Operator Hati Barata

"Ta, bangun kita udah nyampe."

Bara mendesah pelan melihat Agatha sama sekali tidak merespon panggilannya. Gadis itu tertidur sangat lelap, bahkan Bara harus sedikit menurunkan kursi yang saat ini sedang Agatha duduki agar gadis itu nyaman.

"Ta,"

Bara ragu ragu untuk menyolek pipi tirus milik Agatha, tapi kalau Bara tidak melakukan sentuhan fisik pada Agatha dia yakin kalau gadis itu tidak akan bangun. Bara bisa melihat betapa lelahnya Agatha.

Bara meperhatikan wajah tenang Agatha saat ini, bahkan satu tangannya terulur untuk menyentuh pipi gadis yang sudah terlanjur mengendalikan alur hatinya. Sudut bibir Bara sedikit terangkat saat punggung tangannya berhasil menyentuh pipi Agatha. Bahkan Bara memberikan sedikit usapan lembut didahi Agatha yang sedikit berkerut, Bara yakin kalau saat ini Agatha tengah memendam banyak masalah. Pria itu bisa melihatnya dari gerak gerik serta begitu banyak kerutan didahi gadis kesayangannya.

"Andai kamu tahu Ta, kamu benar benar sudah menjadi operator hati aku. Kamu benar benar sudah mengendalikan dia, bahkan aku saja pemiliknya sudah tidak bisa lagi mengendalikan rasa ini."

******* pelan keluar dari bibir Barata, senyuman tipis dari kedua sudut bibir pria itu tidak bisa lagi dia sembunyikan.

"Andai Tuhan ngasih aku kesempatan biar bisa jadi bagian hidup kamu, aku pastikan kamu gak akan pernah aku lepaskan. Aku akan menjadikan kamu yang paling spesial  dan satu satunya."

Usapan tangan Bara terhenti, pria itu menarik kembali tangannya yang sedari tadi membelai lembut wajah Agatha.

"Ngecup anak gadis orang dosa gak sih? tapi kalau ketahuan gimana? bisa bonyok entar."

Bara menggaruk tengkuknya sendiri, setan yang ada disebelah kirinya terus saja berbisik agar Bara mengecup Agatha saat ini.

"Budek gue budek kagak dengar tan! godaan setan terkutuk!"

Bara mengorek telinga sebelah kirinya, kedua matanya terpejam bahkan Bara menghirup nafasnya dalam dalam dan...

Cup...

Bara mengecup jari telunjuk dan jari tengahnya lalu menempelkan kedua jarinya itu didahi Agatha.

"Kayak gini aja dulu ya, masih haram soalnya."

Setelah mengatakan itu Bara membuka sabuk pengamannya, pria itu keluar dari mobil tanpa membangunkan Agatha untuk kesekian kalinya.

Brakk....

Terdengar bantingan suara pintu mobil yang ditutup keras oleh Ikhsan, Bara bahkan melotot tajam pada saudara sepupunya itu. Dia saja terlihat pelan pelan saat menutup pintu mobil karena tidak ingin membangunkan Agatha, eh bapak bapak satu itu malah ngajak perang.

"Bisa rontok pintu mobil kantor kalo kayak gituh nutupnya San."

Ikhsan hanya tersenyum kikuk mendengar sindiran boss sekaligus sepupunya itu. Bara melangkahkan kedua kakinya menuju tempat yang terlihat sudah bersih dan siap untuk ditempati oleh mereka. Para pekerja lainnya terlihat sedang mengangkat tenda besar yang akan mereka bangun sebagai camp.

"Kita sudah izin sama sesepuh kampung ini kan?"

Ikhsan menganggukan kepalanya, kedua mata bapak satu anak itu menyorot pada operator pria yang bernama Minal.

"Kebetulan sesepuh kampung ini datuknya Minal, jadi kemarin saya dan Minal sudah minta izin untuk membangun camp serta mengarap lokasi ini Boss."

Bara menganggukan kepalanya pelan, pria bertopi hitam itu terlihat tertarik pada aliran sungai besar yang terlihat sangat jelas sekali dari area tempat yang akan mereka jadikan camp penginapan sementara.

"Agatha mana Pak Boss?"

Bara menoleh pada Ikhsan yang tengah menyalakan rokoknya dengan santai, pria beranak satu itu memang aktif merokok saat dikantor atau diluar rumah. Namun Ikhsan akan berhenti merokok saat berada didalam kawasan sang istri dan Aretta putri kecilnya.

"Masih tidur,"