Nadia ayu, seorang gadis yang bisa melihat 'mereka'
mereka yang biasa kalian sebut hantu, setan, jin, mahluk halus atau lain sebagai nya.
suara dari mereka, sentuhan bahkan hembusan nafas mereka, bisa di rasakan dengan jelas. Sejak mengalami kecelakaan itu, mengubah cara pandangannya terhadap dunia..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lia Ap, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tragedi
Namaku Nadia ayu Oktaviani, orang orang biasa memanggilku Nadia atau ayu, aku terlahir di keluarga sederhana. Tidak ada yang istimewa kecuali mereka yang memanggilku gadis indigo
Apa kalian tahu apa itu indigo? Anugerah atau kutukan ? Beberapa orang mengatakan itu adalah sebuah anugerah dari tuhan yang maha esa. Tapi, bagiku itu adalah kutukan atau mimpi buruk yang nyata.
Aku bisa melihat Mereka
Mereka yang tidak terlihat oleh mata manusia biasa, mereka yang bertingkah seolah seperti manusia tapi nyatanya hanya gumpalan energi yang sedikit demi sedikit menjadi bentuk spesifik
Apa kalian ingin tahu bagaimana dunia dari sudut pandang mataku?. Ikut lah denganku, maka aku akan memberitahu mu. Kisah ini berawal dari tahun 2018
∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆
2018
Malam ini aku merasa sangat gelisah, pikiran ku menerawang jauh dengan tatapan kosong ke arah atap kamar. Jam weker di nakas menunjukan pukul 9.30 malam. Mamah dan papah sedang berada di luar kota urusan bisnis.
Papah memiliki beberapa restoran yang ada di beberapa kota. Tak ayal membuat nya selalu pergi hanya untuk mengecek nya. Sedangkan mamah akan selalu ikut. Sesekali juga aku ikut jika sedang libur.
Ku raih kunci motor bergegas menuju garasi. Jam segini aku yakin mang ujang belum menutup warung angkringan nya. Hanya perlu waktu 10 menit untuk keluar dari gerbang perumahan dan belok ke kiri tepat di perempatan warung angkringan mang ujang masih ramai motor di depannya
Beberapa pasangan muda mudi dan bapak bapak tengah mengobrol santai. Sedangkan aku memilih meja paling ujung. Tempat biasa aku makan.
"Mang, kaya biasa ya" ujarku
"Siap, plus es teh kan." Laki laki bertopi hitam itu mengacungkan jempol tanpa menoleh
"Iya mang" ku raih gawai di tas hitam yang ku bawa. Notif dari sahabat ku wita tertera
'Besok lo berangkat jam berapa? Gue nebeng ya, si kuning ngambek lagi, tuh.'
'Bakso ya semangkuk, hehe' balasku. Tak lama ia membalas lagi
'Ck, iya iya. Gue traktir besok siang'
senyumku mengembang melihat pesannya. Ya persahabatan kami sudah terjalin lama. Bahkan orangtua kami pun menjadi akrab, tak jarang wita menginap di rumahku sampai berminggu minggu jika dia sedang malas di rumah. Begitupun aku, saat orangtua ku pergi keluar kota maka aku akan datang kerumahnya.
"Satu pecel lele plus es teh, buat eneng gelis" mang ujang menata pesananku di atas meja
"Makasih mang" ucapku, langsung saja ku santap makananku. Meski sudah menghabiskan satu porsi pecel lele entah mengapa rasa gelisah tak kunjung hilang.
Di sepanjang jalan pulang pun pikiranku selalu kosong. Berkali kali aku kehilangan fokus ku, hingga tepat di perempatan sebuah truk melaju kencang ke arahku, reflek ku yang terlambat membuat truk itu menabrak ku dari samping kanan
Brughh..
Motorku terseret truk yang belum berhenti melaju, bagian bawah mesin truk bisa ku lihat, pandanganku buram seketika. Bahkan tangan dan kaki ku mati rasa. Apa hari ini aku akan mati? Pikirku. Ku pejamkan mata lalu ku buka perlahan, ternyata kepalaku sudah bersandar di bahu kanan jalan.
Siapa yang mengangkat ku? Ku lihat ke kanan dan kiri. Tidak ada satupun orang di dekatku, hingga tak lama tercium bau harum yang menenangkan. Kepalaku berdenyut sakit, darah menetes dari sisi kanan kepala.
Ramai orang berlari ke arahku, hingga suara ambulance mendekat dan semua berubah menjadi gelap.
. . .
Bau obat obatan khas rumah sakit menyeruak di hidungku, langit langit kamar berwarna putih menjadi pemandangan sesaat setelah aku membuka mata.
"Alhamdulillah, pah pah. Kakak bangun" suara yang ku kenal. Mamah berjalan cepat ke arahku setelah membangunkan papah yang tidur di sofa.
Ngilu di kepala ku masih terasa, aku bisa merasakan perban terpasang ketika tanganku meraba kepala.
"Shhh.." lirihku
"Kak, jangan banyak gerak dulu" larang papah membelai tanganku lembut.
"Kakak kenapa pah" tanyaku parau
"Untungnya kamu masih selamat kak. Mamah khawatir dengar kamu kecelakaan di jalan. Kamu habis pergi kemana si kak malam malam" seru mama
"Shh, mah. Jangan diomelin dulu. Kakak baru sadar loh" jawab papah cepat. Mereka masih menatapku penuh ke khawatiran
"Maaf mah, Kakak cuma pergi ke angkringan mang ujang kaya biasa. Shhh... " Aku hendak bangun duduk di ranjang tapi aku baru sadar kalau tangan dan kaki ku juga di perban.
Lumayan parah juga pikirku.
Sudah di pastikan beberapa minggu ke depan aku akan sulit beraktivitas dan pergi kuliah
"Jangan banyak gerak kak. Tiduran aja, kakak mau apa?"
"Haus mah" adu ku
Mamah membantuku minum. Setelah itu aku menceritakan kronologi kenapa aku bisa kecelakaan. Mamah dan papah masih setia duduk di sampingku mendengarkan
Tak lama pintu terbuka menampilkan sahabat ku wita dan kedua orang tuanya. Ia sedikit berlari menghampiriku.
"Ya Allah, Nad. Jadi ancur gini" ucapnya tanpa tendeng aling-aling
"Iya nih, jadi jelek" rengek ku memajukan bibir bak anak kecil padanya . Cubitan ku terima di lenganku yang tidak terinfus
"Lo ceroboh sih. Kalo bawa motor tuh konsentrasi jangan bengong" omelnya. Aku yang mendengarnya tambah memajukan bibirku cemberut
"Nadia, Ibu bawain buah nih buat segeran sama brownis kesukaan kamu" mamah wita meletakan bingkisan putih di atas meja samping ranjangku.
"Repot-repot deh mi" ucap mamah.
"Gak mel, Nadia harus makan buah yang sehat biar cepet sembuh" jawab beliau. Mamah dan tante ami a.k.a mamah wita larut dalam obrolan, bagitu pun kami. Hingga tak terasa jam besuk sudah habis. Mereka berpamitan untuk pulang.
Ku tarik selimut, jam menunjukkan pukul satu, berkali kali memejamkan mata namun nihil. Aku tidak bisa tidur. Suara meja beroda menggema di lorong rumah sakit. Ku lihat meja itu berhenti di depan pintu kamarku bersama seorang suster membuka pintu.
Suster mau ngecek gue lagi? Pikirku
Baru tiga jam lalu suster mengecek keadaan ku, dan ini datang lagi. Tapi tunggu, kenapa suster yang ini pakai baju abu abu pendek selutut. Sedangkan suster disini pakai baju biru muda dan celana senada.
Suster itu berjalan tepat di depan ranjang ku, masih membelakangi ku. Seperti sedang melakukan sesuatu. Dengan ragu aku memanggilnya
"Sus..." Lirihku dan hening, tidak ada jawaban
Apa dia tidak dengar? Pikirku
"Suster" kali ini suaraku agak keras. Cukup untuk membuatnya dengar karena ruangan ini hanya aku dan dia. Mamah dan papah sudah tertidur
Seketika aku terdiam dengan tubuh yang kaku. Suster itu memang mendengarku sekarang ia melihatku tapi bukan itu yang membuatku takut.
Tapi kepalanya, kepalanya berputar 180° dengan mata putih dan senyum lebar menampilkan gigi nya yang runcing. Darah berwarna merah pekat juga mengalir dari mulutnya
Aku berusaha menggerakkan badanku, tapi nihil. Seolah olah sosok itu mengunci ku agar tetap melihatnya.
"K..k..kamu, memanggilku... hihihi...?" Ucapnya dengan suara serak mengerikan . Air mataku sudah luruh
"K...kamu.. memanggilku... k..k..an" kini sosok itu melayang perlahan ke arahku dengan senyuman lebih lebar. Hingga wajah nya hanya berjarak satu jengkal dari wajahku, ia menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri
"A....AARGHHHH..!!!!!" Teriakku histeris menutup mata. Mamah dan papah langsung terbangun dengan panik.
"Astaghfirullah!! Kak kamu kenapa" papah memelukku erat. Badanku panas dingin, mamah segera mengambil air minum dan menenangkan ku. Sedangkan aku masih sesenggukan tidak mau melepas pelukan papah.
Aku takut, sangat takut sampai tidak ingin rasanya memberitahu siapapun.
.
.