Salwa Nanda Haris, anak sulung dari pasangan Haris dan Raisya. Salwa menolak perjodohannya dengan Tristan, pria yang berstatus duda anak satu.
Awalnya Salwa sangat menolak lamaran tersebut. Ia beralasan tak ingin dibanding-bandingkan dengan mantan istrinya. Padahal saat itu ia belum sama sekali tahu yang namanya Tristan.
Namun pernikahan mereka terpaksa dilakukan secara mendadak lantaran permintaan terakhir dari Papa Tristan yang merupakan sahabat karib dari Haris.
Sebagai seorang anak yang baik, akhirnya Salwa menyetujui pernikahan tersebut.
Hal itu tidak pernah terpikir dalam benak Salwa. Namun ia tidak menyangka, pernikahannya dengan Tristan tidak seburuk yang dia bayangkan. Akhirnya keduanya hidup bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah sakit
Hari ini sebenarnya Salwa akan kembali ke Turki. Dua minggu yang lalu ia pulang ke Indonesia karena ingin menghadiri acara aqiqah keponakan kembarnya. Ia sudah memesan tiket sejak dua hari yang lalu. Kontrak kerjanya di sana masih berjalan dua bulan. Untuk pendidikan S2 nya, hanya tinggal menunggu wisuda saja. Saat ini ia sedang mengemas barang-barang yang akan ia bawa balik ke Turki.
Tok
Tok
Tok
"Salwa..." Suara Bunda Raisya di balik pintu.
Salwa segera membukakan pintu untuk sang Bunda.
"Ada apa, Bun?"
"Segera siap-siap dan ikut Bunda!"
"Kemana?"
"Nanti kamu akan tahu!"
"Tapi aku sedang berkemas, Bun!"
"Tolong kali ini dengarkan Bunda!"
Melihat keseriusan di wajah Bundanya, Salwa terpaksa menurutinya.
"Baiklah tunggu sebentar, aku pakai cadar dulu!"
Setelah keduanya sudah siap, Bunda Raisya segera memanggil Mang Diri untuk mengantarkan mereka berdua.
Di sepanjang perjalanan, Bunda Raisya nampak gelisah. Tak jarang ia mengetik dan membalas chat di HP-nya. Salwa tidak mau banyak bertanya, karena dia tidak ingin menambah kekhawatiran Bundanya.
Tiga puluh menit kemudian, mobil mereka sudah sampai di salah satu rumah sakit terbesar di kotanya. Dalam benaknya, Salwa masih mengira-ngira siapa sebenarnya yang sedang sakit.
Mereka berdua turun dati mobil dan masuk ke dalam rumah sakit. Bunda Raisya berjalan dengan tergesa-gesa. Salwa mengikuti langkah Bundanya.
"Bun, Ayah baik-baik saja, kan?"
"Iya!"
"Lalu kita ke sini untuk melihat siapa?"
Sebelum menjawab pertanyaan Salwa, Bunda Raisya menerima panggilan telpon.
"Hallo, Di kamar apa, Yah?"
"........."
"Oke, oke baiklah!"
Setelah panggilan ditutup, mereka berdua masuk ke dalam lift untuk menuju lantai 5.
"Teman Ayahmu yang sakit!" Jawab Bunda Raisya, singkat.
"Oh... tapi kenapa Bunda sangat khawatir? Aku pikir tadi ada apa-apa dengan Ayah."
Bunda Raisya tidak membalas lagi perkataan Salwa. Pikirannya saat ini sedang bingung. Sebenarnya ia juga tidak setuju suaminya memaksa untuk menjodohkan Salwa dengan anak dari temannya itu. Tapi Bunda,Raisya tidak bisa berbuat apa-apa. Karena teman suaminya itu sangat berjasa terhadap kehidupan suaminya.
Saat lift terbuka, mereka sudah disambut Ayah Haris.
"Bagaimana keadaan Bang Ferdi, Yah?"
"Kankernya sudah stadium akhir, kecil kemungkinan untuk dia panjang umur. Tapi kuasa Tuhan tidak ada yang tahu. Kita masih bisa berharap yang terbaik. Ayo kita masuk!"
Salwa mulai bisa menangkap keadaan. Ia masih bersikap santai.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Nampak di dalam ruangan tersebut ada seorang wanita paruh baya, dan seorang perempuan seusia Salwa sedang duduk menjaga orang yang sakit.
"Ratna, ini istri dan anakku sudah datang!"
"Oh iya, Ris! Sini masuklah!"
"Apa kabar, Mbak Ratna?" Bunda Raisya menjabat tangan Ibu Ratna dan cipika-cipiki.
Salwa pun mencium punggung tangan Bu Ratna.
"Alhamdulillah saya sehat, ini pasti Salwa, iya kan?"
Salwa mengangguk dan tersenyum di balik cadarnya.
"Bang Ferdi tidur, Mbak?"
"Iya, Rai! Tadi ia sangat memaksa ingin bertemu dengan Salwa." Ujar Ibu Ratna.
deg
Hati Salwa tiba-tiba terusik
"Ada pa ini? Apa Bapak-bapak ini yang mau dijodohkan denganku? Yang benar saja!" Batin Salwa.
"Tita, kenalkan ini Salwa! Anaknya Om!" Ujar Haris kepada perempuan yang berada di samping Bu Ratna.
"Hai, Kak! Saya Tita." Tita mengulurkan tangannya. Salwa baru sadar dari lamunannya.
"Duduklah dulu, mungkin sebentar lagi Mas Ferdi bangun."
Ayah Haris, Bunda Raisya dan Salwa duduk di sofa ruangan itu. Sedangkan Bu Ratna duduk di kursi samping brangkar suaminya.
Dalam hati, Salwa masih menerka-nerka.
Sepuluh menit kemudian Pak Ferdi terbangun. Nama pertama yang ia sebut adalah sahabatnya.
"Haris."
Mendengar namanya dipanggil, Ayah Haris segera menghampiri brangkar Pak Ferdi.
"Ris!"
"Iya, Fer! Kamu jangan banyak bicara! Istirahatlah kembali!"
"Mana Salwa?"
"Ada, tapi kamu jangan memaksa untuk banyak bicara! Kamu masih lemah!"
Ayah Haris memberi kode kepada Salwa untuk mendekat kepadanya. Dengan hati yang bimbang, Salwa pun menuruti keinginan Ayahnya.
"Ini Salwa!" Ujar Ayah Haris.
"Apa kabar, Salwa? Kamu tidak ingat sama, Om?"
"Alhamdulillah, baik! Ma-af, saya tidak ingat!"
"Sudah Om duga! Padahal dulu waktu kita umroh bersama, Om yang gendong kamu! Tapi memang kamu masih kecil sekali!"
"Maaf saya, Om! Saya benar-benar lupa!"
"Ah iya, tidak masalah!" Ujar Pak Ferdi dengan senyum yang tak pernah luntur dari wajahnya, Meski ia sedang sakit parah.
"Duduklah, Wa! Om Ferdi mau bicara denganmu!" Perintah Ayah Haris.
Salwa pun duduk di kursi menggantikan Ayahnya.
"Kamu tumbuh menjadi wanita yang baik, yang menjaga marah, dan insyaallah akan menjadi calon istri yang solihah! Hidup Om sudah tidak lama lagi, Om hanya ingin minta sesuatu kepadamu, boleh?"
Salwa yang bingung akan menjawab apa, ia masih tak bergeming.
"Salwa!"
Salwa pun mendongak, dan melihat Pak Ferdi. Ada harapan besar di mata Pak Ferdi. Ia tidak tega untuk menolaknya.
"Insyaallah, Om!"
"Om mohon, menikahlah dengan anak Om!"
Deg
Hati Salwa semakin kalut. Kali ini dugaannya sedikit meleset. Namun dia tetap bersikap santai.
"Assalamu'alaikum!"
Seorang laki-laki yang gagah dan tampan masuk ke ruangan tersebut.
"Wa'alaikum salam." Jawab orang yang berada di ruangan itu serentak.
Salwa masih tak berkutik. Ia tidak menoleh ke sumber suara yang baru datang.
"Tristan... kemarilah!" Perintah Pak Ferdi kepada pria yang baru saja datang.
Tristan mendekat ke brangkar Abinya. Ia berdiri di sisi kiri brangkar. Sedangkan Salwa, duduk di sisi kanan brangkar.
"Salwa sudah ada di sini, Abi mau menagih janjimu!"
"Janji apa, Bi?"
"Untuk menikah dengan Salwa."
Deg
Sontak Salwa mendongak, dan tidak sengaja tatapannya bertemu dengan tatapan Tristan.Sejenak kemudian Salwa menundukkan pandangannya.
"Astaghfirullahal 'adim...sepertinya aku pernah bertemu dengan orang ini, tapi dimana? Ternyata aku salah menduga." Batin Salwa.
"Jangan memaksakan kehendak, Bi!"
"Anggap saja ini permintaan terakhir dari Abi, Tris! Abi mohon!"
Tristan diam dan berpikir. Ia bingung harus menjawab apa. Lalu ia menoleh ke arah Umminya. Dan Bu Ratna hanya menganggukkan kepala. Dari raut wajah kedua orang tuanya yang nampak sangat berharap, akhirnya Tristan memberi keputusan.
"Baiklah, aku akan memenuhi permintaan Abi!" Tegasnya.
"Alhamdulillah...! Kamu dengar Salwa? Tristan setuju untuk menikah denganmu! Om mohon, kalau perlu Om akan bersujud di kakimu!"
"Tidak-tidak! Om tidak perlu melakukan hal itu! Saya hanya perlu berpikir! Tolong kasih saya waktu!"
"Salwa, tidak ada waktu untuk berpikir! Percaya sama Ayah, ini adalah yang terbaik untuk kita semua!" Ujar Ayah Haris.
"Ya Tuhan, kenapa aku ditempatkan dalam posisi yang sesulit ini? Apa ini sudah menjadi jalanku?" Batin Salwa.
Bersambung....
...----------------...
Next ya kak....
Bahasanya Sangat Sempura..
Ceritanya Suka Bgt...👍🏻😍😘
Bagus Baca Ceritanya Si Salwa...😘🤗