SWL 19

Alina POV's

"Baik, saya akhiri, Wassalamualaikum Wr. Wb."

"Wallaikumsalam Wr. Wb. Terima kasih Pak," jawab kami serentak.

Aku bernapas lega setelah Pak Purbi melangkah pergi meninggalkan kelas kami. Segera ku masukan buku dan notebook-ku ke dalam tas sebelum ikut meninggalkan kelas.

Sore ini, tidak seperti biasanya, hujan tidak turun. Langit biru masih setia dengan mentari yang perlahan akan terbenam.

Aku terus melangkahkan kakiku sembari membuka aplikasi ojek online di ponselku dan memesannya.

"Siapa sih ini namanya?" Aku menyipitkan mataku dan membaca nama driver yang berhasil aku pesan.

"ALINA!"

Aku menghentikan langkahku dan menatap dua manusia yang tengah mengatur napasnya akibat berlarian mengejarku.

Mereka adalah Yoga dan Alia. Aku memperhatikan keduanya dengan tatapan datar.

"Lo-mah-di-panggilin-gak-denger," ucap Alia dengan napas yang tidak teratur.

"Kenapa emangnya?" tanyaku pada keduanya.

Yoga melebarkan matanya, "Kenapa? Lo tanya kenapa? Astaga Alina, lo pikun banget sih!" Yoga berdecak sebal dan di angguki oleh Alia.

Aku mengerutkan keningku, "Emang ada apa sih?" tanyaku yang masih tak mengerti.

Alia memutar bola matanya, "Alinaaa, kan hari ini semuanya suruh kumpul ke Aula untuk bahas masalah Makrab."

Aku menepuk jidatku, "Oh iya, gue lupa. Lah, gue udah pesen ojol lagi. Gimana dong?"

"Cancel! Cancel!" seru Yoga.

Alia mengangguk, "Iya, cepet cancel!" timpal Alia yang membuatku langsung men-cancel pesananku.

"Maaf ya bang," Aku menekan tombol cancel dan memberikan alasannya.

Aku bernapas lega dan menatap Alia dan Yoga dengan senyum lebar. Aku baru ingat kalau hari ini kami di suruh kumpul di Aula untuk membahas mengenai Malam Akrab atau disingkat dengan sebutan Makrab yang akan di laksanakan minggu depan.

"Yaudah, ayo!" seru Yoga.

Kami bertiga pun melangkah bersama menuju aula.

Sesampainya disana, aula sudah di penuhi oleh mahasiswa lain bahkan dari jurusan dan fakultas lain. Karena Makrab yang akan di selenggarakan tahun ini akan melibatkan semua mahasiswa baru dari setiap jurusan, jadi tak heran jika sudah banyak mahasiswa yang berkumpul disini.

Aku mengekori langkah Yoga dan alia menuju barisan jurusan kami. Tak sulit untuk mencarinya, karena saat ini kami bertiga telah berbaris sesuai jurusan.

Aku menoleh ke bagian kiriku. Dari ratusan bahkan ribuan mata, aku melihat satu pasang mata yang selalu aku rindukan. Aku memperhatikannya cukup lama sampai akhirnya mata kami bertemu. Aku tak melihat ada tatapan luka disana. Mungkin memang benar, dia sudah melupakanku.

Aku menghela napas kasar lalu membuang tatapanku lurus ke depan dan memperhatikan apa yang di jelaskan Kak Arga di depan. Selain ketua BEM, dia juga yang akan menjadi ketua Pelaksana acara Makrab tahun ini.

Selama menjelaskan mengenai makrab tersebut, mata Kak Arga sesekali menatap ke arahku dan tersenyum.

"Cie, di senyumin," goda Alia.

Aku menatapnya malas, "Biasa aja ah,"

"Na, lo tau gak sih, gosip soal kedekatan lo sama Kak Arga udah menyebar kemana-mana. Semua jurusan udah pada tau," bisik Alia.

Aku melebarkan mataku, "Demi apa? Lo kata siapa?" tanyaku tak percaya dengan apa yang di ucapkan Alia.

Alia melebarkan bola matanya, "Banyak kali Na yang bilang. Apalagi semakin hari lo sama Kak Arga semakin deket. By the way, lo udah jadian ya sama dia?" Alia bertanya dengan jari telunjuk yang menunjuk ke arahku.

Aku mendorong jarinya dengan tanganku, "Sembarangan kalau ngomong. Nanti di denger yang lain malah jadi gosip."

Alia tertawa, "Yaudah sih gak papa. Lagipula 'kan Kak Arga juga jomblo."

"Jomblo si jomblo, tapi kalau gak cinta gimana?" ucapku mencoba mengalahkan ucapan Alia.

"Cinta ada karena terbiasa. Semakin terbiasa lo dengan Kak Arga, gue yakin cinta bakal datang dengan sendirinya. Inget Na, selagi ada jangan di sia-siain lagi. Mungkin aja Kak Arga di takdirin untuk gantiin Kavin di hati lo." Alia merangkul pundakku dan mengedipkan matanya. "Ingat kata gue tadi, cinta ada karena terbiasa."

Aku memutar bola mataku mendengar ucapan Alia. Aku kembali menatap mataku lurus ke depan bersamaan dengan Kak Arga yang telah selesai memberikan arahan.

"Gara-gara lo sih ngajakin gue ngomong, gue jadi gak denger Kak Arga ngomongin apa aja," gerutuku kesal pada Alia.

"Gampang kali. Lo 'kan balik bareng Kak Arga, kenapa gak tanya aja nanti," ucap Alia lalu melangkah pergi karena memang kami semua sudah di perintahkan untuk membubarkan diri.

Mataku menyusuri setiap sudut ruangan bersamaan dengan ribuan mata yang mulai meninggalkan ruangan ini. Mataku mencari keberadaan Kavin.

Aku memang mencintainya, sangat mencintainya. Namun aku sadar, dia bukan milikku dan aku tak pantas untuk mendapatkannya. Kavin sudah milik Nabila, dan Nabila sudah milik Kavin. Mereka berdua sudah saling memiliki. Aku tak bisa lagi meraih hati Kavin, walau sebesar apapun aku mencintainya. Walau pun aku tak bisa lagi bersamanya, setidaknya bisa melihatnya sudah cukup membuatku bahagia.

Seperti yang kita semua tahu, bukankah cinta tak selalu memiliki?

Perlahan tapi pasti, aku yakin aku bisa melupakannya.

Tidak! Tidak! Tidak! Aku tidak akan melupakannya. Aku akan menyimpannya dalam hatiku. Seperti yang kita tahu, sesuatu yang berharga akan selalu di simpan. Begitu pun dengannya, ia berharga untukku.

"Na," Suara bariton milik Kak Arga membuatku menoleh dan menatapnya. "Mau pulang sekarang?" tanyanya dan langsung ku angguki.

Aku mengekori langkah Kak Arga menuju mobilnya. Namun Kak Arga malah memperlambat langkahnya supaya bisa berjalan beriringan denganku.

"Kalau bareng gini 'kan enak diliatnya." Kak Arga melebarkan senyumnya dan menatapku lekat. "Gue baru sadar kalau lo cantik."

"Apaan sih, Kak." Pipiku memanas mendengar Kak Arga bicara seperti itu.

Kak Arga tertawa cukup lama sebelum raut wajahnya kembali dengan tatapan serius. "Lo udah bisa lupain dia?" tanyanya sembari menunjuk Kavin yang tengah berjalan menuju motornya bersama Nabila.

Aku terdiam dan menatap Kavin dari kejauhan. Bisa aku lihat betapa bahagianya ia bersama dengan Nabila. Aku semakin tersadarkan jika namaku sudah tak ada lagi di hati Kavin, atau bahkan mungkin selama ini aku memang tak ada di hati Kavin. Aku masih menatapnya sampai akhirnya Kak Arga menarikku untuk segera pergi.

Selama di mobil, aku masih memikirkan soal tadi. Ku fikir aku bahagia jika bisa melihat Kavin tertawa meski bukan denganku. Namun nyatanya aku salah, aku cemburu melihat Kavin bersama dengan Nabila.

"Kak,"

"Hmm?" Kak Arga menoleh sekali dan tetap fokus dengan kemudinya.

Aku menghela napas sebelum mengatakannya, "Kakak masih sayang sama Amara?"

Pertanyaanku membuat Kak Arga mengerem mobil secara mendadak. "Maaf ya, Na." Kak Arga kembali fokus lalu meminggirkan mobilnya. Kak Arga sengaja menghentikan lajunya dan menoleh ke arahku. "Masih," jawabnya.

Aku mengulas senyum dan menunduk. Benar seperti dugaanku, aku dan Kak Arga sama-sama belum bisa melupakan kenangan di masa lalu.

"Tapi sebelum gue kenal lo," lanjut Kak Arga membuatku melebarkan mata dan menatapnya. "Gak papa kan gue suka sama lo?" tanyanya.

Aku terdiam. Tiba-tiba aku merasa gugub di lihat olehnya seperti ini. Jika aku punya ilmu menghilang, mungkin sudah aku gunakan sejak tadi.

-------

Jangan pelit-pelit vote dan comment ya :)

Terima kasih!

-Prepti Ayu Maharani

----------------------------------------------------------

Terpopuler

Comments

Vina

Vina

mulai dr bab ini q udah paham Thor....dimana si Nabila adalah mamanya si kaila...

2021-06-04

0

Yenni Tan

Yenni Tan

pabeulit yah hatiku hahhaa

2020-09-29

2

xiaodia

xiaodia

1.rafa putus krn salah paham
2.kevin pergi tanpa pamit
3.arga, belum tau
ini aja yg terkhir thor ksian si alina sakit hati mulu, klo enggak blik sama kevin ajah

2020-07-30

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!