SWL 12

Aku menatap Rafa dengan tatapan yang sulit ia artikan, "Raf, aku butuh Kavin."

Rafa terdiam sejenak sebelum mengatakan sesuatu, "Aku bakal terus bantu kamu buat nyari keberadaan dia."

Seketika aku mengulas senyum begitu Rafa mengatakan hal tersebut. "Makasih banyak, Raf. Kamu udah banyak bantu aku."

Rafa mengangguk lalu tersenyum, "Yaudah, ayo pulang."

Aku mengangguk dan meraih tasku sebelum kami meninggalkan tempat ini.

Banyak yang berubah setelah kepergian Kavin.

Hari ini adalah hari terakhir masa putih abu-abuku. Tangis, tawa, sudah kami lewati bersama-sama. Dan tepat di hari ini, kami semua berkumpul di lapangan untuk sama-sama merayakan hari kelulusan kami.

"Assalamualaikum wr, wb," salam Pak Anton selaku kepala SMA Pelangi.

"Wallaikumsalam wr, wb," jawab seluruh murid SMA Pelangi dengan serentak.

Pak Anton meraih tissue dari dalam sakunya, "Bapak sedih sekaligus terharu, karena harus melepas siswa siswi yang bapak sayangi. Bapak minta maaf kalau selama ini bapak sering bikin kalian kesal dengan aturan yang bapak buat. Namun itu semua demi kebaikan kalian." Pak Anton mengucapkan hal tersebut dengan air mata yang mulai jatuh.

Aku rasa itu sedikit berlebihan. Namun, aku malah ikut menangis.

"Hari ini hari terakhir kalian disini, bapak berpesan kepada kalian. Jadilah seseorang yang menguntungkan bagi orang lain. Dimana pun kalian, siapa pun kalian, jangan pernah berhenti menolong sesama.

"Dan jangan pernah kalian lupakan seseorang yang kini berdiri di samping kalian. Sejauh apapun jarak kalian, selama apapun kalian berpisah, semoga suatu saat kita bisa bertemu lagi, berkumpul lagi, dan tertawa mengenang masa-masa indah kita disini."

Aku menengok ke arah Nana dan Deca yang berada di sampingku sambil merangkul pundak mereka.

"Jangan lupain kenangan kita ya? Kita sadar kita bakal pisah dan bakal jarang ketemu. Tapi kalau ada kesempatan, gak boleh kita sia-siain," ucapku dan di angguki oleh mereka berdua dan keduanya pun langsung memelukku.

"Dan, inilah waktu yang kita tunggu-tunggu. Dimana bapak akan mengumumkan kepada kalian siapa saja yang tidak lulus tahun ini."

Jantungku pun mulai berdebar begitu kencang.

"Dan, siswa yang tidak lulus SMA Pelangi yaitu ......."

"Gila, gue takut gak lulus gaes. Gue aja males-malesan kalau di suruh belajar," ucap Bimo teman sekelasku yang berada di belakangku.

Mendengar ucapan Bimo aku pun ikut takut. Tak hanya aku, namun yang lainnya pun seperti itu.

"Sekali lagi bapak ulangi, siswa yang tidak lulus SMA Pelangi yaitu ... 100% tidak ada," lanjut Pak Anton.

"Jadi Pak?" tanya salah satu di antara kami.

"Kalian 100% LULUS!" ucap Pak Anton membuat kami semua tersenyum lega dan bersorak ria.

"ALINA! GUE LULUS NA!" teriak Nana padaku.

"YEEEEEE KITA SEMUA LULUS!!!" teriak Bimo yang langsung lompat ke tubuh Rafa.

Aku tertawa melihat tingkah kocak teman-teman SMA-ku. Terima kasih karena kalian telah mewarnai hari-hari. Semoga suatu saat kita di pertemukan kembali dan bernostalgia akan masa-masa ini.

"Cie yang bakal jadi mahasiswa baru," goda Deca yang membuat senyumku mengembang.

"Semoga kita berdua di pertemukan dengan kating ganteng ya, Na. Hehe." Deca tertawa membuatku ikut tertawa.

Ya, Deca memang sudah putus dengan Ari. Karena itu ia sangat terobsesi untuk menemukan kakak tingkat tampan di kampusnya nanti.

2 Bulan Kemudian . . .

Prittt!!!

"KAMU!"

Aku menoleh ke belakang begitu ada seorang laki-laki yang berada di depan tak jauh dariku menunjuk ke arahku.

"IYA, KAMU! NGAPAIN NENGOK KE BELAKANG!" teriaknya membuatku menunduk dan berjalan menghampirinya.

"Iya Kak? Ada apa ya?" tanyaku padanya yang ku yakini dia adalah bagian dari panitia OSPEK.

Yap!

Saat ini aku sudah memasuki perguruan tinggi dan aku di terima di jurusan Sastra, sesuai keinginanku sejak dulu. Dan hari ini adalah hari pertama aku mengikuti ospek. Dan yang menyebalkannya, aku harus datang terlambat.

Bicara soal sahabat-sahabatku, saat ini mereka telah menemukan kehidupan mereka masing-masing. Nana di terima di Universitas Sriwijaya dengan mengambil jurusan Keperawatan. Aku tidak menyangka jika ia akan mengambil jurusan tersebut.

Dan Deca, Deca di terima di Politeknik Kementrian Kesehatan Jakarta 2 dengan mengambil jurusan Farmasi.

Aku tak menyangka kedua sahabatku memilih berkecimbung di dunia kesehatan. Semua jauh dari yang aku bayangkan. Namun aku bersyukur memiliki dua orang sahabat yang sama sama paham akan kesehatan.

Aku lupa menyebutkan satu orang lagi. Rafa. Ya, kini Rafa telah di terima di Universitas Negeri Yogyakarta dengan mengambil jurusan Hukum.

"Ada apa, ada apa, kamu nanya ada apa?!"

Aku terdiam mendengarkan kalimat sarkatis yang keluar dari mulutnya tersebut.

"Kamu gak sadar kalau kamu udah telat?!"

Aku masih terdiam dan menunduk. Bahkan melihat wajahnya saja aku tak berani.

"Jawab!"

Aku mengangguk dan memberanikan diri menatap wajahnya, "Maaf kak, tadi saya bangun kesiangan." Aku mengatakan yang sejujurnya padanya.

"Siapa nama kamu?"

"Alina, Kak."

"Jurusan apa?"

"Sastra, Kak."

Dia menatapku cukup lama. Jujur, aku sangat risih dengan tatapannya itu. Aku segera membuang tatapanku ke arah lain. Namun sebelumnya aku sempat membaca name tag yang menempel di bajunya. Sepertinya namanya D. Arga Laksana.

Dia menghela napas dan melanjutkan ucapannya, "Yaudah kamu masuk ke barisan. Istirahat nanti, kamu temui saya di sini."

Aku mengangguk, "Baik, Kak." ucapku langsung berlari menghampiri barisan sesuai jurusan.

Brukh!

Astaga Alina, sering banget sih kamu nabrak orang!

"Aduh, sorry ya?" ucap laki-laki yang ku tabrak barusan. Setelah itu ia pun pergi meninggalkanku yang masih diam mematung.

Aku masih diam mematung memperhatikannya yang mulai menjauh dari pandanganku. Aku seperti pernah melihatnya. Namun aku segera mengabaikan pikiranku itu dan langsung masuk ke barisan.

Pembukaan ospek pun di mulai dengan salam pembukaan.

Setelah setengah hari aku mengikuti ospek. Akhirnya istirahat pun tiba. Dan sekarang waktunya aku menemui laki-laki yang bernama Arga tadi yang ternyata adalah ketua BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), setara dengan ketua OSIS jika di SMA.

Aku baru tahu jika dia adalah ketua BEM setelah dia memberikan arahan saat pembukaan tadi. Namun, yang membuatku bingung, ternyata ada ketua BEM yang menyebalkan seperti dia. Seharusnya 'kan jika dia ketua BEM, harus bersikap dewasa dan mudah memaafkan orang lain. Sedangkan ini, malah sebaliknya. Ya, walau aku tahu memang aku yang salah.

"Akhirnya dateng juga," ucapnya yang kini sudah berada di hadapanku.

"Jadi Kakak mau ngasih aku hukuman apa?" tanyaku to the point.

Dia tersenyum miring, "Jadi kamu mau saya kasih hukuman?" tanyanya dan ku angguki. "Sayangnya saya bukan mau kasih kamu hukuman."

Aku semakin tak mengerti dengannya. Jika dia tak ingin memberiku hukuman, lalu untuk apa dia menyuruhku kemari. Mengganggu waktu istirahatku saja. Seharusnya kan aku sudah makan siang.

Aku memperhatikan dia dengan seksama. Jika di lihat-lihat, sifatnya seperti Kavin, namun sedikit seperti Rafa. Ah, mengapa dia mengingatkanku kepada dua laki-laki itu.

"Kenalin, nama saya Arga."

'Udah tau kale. 'Kan tadi lo yang ngenalin diri di depan kita orang,' batinku.

"Oh iya, kamu pasti udah tahu. Jadi alasan saya nyuruh kamu ke sini karena kamu mirip mantan pacar saya. Tapi sepertinya kamu lebih pendiam dari pada dia."

Aku melongo mendengar pernyataannya. Jadi dia menyuruhku kemari hanya karena aku mirip dengan mantan pacarnya?

"Gak waras nih orang," ucapku lirih dan seperti ia tidak mendengar.

"Kalau boleh tau kamu dari SMA mana?" tanyanya lagi.

"SMA Pelangi, Kak." jawabku seadanya.

Dia sedikit terperangah, "Oh ya? Jadi kamu kenal dong sama Amara?"

Aku menangguk, "Emang Kakak siapanya Amara?" aku sedikit penasaran.

"Dia mantan saya."

'What?! Jadi aku di bilang mirip sama Amara? Ya Tuhan, mirip dari mananya sih?!' batinku.

"Kakak udah lama putus dari dia?"

Arga menggeleng, "Baru satu minggu yang lalu."

"Bukannya dulu pacarnya Amara namanya Denis ya?"

Arga tertawa, "Ya Denis itu nama saya. Nama lengkap saya Denis Arga Laksana. Tapi disini saya lebih sering di panggil Arga," ungkapnya.

Aku hanya mengangguk-angguk sembari bibirku membentuk huruf 'o'. Aku bingung harus bicara apa lagi.

"Kayanya kita enakan manggilnya pake lo-gue aja deh, ya gak sih? Biar gak formal banget gitu."

Aku mengangguki ucapannya dan membuatnya tersenyum.

"Kalau boleh tau lo kenapa milih kuliah di sini?"

Banyak tanya sekali sih orang ini. Sudah tahu ini jam istirahat waktunya aku untuk makan. Aku tak tahan dan memegang perutku yang terasa lapar.

"Laper ya?"

Aku mengangguk dan tersenyum malu.

Dia tertawa hingga mempelihatkan gigi gingsulnya, "Yaudah sana lo makan dulu," lanjutnya.

Aku menangguk, "Permisi kak," ucapku lalu melangkah pergi. "Kenapa gak dari tadi sih? Udah tau perut gue laper, masih banyak tanya," ucapku yang tak peduli terdengar olehnya.

Aku melangkah masuk ke sebuah kantin dan memesan satu porsi mie ayam. Setelah memesan, aku pun langsung mencari tempat duduk. Namun sepertinya aku terlambat. Tempat duduk di sini sudah penuh.

"Hei," panggil seseorang membuatku menoleh. Dia tersenyum ke arahku dan menyuruhku menghampirinya. "Lagi cari tempat duduk? Di sini aja," ujarnya.

Aku mangangguk dan mendudukkan diri tepat di sampingnya.

"Nama gue Alia. Nama lo siapa?"

Aku tersenyum, "Gue Alina."

"Nama kita hampir sama," ucap Alia terkekeh.

"Oh ya, lo ambil jurusan apa?" tanyaku.

"Gue ambil sastra," jawab Alia.

Aku terperangah, "Oh ya? Kok gue gak liat lo ya tadi di barisan?" tanyaku yang memang tidak melihatnya.

Alia terkekeh, "Gue tadi baris di belakang. Tapi gue liat lo, kok. Elo yang tadi di panggil sama Kak Denis 'kan?" tanyanya memastikan.

Aku mengerutkan keningku, "Lo udah tahu kalau nama dia Denis?"

Alia terlihat menggigit bibir bawahnya lalu tertawa, "'Kan dia tadi ngasih tahu kalau nama panjangnya Denis Arga Laksana."

Aku terkekeh, "Oh, iya ya?"

Alia mengangguk mantap dan mendekatkan wajahnya ke arahku, "Terus lo di hukum apa sama Kak Arga?"

Aku menggeleng, "Gak di hukum."

"Terus?" tanyanya semakin penasaran.

"Dia nyuruh gue nemuin dia waktu istirahat. Setelah gue nemuin dia, dia cuma bilang kalau gue mirip mantan pacarnya. Gak jelas banget 'kan? Mana mantan pacarnya itu teman sekelas gue dulu," ucapku kesal.

Alia tertawa, "Ada-ada aja sih. Jangan-jangan dia naksir sama lo?"

"Ngaco. Ya gak mungkinlah. Kita aja baru ketemu tadi."

"Ya siapa tau itu yang di namakan Cinta pandangan pertama. Ya gak? Hehe,"

Aku hanya tertawa meladeni ucapan Alia.

"Oh ya, kok gue ngerasa gak asing ya sama nama lo. Jangan bilang nama lengkap lo Alina Ayu Amanda?" tanya Alia yang langsung ku angguki. "Jadi lo penulis novel Started Without Love?!" tanya Alia histeris yang ku angguki lagi. "Astaga, gue ketemu penulisnya langsung. Ya ampun, Na. Lo tau gak sih, gue tu suka banget sama novel lo. Oh ya, gue minta tanda tangan lo ya? Gue bawa novelnya kok."

Alia mengeluarkan novel karyaku dari dalam tasnya. "Tanda tangan di sini ya, Na. Oh ya, sekalian kasih quotes-quotes gitu, hehe."

"Di sini kan?" tanyaku memastikan.

"Iya Na, di situ."

Aku pun menandatangani novel itu sekaligus memberikan quotes di dalamnya.

"Yee, makasih ya Na. Kok lo bisa buat novel sebagus ini sih, Na? Gue iri tau gak! " ucapnya membuatku tetawa.

"Gue bisa nyelesain novel ini berkat seseorang Al," ucapku sembari mengingat seseorang yang ku maksud itu.

Kaliam tentu tahu siapa orang itu.

"Pasti dia berharga banget ya buat lo?"

Aku mengangguk dan tersenyum.

"Sekarang dia dimana?" tanya Alia yang sepertinya tertarik dengan ceritaku.

"Gue gak tau dia dimana, Al. Gue udah nyari dia kemana-mana, tapi sampai sekarang gue belum ketemu sama dia. Gue kangen banget sama dia. Andai aja dia tau kalau gue sebenarnya sayang dan cinta sama dia, mungkin dia gak akan pergi. Tapi sayangnya, dia udah pergi dulu sebelum dia tau yang sebenarnya." Aku berusaha tersenyum walau dalam hati aku terluka mengatakannya.

Alia mengusap pundakku, "Lo yang sabar ya. Selagi dia masih di bumi ini, lo pasti bisa nemuin dia kok," ucap Alia menghiburku.

Aku tersenyum, "Makasih ya, Al."

Alia mengangguk dan memelukku, "Jangan sedih lagi ya?"

"Hai," sapa seseorang membuatku dan Alia menoleh.

-------

Jangan pelit-pelit vote dan comment ya :)

Terima kasih!

-Prepti Ayu Maharani

------------------------------------------------------

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Lha ternyata Denish adeknya Dimas,

2024-05-13

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Jurusan IPA kan emang berkecimpung dgn bidang kesehatan,Lha kamu malah nyerong jauh,SASTERA apaan..

2024-05-13

0

maura shi

maura shi

jangan2 alina g balikan ama kavin ya,haduuuuh kasian rafa korban kesalahfahaman
biasanya yg kaku itu g bisa ngelupain cinta d hatinya,

2020-07-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!