"Alina?" Kavin seperti terkejut melihatku. Aku tak tahu apa yang membuatnya terkejut. "Lo ngapain disini?" tanyanya yang seperti merasa tidak nyaman dengan kehadiranku.
Aku tersenyum kecut, "Ini kan tempat umum? Boleh dong siapa aja dateng kesini. Lo sendiri ngapain disini sendirian?"
Kavin tak menjawab. Ia tetap diam. Hingga datang seseorang menghampiri kami.
"Kavin, ayo—" Perempuan itu menghentikan ucapannya dan menatapku, "Kavin, ini siapa?" tanyanya dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Perempuan itu tersenyum padaku.
Jadi, ini alasan Kavin meninggalkanku?
Kavin berdeham, "Bil, ini Alina." Kavin mengenalkanku pada perempuan itu. "Eem Na, ini Nabila, pacarku."
Aku seakan tertampar oleh perkataan yang keluar dari mulut Kavin. Aku seakan di tusuk oleh ribuan jarum hingga membuat mataku terasa perih dan ingin segera mengeluarkan air mata.
Aku terdiam. Jadi ini alasan Kavin pergi meninggalkanku? Jadi ini alasan Kavin tak ingin kembali? Jadi ini alasan Kavin datang, memelukku lalu pergi? Jadi ini alasan Kavin tak suka saat aku menghampirinya? Jadi ini— Ahh!
Aku tak percaya dengan apa yang terjadi kali ini. Aku berusaha sekuat mungkin menahan air mataku agar tidak jatuh. Aku tak ingin terlihat terluka di depan mereka. Aku mengulas senyum dan mengulurkan tanganku ke perempuan itu.
"Alina," ucapnya mempekenalkan diri.
Senyum perempuan itu menghilang begitu aku menyebutkan namaku, namun ia tetap membalas jabatan tanganku dan mempekenalkan namanya padaku, "Nabila," ucapnya.
Aku menarik napas panjang menahan air mata agar tetap tidak jatuh. Aku tak berani melihat atau pun menatap wajah Kavin. Aku takut pertahanan yang sudah aku buat hancur begitu saja saat aku melihatnya. Mau bagaimana pun aku harus tetap terlihat biasa saja. Walau sebenarnya aku telah jatuh sejatuhnya.
Aku jatuh ke lubang yang telah aku buat. Aku jatuh karena kesalahanku sendiri. Aku terluka karena aku tak mampu menahannya untuk tidak pergi.
Namun, semua terlambat! Ia telah pergi, ia telah jauh, aku telah kehilangannya.
Aku tak menyangka kisah cintaku akan serumit ini. Selama ini aku selalu minta kepada Tuhan agar aku bisa memiliki kisah cinta yang indah seperti halnya drama korea yang sering aku tonton. Namun, sadarlah Alina, ini dunia nyata!
"Na," Suara baritone milik Kak Arga membuatku menoleh ke arahnya.
"Udah?" tanyanya.
Aku mengangguk padanya lalu beralih pada Kavin dan Nabila, "Kami permisi ya?"
Sebelum meninggalkan tempat itu, aku sekilas menatap Kavin. Namun sakit yang aku dapatkan, ia membuang tatapannya ke arah lain.
Kak Arga menggenggam tanganku dan mengajakku untuk segera pergi dari sini.
Sesampainya di dalam mobil, Kak Arga nampak mencemaskanku. "Lo kenapa, Na? Lo ada masalah?" tanyanya yang malah membuatku menangis.
Aku tak mampu membendungnya lagi, air mataku pecah. Pertahanan yang telah aku buat runtuh bagitu saja. Kak Arga menaikku ke dalam pelukannya dan aku tak mampu menolak.
"Lo boleh nangis sepuas lo kalau itu bisa buat lo tenang," ucapnya yang semakin membuat tangisku pecah. Kak Arga mengusap pucuk kepalaku dengan lembut.
Aku menangis di dalam pelukannya.
Setelah aku merasa lega, aku menarik tubuhku dari pelukannya dan menyeka air mataku, "Makasih, Kak."
Kak Arga mengangguk dan membantu merapihkan rambutku. "Lo ada masalah apa? Cerita gih ke gue," ucapnya lembut.
Aku menghela napas dan mencoba menceritakannya kepada Kak Arga. Aku tak bisa menahannya sendiri. Karena aku yakin Kak Arga adalah orang yang tepat untuk aku ceritakan. Walaupun aku baru mengenalnya beberapa hari, entah mengapa aku sangat yakin bahwa dia memang laki-laki yang baik. Benar apa yang di katakan Alia saat itu.
Namun meskipun begitu, bukan berarti aku akan belajar membuka hatiku untuk Kak Arga. Hatiku masih terasa sakit. Aku tak ingin siapapun mencoba masuk ke dalamnya.
Mendengar ceritaku, Kak Arga pun ikut sedih melihatnya. "Lo yang kuat ya? Kalau memang dia jodoh lo, dia pasti kembali ke lo Na. Tapi, kalau pun bukan, sejauh apapun lo berjuang, sejauh apapun lo ngejar dia supaya balik ke elo, itu sia-sia Na."
Aku mengangguk. Benar apa yang di katakana Kak Arga.
"Jangan nangis lagi ya?" ucapnya lirih.
Aku mangangguk dan tersenyum membuatnya ikut mengulas senyumnya.
"Biasanya sih kalau cewek abis nangis, pasti laper. Mau makan gak?" tawar Kak Arga membuatku tertarik. "Mau makan apa?" tanyanya.
"Terserah," ucapku.
Kak Arga menggelengkan kepala dan terkekeh, "Dasar cewek!"
Aku mengulas senyumku membuatnya tertawa dan mengacak rambutku gemas.

"Mau mampir dulu gak, Kak?" tanyaku begitu kami sampai di rumah setelah makan malam di luar.
Kak Arga melihat ke jam yang melingkar di tangan, "Lain kali aja, Na. Udah malem juga, gak enak sama orang tua lo."
Aku mengangguk.
"Yaudah, kalau gitu gue balik ya?" ucapnya.
Aku mengangguk, "Hati-hati ya Kak," ucapku dan langsung di anggukinya.
Setelah mobilnya menghilang dari pandanganku aku pun masuk ke dalam.
Kini aku tengah duduk terdiam di meja belajarku. Rasa sakit lagi-lagi menyeruak dalam hatiku saat sepi datang. Entahlah, aku selalu saja seperti ini. Selalu kecewa dan tersakiti.
Aku meraih fotoku dengan Kavin dan menatapnya. Mungkin inilah yang selalu aku lakukan setiap malam, melihat foto kami berdua dan berharap ia kembali padaku.
Tetapi setelah apa yang terjadi tadi, aku rasa aku tak perlu lagi melakukannya. Aku tahu cintaku padanya begitu besar, namun rasanya sia-sia jika aku mempertahankan rasa ini. Karena mau bagaimana pun aku harus sadar, sudah ada hati yang harus ia jaga.
Ini salahku. Seharusnya aku mengejarnya saat itu dan memintanya untuk tetap berada disini.
Aku menghela napas dan bangkit dari dudukku dengan membawa bingkat foto yang aku pegang sejak tadi. Aku menaruh foto itu ke dalam kotak. Aku tak ingin melihatnya, namun aku ingin tetap menyimpannya.
Drtt!
"Halo?" ucapku mengawali.
"Halo Na, ini gue Arga. Gue dapet nomor lo dari Alia. Gue lupa mau minta ke orangnya langsung. Hehe," ucapnya di seberang sana.
Aku mengangguk refleks, "Iya Kak. Kakak udah sampe rumah apa?"
"Udah dari tadi, Na. Sekarang gue lagi tiduran sambil mandang wajah lo dari kejauhan."
Aku tertawa, "Ada-ada sih, Kak."
Kak Arga ikut tertawa, "Alhamdulillah lo bisa ketawa lagi. Jangan sedih-sedih ya, Na?"
"Iya, Kak."
"Yaudah, kalau gitu lo tidur gih. Udah malem, besok 'kan kuliah. Oh ya besok gue jemput lo ya kuliahnya?"
Aku mengerutkan dahi, "Emang gak kejauhan ya Kak?" tanyaku.
"Yaelah, santuy aja kali. Mumpung gue lagi baik juga nih."
"Emang biasanya jahat ya Kak?"
"Ya enggak sih, hehe. Yaudah sana tidur,"
"Yaudah Kak, kalau gitu gue tidur dulu ya?"
"Good night, Na. Have a nice dream, and I hope there I was in your dream."
Aku tertawa dan menutup sambungan. Sepertinya yang di katakana Alia saat itu benar, bahwa Kak Arga memiliki rasa yang lebih padaku. Namun aku tak ingin terburu-buru, karena aku sadar, kami berdua sama-sama memiliki masa lalu cinta yang menyakitkan. Kami berdua sama-sama kehilangan seseorang yang kami cintai. Aku kehilangan Kavin dan dia kehilangan Amara.
Cinta tahu kemana ia harus menetap. Aku tak ingin terrburu-buru akan hal itu. Kenangan di masa laluku telah cukup membuatku tersakiti. Maka, biarlah cinta itu sendiri menemukan tempat kemana ia harus berlabuh.
-------
Jangan pelit-pelit vote dan comment ya :)
Terima kasih!
-Prepti Ayu Maharani
----------------------------------------------------------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
nadina
ya ampuk kak bikin sedih deh sama kisah alina dan kavin aku ngebacanya tu kyk aku yg jadi alina. kecewa bgt sama kavin knapa dia hrus kyk gtu coba 😪
jujur aku sakit bgt tau gk 😭
2022-04-20
0
HR_junior
kok sakit banget ya..PS dah buka hati trs di tusuk sangat dlm bngt ni hati alina...kavin kurang ajar bnget ..q sumpahin km ngejr alina SMpai sulit baru dapat...
2021-12-20
0
Yunida Julianti
tenang pada akhirnya alina tetep sama kavin😂
2021-08-26
0