Cinta hanya membuatku terluka, cinta hanya menyisahkan luka yang bahkan aku tak tahu bagaimana cara merawat luka tersebut.
Jika boleh memilih, aku lebih baik tak perlu mengenalnya. Aku tak perlu terlalu dalam mengenalnya. Aku tak perlu terjebak oleh rasa nyaman namun yang pada akhirnya membuatku kecewa. Aku tak butuh semua itu. Namun, aku bisa apa?
"Kenapa lo ninggalin gue lagi, Vin? Apa salah gue? Apa yang udah gue perbuat sampai-sampai lo ninggalin gue lagi? Gue butuh lo, Vin. Gue mau lo ada disini, di samping gue. Gue gak butuh yang lain, gue cuma mau lo Vin. Gue cinta sama lo," Aku terisak menangisi kepergiannya.
"Lo jahat. Lo manusia paling jahat yang pernah gue temui, Vin. Lo jahat," Aku tak peduli dengan mereka yang melihat ke arahku dengan perasaan iba. Aku memang patut di kasihani.
Tanpa aku sadari ada seseorang yang memelukku dari belakang. Aku menoleh dan melihatnya tengah menatapku dengan tatapan tak kalah terluka.
Ia menarikku ke dalam pelukannya, "Jangan nangis,"
Aku melepas pelukannya dan segera menyeka air mataku. Aku tak ingin terlihat lemah di depannya dan aku pun tak ingin ia tahu masalah yang terjadi padaku.
"Lo kenapa nangis sih? Siapa yang buat lo nangis?" Kak Arga menyeka air mata yang masih tersisa di pipiku.
"Kak Arga ngapain di sini?"
Kak Arga tersenyum, "Gue 'kan ketua BEM, jadi wajar dong kalau gue berkeliaran kemana-mana," ucapnya dengan senyum miring di wajahnya.
Aku mengangguk mengerti.
"Lo kenapa bisa nangis di Fakultas orang? Siapa yang buat lo nangis? Bilang sama gue, biar gue hajar dia." Kak Arga menaikan lengan bajunya seakan-akan ia benar akan menghajar orang yang sudah membuatku menangis.
Aku terkekeh, "Gak perlu, Kak."
Kak Arga tersenyum, "Nah, gitu dong, senyum. Lo jelek tau kalau lagi nangis."
Aku menangguk, "Iya, Kak."
Kak Arga mengarahkan pandangannya ke sekeliling, "Lo sendirian aja?"
Aku menggeleng, "Tadi sama Alia. Cuma dia masih ada urusan," ujarku.
Kak Arga mengangguk mengerti, "Lo mau gue anterin balik ke Fakultas lo gak?" Kak Arga melihat ke arah jam, "Udah mau masuk juga, kayanya."
"Nungguin Alia Kak, soalnya tadi gue kesini bareng Alia juga."
"Na!" Di waktu yang bersamaan Alia berada tepat di hadapan kami.
"Udah?" tanyaku pada Alia.
Alia mengangguk, "Balik sekarang yuk?" ajaknya.
Ake mengangguk dan kami pun bersiap untuk pergi. "Kak, kami permisi ya?" ucapku pada Kak Arga.
Kak Arga mengangguk, "Hati-hati ya?" ucapnya dan ku balas dengan seulas senyum. Kak Arga beralih ke Alia, "Al, tolong jagain Alina ya?" pintanya pada Alia.
"Siap, Kak!" jawab Alia mantap.
Aku yang mendengarnya pun merasa malu. Aku sedikit tidak nyaman dengan perlakuan Kak Arga padaku.
Aku pun segera mengajak Alia pergi dari sini sebelum suasana semakin canggung.
"Gimana tadi? Lo beneran ketemu sama Kavin?" tanya Alia begitu kami sampai di kelas dan dosen belum datang.
Aku mengangguk dengan perasaan sedih. Aku teringat dengan kejadian tadi. Air mataku kembali jatuh dan Alia pun langsung memelukku.
"Kalau lo gak kuat buat cerita, gak usah cerita dulu, Na." Alia melepasku dari pelukannya dan tersenyum.
"Wait! Wait! Wait! Lo berdua ngapain pelukan?" Yoga menatap kami berdua dengan tatapan jijik.
Alia memutar bola matanya, "Kepo banget sih lo jadi orang!"
"Yaelah, tega bener lo sama sahabat sendiri," ucap Yoga dengan raut wajah sebal.
Alia menyipitkan matanya, "SAHABAT? Sejak kapan kita sahabatan. Jadi temen juga ogah gue!"
"Lo berdua berantem mulu, jadi cinta entar!" ucapku yang lalu dibalas tatapan tajam oleh keduanya.
Yoga menarik kursi dan ikut duduk bersamaku dan Alia.
Melihat apa yang Yoga lakukan, Alia pun menatap Yoga tajam. "Ikut, aja!"
"Kalau lo tadi, gimana Al? Apa kata Rehan?" tanyaku pada Alia.
Alia menghela napas sebelum menjawab petanyaanku, "Resmi putus, gue."
"Serius?" tanyaku dan di anggukinya.
Yoga yang sepertinya penasaran dengan obrolan kami, ia semakin mendekatkan wajahnya ke arah kami. "Sebenarnya apa sih masalah lorang? Perasaan beban hidup lorang berat banget. Heran gue," ucap Yoga pusing melihat kami berdua.
"Lo mau tau cerita hidup kita?" tanya Alia dan di angguki oleh Yoga, "certain Na, certain, biar puas ni orang!"
Karena merasa perasaanku sudah enak, aku pun mencoba menceritakan kepada mereka berdua tentang apa yang terjadi padaku saat bertemu Kavin tadi. Aku juga menceritakan awal pertemuanku dengan Kavin hingga dia pergi meninggalkanku.
Setelah mendengar ceritaku, mereka berdua ikut sedih dan kasihan padaku. Namun mereka langsung menghiburkan dengan lelucon dan gelak tawa.
Dengan mereka berdua, aku merasa terhibur.
Sepulang dari kampus tadi, aku merasa tubuhku terasa pegal-pegal. Aku pun merebahkan tubuhku di atas kasur dan berniat untuk tidur.
Aku menarik selimutku sampai menutupi wajah. Malam ini terasa dingin, seperti malam-malam sebelumnya. Mungkin karena hujan yang terus turun beberapa hari ini.
"Alina,"
Aku membuka selimutku dan turun dari kasur untuk menghampiri Ibu yang tengah berdiri di ambang pintu.
"Ada apa, Bu?" tanyaku.
"Ada tamu. Ibu udah suruh dia masuk kok. Sana kamu temuin dia." Ibu melangkah pergi meninggalkan kamarku.
Aku penasaran dengan siapa yang bertamu malam-malam. Aku pun meraih cardigan yang tergantung di pintu lalu berjalan menghampiri tamu yang dimaksud Ibu.
Kak Arga menyunggingkan senyumnya begitu aku sampai di hadapannya.
"Kak Arga ada perlu apa malem-malem kesini?" Aku mendudukan diriku di kursi.
"Maaf ya Na, gue ganggu waktu istirahat lo."
Aku mengulas senyum, "Gak papa kok, Kak. Ada perlu apa Kak kalau boleh tau?" tanyaku to the point.
"Sesuai yang gue bilang waktu itu, Na. Gue mau minta temenin lo ke toko buku. Lo gak keberatan 'kan?" tanya membuatku bingung. Malas sekali sebenarnya.
Aku menggigit bibir bawahku, "Emm, gimana ya Kak?"
"Ayolah .. Ya? Ya? Please?" pinta Kak Arga membuatku semakin bingung. "Please?" pintanya lagi membuatku merasa tak enak.
Aku pun akhirnya mengangguk membuatnya tersenyum lebar. "Yaudah, aku siap-siap dulu ya Kak?" Aku pamit masuk ke dalam dan mengganti pakaianku.

Aku turun dari mobil Kak Arga dan melangkah memasuki toko buku bersamanya. Karena cuaca malam ini dingin, jadi tak banyak orang yang berada disini.
Aku mengekori langkah Kak Arga menuju barisan buku Ilmu Komunikasi, sesuai jurusannya. Ia meraih beberapa buku yang memang sudah ia incar dari awal.
Kak Arga menoleh ke arahku, "Lo gak ada buku yang mau di cari?"
Aku menggeleng, "Lain kali aja Kak,"
Kak Arga mengangguk mengerti, "Oke deh, yaudah yuk ke kasir. Eh, iya? Gue lupa."
Aku mengerutkan keningku, "Lupa apanya Kak?" tanyaku penasaran.
"Beli novel lo. Hehe," ucapnya membuatku tersenyum.
Kami berdua pun bejalan menuju barisan novel untuk mencari novel Started Without Love karyaku. Aku melihat novelku tertata rapih disana. Senyum mengembang di wajahku saat keinginku sejak kecil terwujud. Kak Arga meraih satu buah novel dan langsung mengajakku menuju kasir untuk membayarnya.
Setelah membayar, kami berdua keluar dan berjalan menuju mobilnya.
"Mau langsung pulang?" tanyanya begitu kami sampai di dalam mobil. Aku menganggukinya, dan ia pun mengemudikan mobilnya menuju arah rumahku.
"Kak?" panggilku saat kami sampai di tengah jalan.
"Kenapa Na?" tanya Arga yang masih fokus dengan kemudinya.
"Mampir ke minimarket bentar ya Kak?" pintaku.
Kak Arga mengangguk dan ia pun membelokkan mobilnya menuju minimarket yang kebetulan tak jauh dari lokasi kami saat ini.
Aku turun dari mobilnya dan berjalan masuk menuju minimatket, aku berniat untuk membeli beberapa cemilan.
Setelah memilih beberapa cemilan, aku pun berjalan menuju kasir untuk membayarnya. Aku mengeluarkan beberapa lembar uang kertas dan menyerahkan kepada kasir yang menjaganya.
"Ini Mbak kembaliannya,"
Aku meraih uang kembalian dan berjalan keluar. Saat aku sampai di depan, aku melihat Kavin tengah duduk di atas motornya.
Aku berjalan menghampirinya, "Kavin," panggilku membuatnya menoleh.
"Alina?" Ia seperti terkejut melihatku. Aku tak tahu apa yang membuatnya terkejut. "Lo ngapain disini?" tanyanya yang seperti merasa tidak nyaman dengan kehadiranku.
Aku tersenyum kecut, "Ini kan tempat umum? Boleh dong siapa aja dateng kesini. Lo sendiri ngapain disini sendirian?"
Kavin tak menjawab. Ia tetap diam. Hingga datang seseorang yang menghampiri kami.
"Kavin, ayo kita pulang—" Perempuan itu menghentikan ucapannya dan menatapku, "Kavin, ini siapa?" tanyanya dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Perempuan itu tersenyum padaku.
Jadi, ini alasan Kavin meninggalkanku?
-------
Jangan pelit-pelit vote dan comment ya :)
Terima kasih!
-Prepti Ayu Maharani
----------------------------------------------------------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Nacita
nyesek se nyesek2nyaaaa 💔
2022-01-11
0
susan menik2
rumit bnget cintamu alina..
2021-05-01
0
Ainur Cutee
Thor sbnar ny siapa pemeran utama nya,byk bner
2021-02-11
0