Selama ini Amara memberikan kehidupannya kepada Dion dan mengabdikan diri sebagai istri yang sempurna. sudah 3 tahun sejak pernikahan tidak ada masalah pada rumah tangga. namun fakta lain membuat hati Amara begitu teriris. Dion berselingkuh dengan seorang wanita yang baru ia kenal di tempat kerja.
Amara elowen Sinclair berusia 28 tahun, wanita cantik dan cerdas. Pewaris tunggal keluarga Sinclair di london. Amara menyembunyikan identitasnya dari Dion Karena tidak ingin membuat Dion merasa minder. mereka menikah dan membina rumah tangga sederhana di tepi kota London.
Amara menjadi istri yang begitu sempurna dan mencintai suaminya apa adanya. Tapi saat semuanya terungkap barulah ia sadar ketulusannya selama ini hanyalah dianggap angin lalu oleh pria yang begitu ia cintai itu.
Amara marah, sakit dan kecewa. ia berencana meninggalkan kenangan yang begitu membekas di sisa sisa hubungan mereka. akankah Amara dapat menyelesaikan masalahnya?....
ikuti terus ya guysss
selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Di sebuah cafe di pinggir kota, seorang wanita cantik tengah menikmati secangkir kopi hangat yang menenangkan. Tiba tiba ada yang menabraknya dari belakang yang membuatnya terkejut.
"maafkan aku, aku sedang terburu-buru. Aku akan mengganti kopimu." ujar pria bermata biru itu.
Amara elowen Sinclair, seorang wanita cantik berusia 24 tahun. Rambut coklat bergelombang dan mata bulat Serta pipi simetris dan bibir tipis membuat siapa saja yang meliriknya akan betah dan enggan memalingkan pandangan. Ia mengganti ujung namanya menjadi Amara Herven sehingga membuat orang orang tidak mengetahui statusnya. Siapa yang tidak kenal dengan keluarga Sinclair, seluruh inggris tahu nama keluarga itu.
" Its okey, kamu baik baik saja?." tanya Amara dengan nada ramah.
Dion Michael Carter, pria berusia 29 tahun dengan perawakan gagah dan rapi. Mata birunya menambah kesan tampan serta rahang tegasnya membuatnya semakin menawan. Dia pekerja paruh waktu di cafe itu. Namun ada kendala yang mengharuskan nya pergi saat itu juga.
" A...aku aman, tunggu disini, sebentar lagi aku akan kembali dan mengganti kopimu. Tunggu aku di sini oke." ucap Dion. pria itu lalu berlari keluar dari cafe. Langkahnya sangat cepat.
Amara tersenyum kecil melihat tingkah pria itu. Tiba tiba ponselnya berdering.
" Amara, pulang sekarang. Papamu ingin bertemu." sambungan telepon terputus secara sepihak. Amara menghela nafas malas.
"Aku akan pulang nanti malam." pesan ia kirimkan ke nomor yang baru saja menghubunginya. Tidak ada balasan dan Amara melanjutkan aktivitasnya.
Sementara itu kini Dion sudah berada di sebuah lapangan basket yang tak jauh dari cafe. Ia melihat adiknya sudah menunggu dengan ekspresi kesal.
" Kak, kenapa kakak terlambat lagi?. Aku sudah menunggu dua jam lebih." ucap Alis, wanita berusia 20 tahun itu dengan ekspresi kesal. Dion menghela nafas dengan sabar.
" Ayo pulang, kakak akan mengantarmu. Tapi ikut ke cafe dulu kakak ada urusan." ajak Dion. Alis bangkit dengan malas dan berjalan ke arah Dion.
Alis hari ini ikut les basket dan ia selalu iri melihat teman temannya yang dijemput tepat waktu. Sementara dirinya hanya bisa menunggu sampai urusan kakaknya selesai.
" Kak, kenapa kita hidup seperti ini. Seharusnya kakak membeli mobil agar aku tidak harus menunggu kakak untuk menjemput." ujar Alis di perjalanan.
" Sabar ya, Kakak sedang berusaha sekarang. Kakak akan membeli mobil kesukaanmu setelah uangnya terkumpul." ucap Dion mencoba menenangkan alis. Gadis itu hanya melipat tangan di dada dan berekspresi kesal. Dion menghela nafas dan fokus pada jalan.
Kemudian ia teringat dengan gadis yang ia tabrak di cafe. Setelah tiba di halaman cafe, Dion masuk dan meminta Alis menunggunya di dalam mobil.
" Hy, apa sudah lama menunggu." ucap Dion saat wanita itu masih di posisinya.
"Tidak, lagipula aku juga sering nongkrong di sini. Apa kamu baru di sini?." tanya Amara mengalihkan pembicaraan.
" Yah, aku baru masuk kemarin. Ini hanya kerjaan sampingan. Pekerjaanku sebenarnya bukan di sini." Dion tersenyum ke arah Amara.
Amara mengangguk. Keduanya berkenalan. Semakin hari semakin akrab. Mereka sering bertemu di cafe itu bahkan setiap hari. Hingga benih benih cinta muncul diantara mereka berdua. Begitulah kisah cinta keduanya bermula hingga mereka akhirnya menikah.
Pernikahan berlangsung dengan sederhana tanpa keluarga besar dan kerabat. Pernikahan itu begitu privasi hingga tidak ada media yang tahu. Padahal keluarga Sinclair adalah yang terkaya di London.
Namun Amara lebih memilih kesederhanaan dan sesuai kemampuan Dion untuk menikahinya. Ia tidak menuntut dan memaksa pria itu.
------
3 tahun setelah pernikahan ( masa sekarang)
"sayang ini bekalnya, dimakan ya." kecupan lembut mendarat di pipi Dion yang tengah merapikan dasi.
" Makasih sayang, aku berangkat dulu." ucapnya. Kemudian ia mengecup kening Amara. Saat ini posisi Dion sudah naik dari sebelumnya hanya seorang karyawan sampai Ia sudah menjadi Manajer di agensi media ternama yaitu Nova Creatives di London. Tanpa dia tahu agensi itu berada dalam naungan keluarga Sinclair. Dan campur tangan Amara lah yang membuatnya bisa naik jabatan.
Dengan posisi Dion sekarang, Kini mereka sudah membeli sebuah rumah yang lebih besar dari sebelumnya. Kamar dan ruang tamu yang luas membuat mereka nyaman. Amara setiap harinya hanya menyiapkan makanan dan perlengkapan rumah. Tidak ada sedikitpun debu yang menempel di dalam rumah karena dia sangat rajin.
" Kak, Alis mau ke salon kasih uang dong." ucap seseorang yang baru saja keluar dari kamarnya. Dandanannya begitu berlebihan membuat Amara terkejut.
" Alis, kamu masih muda tidak baik berpakaian seperti tante Tante begitu. Sana ganti baju dan hapus riasan tebal itu." Amara melanjutkan aktivitasnya mengepel lantai.
Selama tiga tahun ini Alis tinggal dengan mereka. Dion tidak ingin membiarkan Alis tinggal dengan orang tua mereka. kedua orangtuanya sering sekali bertengkar dan itu membuat Dion takut psikologis Alis akan terganggu apalagi ia masih muda.
"Kak jangan banyak komentar ya sama penampilan aku. Kakak tu ga tau trend jaman sekarang. Ini era modern jadi kita harus berpenampilan modis dan terlihat kaya raya. Aku tidak mau seperti kakak enggak terurus. Bisanya cuma ngepel dan masak." gerutu Alis dengan nada judes.
"Aku lebih tahu apa yang kamu tidak tahu. Maka dari itu aku memperingati kamu untuk berpakaian apa adanya. Kamu lebih terlihat cantik kalau berpakaian sesuai umur."
" Eh udah ya jangan banyak omong. Kamu itu gak tau apa apa. Dasar kuno. Kalau saja kamu bukan istri kakakku sudah aku jambak rambut kamu." Alis pergi sambil menendang ember berisi air yang ada di hadapannya. Amara menghela nafas tak percaya dengan sikap Alis. Semakin hari gadis itu semakin menjadi. Amara takut dia akan terjerumus ke dalam hal hal yang tidak di inginkan. Sementara Dion sangat menjaga adiknya dari pergaulan bebas. Amara berusaha membantu dengan menasihati, namun Alis sangat keras kepala. Amara terdiam kemudian ia mengelap air yang membasahi seluruh lantai yang sudah ia bersihkan.
Tiba tiba ia mendengar notifikasi dari sebuah ponsel yang dikenalnya. Ini suara ponsel Dion. Amara bergegas menuju meja yang ada di ruang tamu.
"Astaga ponselnya ketinggalan." Amara mengangkat ponsel itu lalu layarnya hidup.
"Sayang. Malam ini temani aku."
Deg
Jantung Amara berdetak kencang saat mendapati pesan dari nomor bernama Albert tersebut. Amara terduduk di atas sofa sambil memandangi layar ponsel yang ada di hadapannya. Amara mencoba menguatkan mental dan berniat membuka ponsel Dion.
*Sandi salah*.
*Sidik jari tidak cocok*
*wajah tidak dikenali*
" Kenapa ponselnya tidak bisa di buka." Amara berkata dengan bibir bergetar. Amara tahu betul bagaimana Dion. Selama ini semuanya tidak pernah dikunci. Pasword ponselnya semuanya tentang Amara. Tanggal lahir Amara, sidik jarinya, dan wajahnya. Semuanya digandakan dan sekarang Dion mengunci ponselnya.
Kecurigaan kini merasuki dada Amara, hatinya seperti tersayat.
"Sejak kapan Dion, sejak kapan...." Amara menggelengkan kepalanya tidak percaya. Amara terduduk lemas dan badannya bergetar hebat. Air matanya luruh tak tertahankan.
Tiba tiba pintu rumah terbuka dan terlihat Dion berdiri di ambang pintu dengan ekpresi khawatir.
" Amara."
Ia melihat Amara sudah tak sadarkan diri di sofa.