Sarah kini berjalan menyenggol lenganku disertai berdehem yang ditujukan ke arahku. "Hkmmm...."
"Apaan sih?" sahutku heran melihat sikapnya.
"Cie yang kemarin habis jalan," sahutnya menggoda.
Aku mengernyit namun dengan segera dia berujar, "Gak usah mengilah aku ada buktinya."
Sarahpun kini merogoh ponsel dalam saku rok yang dia kenakan. Membuka menu ponselnya kemudian mengulurkannya kepadaku. Seketika mataku membulat, sebab yang tengah kulihat adalah foto candid aku dan Pak Akram yang tengah tertawa.
Spontan kini aku menoleh ke arah Sarah dengan mata mendelik. "Dapat foto ini darimana?"
"Gak penting dapat fotonya darimana," ucapnya merebut dan mengambil alih kembali ponsel miliknya. "Yang mau aku tanyakan sejak kapan kamu jadian sama Pak Akram?" tanyanya kini menatapku penuh selidik.
Aku tak bisa menahan tawaku karena ucapan Sarah barusan. "Heh, ngaco aja. Jadian apaan?"
"Buktinya kan ada," ucapnya.
Aku berdecak. "Kami cuma makan bareng doang."
"Tuh kan! Barengan ya berarti kalian pacaran," sahutnya.
Aku memutar bola mataku. 'Sudah dijelaskan tapi gak percaya juga', batinku.
"Memang kami kelihatan seperti orang pacaran ya?" tanyaku meminta pendapatnya.
"Gak juga sih," celetuknya dan refleks aku menoyor kepalanya.
"Kalau sudah tau gak, ngapain tadi nanya-nanya," ucapku gemas padanya.
"Ya kan aku cuma minta kamu buat klarifikasi, kali aja itu benar adanya," katanya sambil mengusap kepalanya. "Lagian ya, gimana bisa kalian pergi sama-sama?" sambungnya.
Aku menipiskan bibirku dan kusahut pertanyaannya dengan ucapan, "Ke—Po." Kemudian aku berlalu meninggalkannya.
"Yah dasar. Awas aja fotomu aku unggah ke akun Instagramku!" Ancamnya membuatku seketika membalikkan badan dan berlari ke arahnya, Sarah yang sadar aku kejar kini ikut bergerak lari menjauhiku.
Kami berdua berkejaran di taman hotel, dan untungnya siang ini hotel dalam kondisi tak ramai, jadi tak banyak orang yang memperhatikan kelakuan kami. Cukup melelahkan tapi pada akhirnya aku dapat menangkap Sarah. Tanganku berusaha meraih dan mengeluarkan ponselnya yang terdapat dalam kantong bajunya, mulai dari menggelitikinya sampai pada akhirnya Sarah berteriak minta ampun dan akupun berhasil mendapatkan ponselnya.
Nafas Sarah sudah sangat ngos-ngosan tak berbeda jauh denganku. "Resek banget kamu, sumpah!" ucap Sarah dengan nafas tersengal.
Aku terkekeh karena ucapannya. "Ayu dilawan!" ucapku membanggakan diri.
Akupun kini mengambil duduk dikursi taman yang tersedia disini. Sambil duduk aku kini membuka ponsel Sarah dan membuka menu galeri, mencari foto yang dia perlihatkan tadi. Namun baru aku akan menekan pilihan hapus ponsel yang berada dalam genggamanku sudah beralih berpindah tangan, bukan Sarah melainkan Sandy yang tiba-tiba muncul dari arah belakang.
"Sandy, balikin!" ucapku meminta kembali.
"Apaan sih yang sebenarnya kalian berdua rebutin, sampai pada kejar-kejaran gak jelas," ucap Sandy menatap aneh aku dan Sarah.
"Tuh, lihat aja sendiri disana," ucap Sarah seraya menunjuk ponsel yang dipegang Sandy.
Akupun seketika memberi pelototan kepada Sarah, namun dia justru mengejekku dengan menjulurkan lidahnya.
'Kurang asem memang temanku satu ini!' rutukku dalam hati.
Sandy kini mulai memperhatikan layar ponsel, entah ekspresi apa diwajahnya aku tak bisa mengartikannya, dan kini Sarah berujar, "Habis jadian dia San, tapi gak ngaku."
"Lah kampret ni anak, siapa yang jadian woy!" sahutku tak terima dan melempari dengan sepatu yang kupakai.
"Astaga, galak bener!" keluh Sarah sebab tak berhasil menghindar dari lemparan sepatuku.
"Memang kapan kalian jadian?" sahut Sandy menatap ke arahku.
Aku terkejut akan ucapnya dan berbeda dengan Sarah, justru dia meresponnya dengan tertawa lebar.
"Kamu percaya dengan dia San?" ucapku menunjuk ke arah Sarah, dan menanyakan pertanyaanku pada Sandy dengan nada tak percaya.
"Ini buktinya," kata Sandy menunjuk foto dalam ponsel milik Sarah.
Aku seketika menepuk keningku. "Harus dijelaskan berapa kali sih? Aku gak jadian. Kami cuma makan bareng maen ke Time Zone, udah gitu doang. Trus pulang," jelasku dan mengatakan yang terjadi kemarin.
"Kamu suka sama Pak Akram?" celetuk Sandy tanpa ekspresi.
Sontak aku menatapnya dengan mulut terbuka, sejenak aku diam tapi kini Sarah dengan segera menyahut menjawab pertanyaan Sandy, "Jelas Ayu suka, secara Pak Akram kan ganteng."
Aku langsung menutup mulutku yang tadinya terbuka dan beralih menatap pada Sarah.
"Gak usah mengelak, dari mukamu saja sudah kelihatan," sahut Sarah dan membuatku menatap bingung ke arahnya. Aku menyadari bahwa ekspresi wajahku dalam sekejap bisa berubah-ubah, kini aku seakan merasa tak bisa menjawab ucapan Sarah, begitupun wajahku rasanya sudah memanas.
'Apa sebegitu terlihatkah,' batinku.
Dengan segera aku berusaha berkilah sebab kedua temanku ini menatap tajam ke arahku. "A—Apaan sih ngaco aja," kataku sedikit tergagap.
Sarah sontak mencibirkan mulutnya. "Bilang ya aja apa susahnya sih?" sindirnya.
"Ya gak lah mana mau Pak Akram sama aku," ucapku spontan dan dengan segera aku menutup rapat mulutku.
"Tuh kan akhirnya ngaku. Diam-diam punya harapan juga," kata Sarah seraya terkekeh.
"Yah kami tunggu kabar baiknya deh!" sahut Sandy mengulurkan ponsel pada Sarah, dan tanpa sadar sudut bibirku kini tertarik keatas karena ucapan Sandy.
"Oh ya kalian sudah buat buku laporan praktek kerja industri atau laporan PKL," tanya Sandy pada aku dan Sarah.
"Aku sih udah ngicil," sahutku.
"Aku belum," jawab Sarah nampak bingung. "Gimana dong?"
"Kita Magang disini sudah hampir usai kamu belum juga nyicil satu lembar pun?" tanyaku tak percaya.
Sarah menggeleng kaku. "Habis aku gak tahu gimana cara bikinnya," ucapnya dengan raut wajah sedih.
"Aku juga belum buat," sahut Sandy seperti tanpa beban, hingga membuatku menatap mereka heran.
"Tujuanku kesini tadi juga pengen pinjam hasil kerjamu Yu, aku mau menyalinnya," sambung Sandy.
"Enak aja mau nyontek!" kataku menimpali ucapnya. "Kan di perpustakaan sekolah udah banyak contohnya, tinggal pinjam salah satu proposal contoh yang sudah jadi. Gampang kug tinggal ngisi kolom sesuai dengan tempat dan waktu pada saat kita ditugaskan," jelasku padanya.
"Ribet, lebih mudah nyontek milikmu atau kalau gak boleh—ajarin aku," sahut Sandy membuat mulutku mencibir akan ucapnya.
"Bilang aja kamu modus!" sahut Sarah penuh penekanan. Dan kini Sarah bangkit dari duduknya, kemudian menyerahkan sepatuku lalu mengajakku kembali untuk mengerjakan tugas, sebab jam istirahat makan siang sudah hampir usai.
"Balik yuk!" ajak Sarah merangkul bahuku.
Akupun mengangguk dan sebelum kami melangkah pergi, kami berpamitan pada Sandy. "Kami duluan San!" ucap kami bersamaan dan Sandy pun mengangguk sambil berkata, "Ok."
"Sarah," ucapku memanggilnya yang berjalan disampingku.
"Kenapa?" sahutnya.
Agak ragu aku berucap tapi akhirnya aku bersuara meski ucapanku keluar terbata. "Mmm... foto yang tadi sudah dihapus belum?"
Sarah menghentikan langkahnya dan akupun juga ikut berhenti, dia mendelikkan matanya menatapku. "Memang kenapa?" tanyanya seolah memancing ucapanku.
Aku yang kadung merasa malu kini berujar, "Gak jadi deh kalau gitu."
"Ha ha ha... aku tahu maksudmu, Ok nanti aku kirim balik ke ponselmu," ucapnya dan sontak membuat mataku membulat.
"Aissst gak usah menatapku horor begitu.
kita sesama perempuan jadi aku tahu apa yang kamu pikirkan. Ya udah cepatan jalan, kita udah telat. Udah masuk jam kerja," ucap Sarah disertai menarikku menuju area kerja.
To be Continue
jangan lupa jempol, komentar, kritik saran juga VOTE nya... agar aku semakin semangat menulisnya 😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
sulasmi
keren loh ceritNya👍👍
2021-12-26
1
TariNDewiG
ngga ada kritik kak, adanya :
like 👍
like 👍
like 👍
2021-10-03
3
Isma Wati
lanjut
2021-10-01
0