi.
Bosnya, atau kini mantan bosnya, memang sudah mencari alasan bagus untuk memecatnya. Dan insiden dengan wanita itu memberinya alasan yang dia butuhkan.
Pemuda itu tidak akan terkejut jika mantan bosnya dan wanita itu sudah merencanakannya bersama. Dan dia tidak peduli.
Adapun pertanyaan-pertanyaan filosofisnya? Pada akhirnya, seperti orang lain, dia tidak mendapatkan jawaban untuk satupun dari mereka.
Apa gunanya menanyakan semua pertanyaan itu? Bahkan jika aku mendapat jawabannya, apa yang akan berubah? Seumur hidupku, aku selalu berada di bawah, mengalami satu hal buruk demi hal buruk lainnya, dan tidak pernah benar-benar merasakan sesuatu yang berharga.
Tapi itu bukan salah siapa pun, bukan juga salah dunia yang acuh tak acuh ini. Melainkan karena aku sama sekali tidak punya bakat. Yang berarti aku hanya bisa menjalani hidup sesuai arusnya.
Memang begitulah adanya, Gray.
Menghembuskan napas panjang, dia menghentikan pikiran-pikiran yang tidak perlu dan fokus pada jalan di depannya.
Saat dia berjalan menyusuri jalan, dia berbelok masuk ke sebuah gedung apartemen tua.
Beberapa menit kemudian, Gray membuka kunci pintu, membukanya dan masuk ke dalam apartemennya. Dia melemparkan setumpuk amplop yang tadi dia ambil di pintu, ke atas meja tua, lalu merebahkan diri di atas tempat tidurnya.
Kerangka ranjang berdecit keras dan tempat tidur yang sudah usang itu tertekan rata, hampir menyatu dengan kerangka tempat tidur.
Gray meringis sedikit kesakitan tetapi dia tidak terlalu memperdulikannya. Sebaliknya, dia memusatkan pikirannya pada hal lain.
Dia baru saja dipecat, dan dengan hanya melihat kondisi hidupnya saat ini, jelas sekali bahwa dia harus segera mencari pekerjaan lain.
Amplop-amplop yang dia ambil adalah surat penggusuran dan pemberitahuan tentang beberapa tagihan yang belum dia bayar.
Selain isi amplop-amplop itu, tidak ada makanan sama sekali di apartemen satu kamar itu.
Lalu bagaimana dengan rekening bank Gray? Dia hanya memiliki sisa sekitar 20 dolar di dalamnya. Walaupun bosnya mengatakan akan mengirimkan uang pesangon dan sebagainya, Gray tidak terlalu berharap.
Lagipula, meskipun dia mendapatkannya, itu hanya akan menjadi setetes air di lautan utang yang sedang dia hadapi.
Tapi sebenarnya, apa yang harus aku lakukan?
Sesaat kemudian, sebuah suara bergema di kepalanya.
【Ding!】
kamu lupa kasih koma nanti orang yang baca jadi aneh