"Halo Na, lo udah sampe?"
"Iya, udah ini. Gue baru aja sampe."
"Yaudah lo masuk aja. Gue bentar lagi tanding."
Setelah menerima telpon dari Kavin, aku pun masuk dan langsung mencari tempat duduk. Sudah banyak penonton yang datang. Di antara mereka, aku melihat Amara yang duduk di barisan paling depan. Sudah bisa ku duga, pasti dia datang untuk mendukung Rafa.
Aku mendudukan diriku di barisan kedua. Mataku mencari keberadaan Kavin, dan tepat! kini mata kami bertemu. Dia tersenyum ke arahku sembari melambaikan tangannya.
"Semangat," ucapku lirih namun sepertinya ia mengerti ucapanku.
"Permisi, boleh gue duduk di sini?" ucap seorang perempuan yang membuatku menoleh.
Perempuan itu?
"Kayanya kita pernah ketemu?" ucapnya mencoba mengingat. "Ah, iya. Lo yang kemaren gak sengaja tabrakan sama gue di toko buku 'kan?" ujarnya.
Aku mengangguk. 'Lo tuh yang udah ngerusak hubungan gue sama Rafa, tau gak!' umpatku dalam hati.
"Kenalin, nama gue Rina." Perempuan bernama Rina itu tersenyum seraya mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan denganku.
Aku membalas jabatan tangannya, "Nama gue Alina," balasku.
"Lo kesini sendiri doang?" tanyanya dan ku angguki.
"Dukung pacar?" tanyanya lagi. Dasar, banyak tanya.
"Itu Rafa." Matanya mengarah pada Rafa yang baru saja memasuki lapangan. "RAFA!" teriaknya membuat Rafa menoleh dan tersenyum ke arahnya. "SEMANGAT RAF!" teriak perempuan itu lagi.
"Lo deket sama Rafa?" tanyaku yang langsung di anggukinya.
"RAFA! GUE YAKIN LO BISA!"
"Pacaran?" tanyaku.
"RAFA! LO GAK BOLEH NGECEWAIN GUE! LO HARUS MENANG!"
Aku menatapnya malas dan membuang tatapanku ke arah lain.
"Oh ya, lo nanya apa tadi?" Rina menoleh dan menatapku dengan tatapan tak bersalah.
"Gak jadi," jawabku.
Akhirnya, pertandingan pun di mulai. Rafa, Kavin dan tim yang lain tampak bersiap-siap menempati tempat masing-masing.
Kali ini Rafa dan Kavin menjadi satu tim untuk melawan tim basket dari sekolah lain.
Kavin yang sudah berdiri di tempatnya pun menatapku dengan senyum di wajahnya. Aku membalas senyumannya seraya memberikan semangat untuknya.
"RAFA, SEMANGAT!" teriakan Amara barusan membuatku dan Rina menoleh.
"Dasar, perempuan gatel!" ucap Rina lirih namun terdengar olehku. "RAFA! SEMANGAT! AKU YAKIN KAMU BISA!"
Melihat mereka berdua berteriak, aku pun tak ingin kalah, "KAVIN! SEMANGAT!" Aku yang memberi semangat untuk Kavin pun membuat beberapa orang menoleh ke arahku, termasuk Rina.
"Pacar lo?" tanya Rina.
Aku hanya tersenyum.
"Ganteng juga."
Aku menatap Rina dengan tatapan tajam.
Rina tertawa melihatku menatapnya tajam, "Selow! Gak gue ambil gak. Gue bukan tipe cewek yang doyan sama pacar orang."
'Iya, sekarang lo bilang gitu. Kemaren kemana aja mba?' batinku.
"Oh ya, by the way, lo kenal sama cewek itu?" tanya Rina seraya menunjuk Amara.
Aku mengangguk, "Dia temen sekelas gue."
Rina tampak terkejut, "Jadi lo sekelas juga sama Rafa?"
Aku mengangguk.
"Amara itu suka nempel-nempel ke Rafa ya?"
Aku mengangguk.
"Jadi lo tau banyak dong tentang mereka berdua?"
Lagi-lagi aku mengangguk.
"Ya Ampun Na, lo jangan ngangguk-ngangguk doang dong! Kesel gue jadinya," ucapnya namun tak ku ladeni. "Lo tau gak apa yang buat gue kesel sama Amara?"
Aku menggeleng.
"Dia tu pacarnya adik tunangan gue!" ucap Rina membuatku terkejut dan menatapnya penuh tanya.
"Pacar adik tunangan lo? Lo udah tunangan sama Rafa?"
Rina mengerutkan keningnya dan menatapku bingung, "Tunggu-tunggu, kayanya ada kesalahpahaman deh."
"Maksudnya?" tanyaku tak mengerti.
Rina menatapku serius, "Lo bilang, gue udah tunangan sama Rafa?"
Aku mengangguk.
Rina tertawa, "Hellow, gue sama Rafa kakak adik." Ucapan Rina membuatku semakin tak mengerti.
"Kakak adik? Bukannya Rafa anak satu-satunya?"
Rina menggeleng, "Dia anak laki satu-satunya, bukan anak satu-satunya. Dia punya kakak lagi kok selain gue."
"Gue semakin gak ngerti."
"Oke, gue jelasin dulu omongan gue yang tadi. Gue sama Rafa kakak beradik, tapi kami beda nyokap. Jadi selama ini gue tinggal sama nyokap gue di Singapur dan Rafa tinggal di Jakarta sama nyokap dan bokap gue. Ya tanpa gue jelasin lo ngertilah problem keluarga kami apa. Nah, jadi gue punya tunangan, namanya Dimas. Dimas punya adik, namanya Denis. Dan Denis adalah pacar dari Amara. Kenapa gue gak suka Rafa deket sama Amara? Karena gue takut Denis salah paham dan berfikir kalau Rafa yang bakal merusak hubungan mereka. Gue gak mau dong calon adik ipar berantem sama adik gue cuma masalah cewek."
Aku mematung begitu mendengar penjelasan Rina, "Gue udah salah paham," ucapku membuat Rina bingung.
"Maksudnya?" tanya Rina tak mengerti.
"Gue mantannya Rafa. Dan gue fikir lo itu selingkuhannya Rafa. Karena waktu itu gue liat lo lagi pelukan sama Rafa di jalan," ucapku tanpa sadar air mataku terjatuh. Namun aku segera menyekanya.
"Astaga Alina! Lo bego banget sih? Eh, tapi kalau gue jadi lo. Gue bakal mikir hal yang sama kaya lo sih. Tapi, tapi lo tetep aja salah! Lo seharusnya dengerin penjelasan Rafa dulu. Gak main nyimpulin sendiri." Rina menatapku dengan tatapan kesal.
"Gue egois Rin."
Rina menatapku dengan tatapan datar, "Pantes aja waktu gue ketemu lo di toko buku kemarin gue kaya gak asing sama muka lo. Gue fikir karena muka lo yang pasaran, tapi ternyata karena gue pernah liat foto lo di hp Rafa. Lo tau gak sih Na, Rafa tuh dah kaya orang putus asa tau gak waktu dia bilang putus sama pacarnya. Awalnya gua berniat mau ngehajar tuh cewek karena udah mutusin secara sepihak tanpa tau penjelasannya. Tapi setelah gue liat lo, gue gak jadi ngehajar lo deh." Rina menarikku ke dalam pelukannya.
"Rin, gue minta maaf," ucapku dengan tangis yang sudah pecah.
"Nanti aja minta maafnya, nungguin Rafa. Lo gak berhak minta maaf ke gue. Gue juga yang salah waktu itu. Gue nangis cuma gara-gara Dimas jalan sama mantannya. Dan gue nelpon Rafa untuk dateng. Maafin gue ya, gara-gara gue, lo jadi salah paham dan putus sama Rafa."
Aku mengangguk dan membalas pelukannya.
"Bye the way, lo masih sayang sama Rafa?" tanya Rina.
Aku segera melepas pelukan kami dan menghela napas gusar.
Rina menggigit bibir bawahnya, "Sorry, gue bukannya mau ngerusak hubungan lo sama pacar baru lo. Tapi, asal lo tau. Rafa masih sayang banget sama lo." Ucapan Rina semakin membuatku semakin merasa bersalah.
"Tapi gimana sama Kavin? Gue udah bersalah sama dua orang cowok. Pertama Rafa, gue udah salah paham sama dia. Dan kedua Kavin, gue udah kasih harapan ke dia."
"Gue gak papa kok, Na. Lo balikan aja sama Rafa. Gue gak maksa lo lagi kok buat jadi pacar gue. Lagipula gue udah mundur buat nyalon ketua OSIS," ucap Kavin yang ternyata sudah di belakangku.
"Kavin?"
Kavin meraih tanganku dan menggenggamnya. "Gue sayang sama lo. Gue seneng liat lo ketawa sama gue, lo senyum ke gue, dan gue seneng bisa berkesempatan jadi pacar lo. Tapi, gue lebih seneng kalau bisa liat lo bahagia sama Rafa. Sekarang saatnya lo kembali ke Rafa. Kalian perbaiki semuanya." Kavin melepas tanganku lalu melangkah pergi meninggalkan tempat ini.
"Gue permisi sebentar," ucapku pada Rina. Aku berniat akan mengejar Kavin.
"Na," Rafa yang sudah berada di belakangku pun mencoba menahan tanganku.
"Aku minta maaf karena selama ini aku gak mau dengerin penjelasan dari kamu," ucapku pada Rafa.
Kini kami berdua tengah berada di sebuah kafe yang sering kami datangi saat kami berdua masih pacaran dulu.
"Aku juga minta maaf karena waktu itu aku bukannya nemuin kamu malah jemput Kak Rina."
Aku mengangguk, "Gak papa. Memang seharusnya kita utamain keluarga dulu, baru pacar."
Rafa menatapku serius, "Aku boleh nanya sesuatu?"
"Silahkan," ujarku.
"Sebenarnya kamu sama Kavin beneran pacaran atau enggak?" tanya Rafa yang membuatku terbatuk.
Aku menggeleng.
"Tapi kamu cinta sama dia?"
Aku terdiam.
Rafa menghela napas dan meraih tanganku, "Na, kamu mau 'kan balikan sama aku lagi?"
Kavin POV's
Sakit. Itulah yang gue rasain sekarang. Tapi gue sadar, gue bukan siapa-siapa Alina. Hanya sebatas orang baru yang berusaha ingin masuk ke kehidupannya. Gue gak berhak buat maksain perasaan dia.
Mungkin selama ini gue terkesan tengil di hadapannya, terlalu maksa dia buat menuhin apa yang gue mau, tapi itulah cara gue buat bisa deket sama dia. Karena gue tau dia bukan tipe cewek yang mudah akrab dan mudah deket sama orang.
Gue seneng waktu dia bilang kalau dia mau mencoba membuka hatinya dan ngasih satu kesempatan untuk gue.
Selama gue deket sama dia, ada satu hal yang buat gue bahagia. Yaitu saat gue berhasil ngajak dia ke suatu tempat untuk ngelanjutin novelnya. Dan gue bahagia banget saat dia meluk gue sambil berterima kasih karena novel dia selesai. Gue berdoa semoga suatu saat dia bisa jadi penulis profesional yang sukses. Seperti apa yang dia mau.
Selama ini gue tau banyak tentang dia dari Anan. Awalnya Anan ngelarang gue buat deketin Alina. Karena Anan tau betapa brengseknya gue. Tapi Anan juga sadar dan paham, kalau gue buat tipikal orang yang suka nyakitin cewek.
Gue seneng sekaligus sedih saat tau kalau Alina bakal balikan sama si ketua OSIS kaku itu. Tapi gue yakin ketua OSIS itu bisa bikin Alina bahagia.
Sebenarnya dari awal gue gak yakin kalau ketua OSIS itu nyelingkuhin Alina. Walaupun gue gak tau watak dia kaya mana. Tapi gue yakin banget kalau dia laki baik-baik.
Setelah ini, gue gak bisa lagi ganggu kehidupan Alina. Maksa dia buat nurutin kemauan gue, teriak-teriak sampai dia kesel, atau mungkin dateng ke rumahnya dengan alasan mau beli kue buatan ibunya.
Alina pantes untuk ngelupain gue. Tapi, dia gak pantes untuk gue lupain. Dia terlalu berharga untuk gue. Gue sayang sama dia. Gue cinta. Gue gak pernah mencintai seseorang begitu dalam selain sama dia. Karena itu gue selalu menganggap dia perempuan paling berharga untuk gue lupain.
Masalah gue mundur dari pencalonan ketua OSIS, itu memang benar. Gue mutusin untuk mundur. Karena, kalaupun gue lanjutin, semuanya sia-sia. Semangat gue hilang. Dari pada sekolah itu hancur di tangan gue, mending gue mundur aja.
Semoga Alina menemukan kebahagiannya bersama Rafa.
"Kavin, kamu yakin mau pindah sekolah?" tanya Mama yang kini sudah berdiri di ambang pintu.
-------
Jangan pelit-pelit vote dan comment ya :)
Terima kasih!
-Prepti Ayu Maharani
------------------------------------------------------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Lho kok Kavin langsung ngambil keputusan pindah aja,apa udah pasti kalo Alina balikan sama Rafa..🤔🤔
2024-05-13
0
Qaisaa Nazarudin
Wkwkwkwkkwk SKAKMATT buat loe Alina..apa kabar hati loe..Kan ku bilang juga apa,Pasti nih cewek adek atau sepupunya Rafa,Makanya dengerin dulu penjelasan nya..
2024-05-13
0
Vina
ikut mewek
2021-06-04
1