SWL 3

Aku mengeluarkan uang sepuluh ribu dari saku, lalu ku serahkan pada tukang ojek online yang baru saja mengantarkanku sampai di toko kue milik ibuku.

"Ini Pak."

"Jangan lupa bintang limanya ya mbak," ucap ojek online setelah meraih selembar uang kertas dari tanganku.

"Iya, siap!"

Aku melangkah masuk ke dalam setelah memberikan bintang lima untuk ojek online tadi.

Seperti biasa, disini selalu di ramaikan oleh kendaraan mereka yang mampir ke ruko kami. Namun langkahku terhenti saat aku melihat sebuah motor ninja ikut terparkir rapih di sini.

'Kaya gak asing,'

Aku menghampiri bagian kasir dan aku tak melihat ibu di sana. "Mbak, Ibu mana?" tanyaku pada Mbak Susi. Mbak Susi merupakan salah satu karyawan Ibu yang sudah lama bekerja disini.

"Itu ada disana, Mbak Alina." Mbak Susi mengarahkanku kepada Ibu yang tengah duduk di kursi.

Aku mengangguk lalu menyerahkan satu kantong plastik berisi tepung terigu kepada Mbak Susi, lalu berjalan menghampiri Ibu yang tengah duduk di kursi, sepertinya Ibu tidak sendiri.

"Bu, tepungnya udah aku—" Aku menyipitkan mataku saat aku sadar jika Kavin sedang duduk berdua dengan Ibuku. Apa-apaan ini, kenapa Kavin dekat-dekat dengan Ibu.

"Hai," Kavin melebarkan senyumnya hingga menampilkan deretan gigi putihnya.

"Bu, kok ada dia?" tanyaku seraya melirik ke arah Kavin.

Ibu mengangguk, "Iya, Na. Tadi Bu Iva nyuruh Kavin ke sini, katanya Kavin suka banget sama kue buatan Ibu. Kemaren aja katanya sampai kurang. Ya kan, Kavin?"

"Hehe, iya Bu." Kavin tersenyum sehingga menampilkan lesung pipinya. Aku baru sadar jika Kavin memiliki lesung pipi. Dengan lesung pipi yang terlihat, rupanya Kavin lumayan manis dan tampan. Tapi aku tidak suka dengannya. Dia menyebalkan.

"Oh ya Na, kamu temenin Kavin di sini ya. Ibu mau bantuin Mbak Susi ngelayanin pembeli." Ibu bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan kami berdua.

Aku menatap Kavin tajam sebelum mendudukkan diriku di sampingnya, "Ngapain sih lo kesini?" Aku tak lagi memanggilnya dengan sebutan aku-kamu.

"Kan tadi nyokap lo udah jelasin," ucapnya sembari meraih kue di hadapannya dan melahapnya.

Aku mengedikkan bahuku lalu meraih ponsel dari dalam saku. Aku membuka aplikasi Wattpad dan melanjutkan bacaanku. Karena terbawa perasaan oleh cerita yang ku baca, aku tersenyum-senyum sendiri hingga tertawa terbahak-bahak.

"Kenapa sih lo?" Kavin menatapku heran.

Aku hanya menoleh sekilas ke arahnya dan melanjutkan bacaanku, namun tiba-tiba layar itu hilang dari pandanganku.

Kavin yang mengambilnya.

"Bawa sini, Vin." Aku mencoba meraih ponselku dari tangannya.

Kavin menggeleng, "Gak mau, janji dulu kalau lo bakal nemenin gue ngobrol,"

Aku hanya bisa memutar bola mataku malas, "Mau minta di temenin ngobrol aja sampai ngambil hp orang segala!" Aku berhasil meraih ponselku dari tangannya.

"Kalau gak gitu, lo bakal ngacangin gue terus."

"Iya-iya!" Aku menatapnya kesal lalu ku masukin ponselku ke dalam saku. "Puas?"

Kavin tertawa puas dan menarik napas, "Lo setiap hari pulangnya naik angkot?"

"Enggak juga. Tadi gak naik angkot tuh."

"Kenapa?" tanyanya sok polos.

"Gara-gara lo!"

Kavin tertawa, "Hehe, sorry-sorry, gue gak sengaja. Maap yak,"

Aku tak menjawab. Aku hanya menatapnya kesal seraya melipat kedua tanganku di depan dada.

"Marah nih?" Kavin mendekatkan wajahnya ke arahku dan menatapku dengan senyum di wajahnya.

Kalau saja pendirianku tidak kuat, mungkin aku sudah jatuh cinta dengannya.

"Yah, marah?!" ucapnya dengan lantang membuat beberapa orang yang berada di sini menoleh ke arah kami.

"Diem, sih!"

"Na," panggilnya.

Aku membuang tatapanku ke arah lain.

"Yah, kok marah sih. Jangan marah geh, Na." Kavin menggoyang-goyangkan lenganku agar menoleh ke arahnya. "Na, nengok dong!"

Aku menghela napas panjang dan menatapnya, "Apa?"

"Besok berangkat bareng gue ya?" Kavin mengedipkan matanya lalu bangkit dan berjalan pergi.

Aku melebarkan mataku seraya menatap punggungnya yang mulai menjauh.

Setelah Kavin pergi, Mbak Susi menghampiriku, "Mbak Alina, tadi itu pacarnya Mbak Alina ya?"

"Bukanlah Mbak, mana mau aku pacaran sama orang kaya dia."

Mbak Susi tersenyum, "Pacaran aja gak papa kok Mbak, ganteng juga orangnya, baik pula. Tadi juga Mbak Susi di beliin cokelat sama dia."

"MBAK SUSI DI BELIIN COKELAT SAMA KAVIN?"

Mbak Susi mengangguk dan tersenyum, "Oh, namanya Mas Kavin."

Aku menggelengkan kepalaku melihat Mbak Susi yang tengah tersenyum-senyum.

"Awas lho Mbak ntar jadi suka," ucapku pada Mbak Susi.

Mbak Susi tertawa mendengarnya, "Ya enggaklah Mbak, kan itu punya Mbak Alina, masa mau Mbak Susi ambil."

"Ih, Mbak Susi. Dia itu bukan siapa-siapa aku. Kenal aja baru kemaren, " ucapku berusaha menyudahi bahasan kami mengenai Kavin. "Aku pulang ya Mbak, aku mau pamit dulu sama Ibu." Aku berjalan meninggalkan Mbak Susi dan menghampiri Ibu.

"Bu, Alina pulang ya. Mau ngerjain PR soalnya," ucapku pada Ibu yang tengah memasukan kue ke dalam lemari pendingin.

Ibu menoleh, "Loh, kamu masih disini? Ibu kira kamu udah pulang bareng Kavin tadi."

Aku mengerucutkan bibirku, "Ih, mana mau aku pulang bareng dia Bu. Di suruh bayar juga, ogah. Dan kalaupun aku terjebak di jalan sepi, dan cuma ada dia doang disitu, aku juga males."

Ibu tertawa, "Jangan gitu, nanti lama-lama cinta loh."

"Hih, amit-amit!" Aku mencium tangan Ibuku dan melangkah pergi untuk pulang ke rumah.

Membayangkan Kavin saja aku sudah bergidik ngeri.

Putaran jam berjalan mengikuti ritme, bersamaan dengan jemariku yang terus kian menari di atas huruf alfabet.

Malam hari merupakan waktu yang tepat bagiku menulis cerita. Entah mengapa, ide dan imajinasi seakan hadir dan memberikanku banyak kata dan uangkapan mengenai apa yang harus aku tuangkan.

Ini hobiku. Dan ini pelarianku. Pelarian yang tumbuh menjadi hobi. Dan berkembang menjadi bakat. Ya walaupun belum ada satupun karyaku yang di terbitkan. Tapi aku akan selalu berusaha agar aku bisa menjadi seorang penulis novel profesional. Doakan saja ya?

Dulu saat awal-awal aku mencoba menulis, Ibu selalu memarahiku. Bukan karena aku menulis. Melainkan karena aku sering lupa makan jika aku sudah berdiam di kamar dan berhadapan dengan laptop. Padahal sih, aku sudah menyiapkan banyak makanan di mejaku. Kalian perlu tahu lah, selain menulis, makan juga hobiku, Hehe.

Saat tengah terdiam seperti ini, aku selalu menciptakan adegan-adegan yang tak pernah ku lalui di dunia nyata. Sebab itu, ku tulis saja di dunia fiksi. Walaupun tak pernah terjadi di dunia nyata, setidaknya bisa ku rasakan di dunia khayalanku ini.

"Na, Ayah pulang!" Aku menghentikan aktivitasku setelah mendengar Ibu berteriak memanggilku.

Aku segera menutup laptopku dan keluar menemui Ayah untuk makan malam bersama.

Aku berlari kecil menghampiri Ayah dan mencium tangannya. Kami bertiga pun berjalan menuju meja makan dan menyantap hidangan yang sudah Ibu siapkan.

Aku menatap wajah Ayahku yang terlihat begitu lelah. Aku merasa seperti ada sesuatu yang Ayah pikirkan.

"Yah?" panggilku membuat Ayah menoleh. "Ayah, lagi ada pikiran ya?"

Ayah terkekeh, "Enggak ah, perasaan kamu aja. Oh ya gimana sekolah kamu?"

"Lancar dong Yah. Apalagi bentar lagi Alina lulus, terus lanjut kuliah deh." Aku senang sekali jika sudah membahas mengenai kuliah. "Soal kuliah, Banyak Yah yang Alina pengenin. Pertama, Alina pengen banget banget bangetpake banget kuliah Soul National University."

"Dimana itu?" potong Ibu.

"Korea, hehe." Aku melebarkan senyumku membuat Ibu menggelengkan kepalanya.

Ayah berdeham dan meneguk air minumnya.

"Hehe, becanda kok Yah, Bu. Alina pengen kuliah di Jakarta aja. Kalau gak ngambil Sastra, mungkin Alina ngambil jurusan Sastra."

Ibu terlihat bingung, "Kok kalau gak Satra mungkin Sastra, maksudnya?"

Aku tertawa, "Maksudnya kalau Alina gak ketrima jurusan Satra di Univ A, ya Alina daftar Sastra juga di Univ B. Kan Ayah sama Ibu tau, kalau Alina pengen banget jadi penulis terkenal."

Ayah tersenyum, "Iya, Ayah doain keinginan kamu terwujud."

Aku tersenyum mendengar ucapan Ayah dan kembali melahap nasi beserta sayur yang berada di hadapanku.

Tiba-tiba, Ayah bangkit dari duduknya dan melangkah pergi meninggalkan kami di meja makan. Makanan Ayah pun belum di habiskan.

"Bu, Ayah kenapa?" tanyaku lirih sembari menatap punggung Ayah yang melangkah menuju kamar.

Ibu manaruh sendok beserta garpu di piringnya dan menghampiriku. Ibu mengusap punggung dengan lembut membuat aku semakin tak mengerti, "Ayah kamu di pecat, Na."

Aku melebarkan mataku, tak mungkin Ayahku di pecat. Ayah kan selalu bekerja dengan baik dan jujur."Ibu bohong kan?" tanyaku yang masih tak percaya.

Ibu menggeleng, "Enggak, Na. Ibu gak bohong. Ayahmu memang di pecat, Na."

"Kenapa Ayah dipecat Bu? Ayah ngelakuin salah apa?" Aku masih tak percaya dengan apa yang terjadi.

Ibu menghela napasnya berusaha agar air matanya tidak turun, "Ayahmu di fitnah sama rekannya."

Ya Tuhan, cobaan apalagi ini? Aku menggeleng tak percaya, air mataku pun jatuh. Aku pun segera berjalan menghampiri kamar Ayah.

Aku melihat Ayah tengah duduk di atas ranjang dengan wajah yang terlihat frustasi. Aku bisa bayangkan bagaimana perasaan Ayah saat ini. Aku merasa menyesal sudah membahas mengenai kuliahku kepada Ayah.

"Yah," Aku melangkah masuk dan memeluk Ayah dengan erat. Ayah tersenyum dan mengusap pucuk kepalaku dengan lembut.

"Kamu kenapa nangis?" Ayah menyadari kalau aku mengeluarkan air mata. Bagaimana lagi, aku tak bisa membendungnya.

"Seharusnya, hiks, tadi Alina, hiks, gak usah bahas , hiks, soal kuliah ya Yah?Hiks."

Aku terkekeh dan menatapku, "Ya gak papa lah, kan itu emang udah cita-cita kamu dari dulu. Ayah juga selalu doain kamu kok."

Tangisanku semakin pecah, "Tapi kan sekarang Ayah di pecat."

Ayah tersenyum miris, "Maafin Ayah, ya Na. Tapi percaya sama Ayah, Ayah pasti bakal berusaha untuk dapetin pekerjaan baru. Kamu gak boleh sedih lagi." Ayah mencium pucuk kepalaku dan memelukku.

Aku memeluk Ayah erat dan menangis di pelukannya. Tanpa sadar, Ibu memelukku dari belakang dan kami bertiga pun pelukan bersama.

"Kaya teletubis," celetuk Ayah membuat aku dan Ibu tertawa.

--------

Jangan pelit-pelit vote dan comment ya :)

Terima kasih!

-Prepti Ayu Maharani

------------------------------------------------------

Terpopuler

Comments

Monika Arini Febrianti

Monika Arini Febrianti

ya ampun bagus banget cerita nya

2021-02-09

0

☠🦃⃝⃡ℱTyaSetya✏️𝕵𝖕𝖌🌈༂နզ

☠🦃⃝⃡ℱTyaSetya✏️𝕵𝖕𝖌🌈༂နզ

ikut sedih 😭😭😭

2020-12-23

2

ratmie lutfy

ratmie lutfy

sedih 🤧jdi keinget bapa angkat ku.. aku lbh dekt dgn bliyau dn lbh mnja...

2020-10-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!