Setelah sepuluh tahun berumah tangga, akhirnya Sri Lestari, atau biasa di panggil Tari, bisa pisah juga dari rumah orang tuanya.
Sekarang, dia memilih membangun rumah sendiri, yang tak jauh dari rumah kedua orang tuanya
Namun, siapa sangka, keputusan Tari pisah rumah, malah membuat masalah lain. Dia menjadi bahan olok-olokan dari tetangganya.
Tetangga yang dulunya dikenal baik, ternyata malah menjadikannya samsak untuk bahan gosip.
Yuk, ikuti kisah Khalisa serta tetangganya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membangun Rumah
Mobil dari toko bangunan mulai berdatangan mengantar pesanan seseorang.
Di dalam mobil terlihat, beberapa sak semen dan juga besi-besi dan beberapa alat bangunan lainnya.
Tak hanya itu, mobil pengangkut pasir juga mulai berdatangan.
Rohani, yang melihat mobil-mobil itu menurunkan barangnya tepat di samping rumahnya langsung merasa panas.
Pasalnya, sang tetangga dikenal orang tak berpunya. Kenapa sekarang, mereka bisa membeli bahan-bahan bangunan itu.
Mereka dapat uang dari mana? Karena jelas, jika dijumlahkan, barang-barang itu menghabiskan uang jutaan.
"Punya siapa?" Rohani bertanya pada sopir pengangkut pasir.
"Oo, ini punya pak Azhar," sahut sopir ramah.
"Azhar, Tari? Me-mereka yang membeli semua ini?" Rohani bertanya dengan nada sedikit terkejut.
Shock.
"Iya, katanya mau bangun rumah," sang sopir kembali menanggapi.
Rohani memengangi dadanya, dia langsung mundur beberapa langkah untuk kembali ke rumahnya, yang hanya berjarak beberapa langkah dari rumah orang tua Tari.
Beberapa saat, Tari keluar dengan napan ditangannya. Dia membawakan beberapa piring berisi ubi rebus dan juga teko berisi kopi serta air sirup dingin untuk para sopir dan juga orang yang membawakan bahan bangunan.
Tak lupa, suaminya Azhar yang juga ada disana.
"Tadi, bu Rohani nanya apa bang?" tanya Azhar pada sopir. Karena dia sempat melirik sopir berbicara dengan Rohani.
"Hanya basa-basi menanyakan ini punya siapa," sahut sopir, dan Azhar manggut-manggut.
Di rumah, Rohani merasa panas di dalam hatinya. Dia masih penasaran dari mana Azhar bisa mendapatkan uang sebanyak itu, padahal sudah jelas jika Azhar hanya seorang tukang bangunan.
"Apa mereka memelihara tuyul ya?" gumam Rohani masih merasa nyeri.
Seminggu setelahnya, Azhar mulai mengali tanah untuk membuat pondasi rumah. Dan hati Rohani semakin gelisah.
Rasa penasaran masih saja bertahan dihatinya.
"Eh, kok ini dekat dengan tanah saya ya?" Rohani yang berniat melihat pembangunan rumah Tari langsung meradang, kala galian tanah yang berjarak dua meter dari pagar rumahnya.
"Itu kan, masih ada jaraknya. Lagipula, kami udah memperhitungkannya," sahut Azhar menoleh ke arah Rohani.
"Mana bisa gitu, nanti pagar saya kotor kecipratan air hujan dari atap rumahmu," keukeh Rohani.
"Gak akan lah, bu ... Lagian, itu hanya pagar bambu, jadi gak masalah," Azhar masih menanggapi dengan sabar.
"Oo gak bisa, walaupun bambu, itu tetap pagar saya," bantah Rohani.
"Tapi kan, pagar itu bang Azhar yang buat, otomatis, pagar itu milik kami dong," celetuk Tari meradang.
Azhar memelototi istrinya, dia memberi kode dengan tangannya agar jangan membuat keributan.
"Ya, gak peduli. Yang penting pagar ini, pembatas antar tanah ku dan kalian," sahut Rohani tak mau kalah.
Tari kembali hendak menjawab, namun gelengan dari Azhar membuat mulutnya bungkam.
"Aku akan melapornya pada RT, masak kalian dzolim sama saya, mentang-mentang saya udah tua, kalian pikir boleh seenaknya?" cerocos Rohani berjalan meninggalkan Tari dan Azhar yang sedang bekerja sama.
"Dasar, tetangga iri," cetusnya, masih bisa di dengarkan oleh Azhar dan juga Tari.
"Sabar," nasihat Azhar, kala melihat muka Tari yang memerah.
Benar saja, Rohani tak tinggal diam. Dia mulai melapor pada rt, jika Azhar membuat rumah di atas tanah miliknya.
Tak hanya pada rt, Rohani juga turut melaporkan kejadian itu pada beberapa perangkat desa lainnya.
Dia juga mengatakan, gara-gara Azhar membuat rumah, jalan masuk ke rumahnya agak terhalang, karena Azhar sudah merusak rencananya untuk memperbesar lorong masuk ke rumahnya.
"Mereka begitu, karena tahu aku akan beli mobil," adu Rohani di warung, kala pulang dari rumah rt dan perangkat desa lainnya.
"Tapi, bukannya lorong di depan rumah Azhar tanah mereka ya? Lagipula, mereka sudah berbaik hati loh, memberikan sedikit tanahnya untuk jalan kamu keluar-masuk," ujar seorang perempuan yang umurnya sepantaran dengan Rohani.
"Ya, jalan itu hanya cukup untuk motor saja. Sekarang, aku mau beli mobil, seharusnya mereka juga mau dong, memberikan lagi tanahnya lagi, agar nanti mobilku bisa keluar-masuk," ungkap Rohani.
"Ya, seharusnya anda membeli tanahnya. Bukan melulu minta," kekeh wanita yang tadi.
Rohani langsung menatap tajam ke arahnya, dan daftar musuh bertambah lagi di kamusnya.
Besoknya, perangkat desa mulai datang ke rumah Azhar dan Tari. Mereka ingin melihat dan meneliti laporan Rohani.
Namun, begitu tiba. Mereka semua hanya bisa bungkam, seraya menggeleng-gelengkan kepala. Sebab, tidak ada kejanggalan disana. Karena Azhar tidak sedikitpun, mengusik tanah milik Rohani. Bahkan, jika di teliti air hujan dari atap saja tidak jatuh ke tanah milik Rohani.
"Maafkan kami," pinta rt setelah menyampaikan maksudnya.
Azhar hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Sedangkan Tari malah mendengus kesal dengan sikap Rohani, yang dinilai kekanak-kanakan.
Karena merasa laporannya tidak ditanggapi dengan benar, Rohani mulai membicarakan masalahnya pada orang-orang kampung. Bahkan dia juga ikut menyeret beberapa perangkat desa, yang diduga telah di suap oleh Azhar.
Maka dari itu, para perangkat tidak menanggapi laporannya.
Beberapa orang malah membenarkan ucapan Rohani, apalagi mereka yang memang sering berhutang pada perempuan paruh baya itu.
Seolah-olah yang dikatakan Rohani ialah kebenaran. Bahkan, mereka tak segan-segan memanas-manasi Rohani. Alhasil, ucapan-ucapan mereka semakin membuat Rohani besar kepala.
Merasa mendapatkan dukungan, Rohani semakin gencar membicarakan Azhar dan istrinya. Bahkan, tak segan-segan, dia juga mengungkap dugaan tentang Azhar yang mengikuti pesugihan, agar mendapatkan uang banyak, supaya bisa membangun rumah.
"Sepertinya tuduhan Bu Rohani semakin tidak masuk akal deh, mereka gak mungkin melakukan hal keji itu, apalagi Azhar di kenal taat agama," ujar seorang wanita membantah pendapat Rohani.
"Ya, itu hanya tameng," cibir Rohani menatap wanita itu dengan remeh.
"Kamu mana paham sih Sur. Coba kamu pikir-pikir, masak mereka bisa membangun rumah secara tiba-tiba. Padahal, selama ini mereka numpang sama ibu Tari loh," bela adik adik kandung Rohani, bernama Nurma.
Perempuan yang dipanggil Sur, hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tahu, menasehati orang berhati keras, harus secara lemah-lembut. Namun, sayangnya dia bukan orang yang sabaran.