Sesuai yang diucapkan oleh Pak Akram, aku kini baru saja keluar dari ruang Excecutive house keeper sedikit melakukan wawancara. Aku ditawari oleh beliau untuk bergabung menjadi seorang yang bekerja paruh waktu disini, jadi hanya diperlukan ketika hotel ramai ataupun saat ada event tertentu dan tanpa pikir panjang aku menyetujuinya.
Karena urusanku telah selesai, aku kini berjalan ke arah luar hotel. Kulirik jam di pergelangan tanganku sudah hampir menunjukkan pukul empat sore.
Saat melewati area parkiran langkah kakiku terhenti sebab mataku menangkap sosok yang aku kenali, Pak Akram. Dia terlihat tengah duduk diatas motornya menatap diam kearah ponselnya dan tanpa ekspresi. Lama aku menatapnya sampai tak sadar dia kini menoleh ke arahku hingga membuat diriku terkejut. Mengelak sudah tak ada lagi alasan bagiku, karena dia kini terlihat menaikkan alisnya dan tersenyum ke arahku.
"Kamu belum pulang?" sahutnya.
Aku menoleh kearah sekitar, takut-takut kalau bukan aku orang yang diajak bicara olehnya. Tak mau kejadian yang dulu terulang lagi, ya kan.
Pak Akram terkekeh melihat sikapku. "Aku bertanya padamu," ucapnya dan membuatku menoleh ke arahnya.
"Belum Pak, tadi saya ke ruang Excecutive house keeper terlebih dahulu, sesuai dengan apa yang dikatakan Pak Akram pagi tadi," jelasku padanya.
"Kalau begitu selamat bergabung menjadi bagian dari hotel Kartika," ucapnya.
Aku mengangguk dan tersenyum simpul. "Terimakasih Pak."
Aku hendak melangkahkan kaki tapi aku urungkan dan balik badan menatap ke arahnya. "Bapak belum pulang?" tanyaku padanya dan ia tersenyum simpul sambil menggelengkan kepala.
"Ini mau pulang," katanya kemudian mulai menyalakan motornya.
Aku mengangguk lalu meneruskan langkahku menuju pintu keluar hotel, namun baru beberapa langkah kini motor Pak Akram mensejajariku. "Mau pulang bareng?" ucapnya padaku.
Aku menarik naftasku kemudian aku menyahut ucapnya, "Ngrepotin Bapak."
"Gak, tapi bila kamu tak keberatan untuk aku repotkan ikutlah denganku."
"Ke—mana Pak?" tanyaku mengeja.
"Cari angin," sahutnya dan mengulurkan helm untukku.
Dengan sedikit ragu tanganku mengulur helm miliknya kemudian memakainya berlanjut aku menaiki motornya.
Motor mulai melaju dengan kecepatan sedang, disela perjalanan kami juga berbincang. Tentang keseharian, pengalaman juga kami bercanda tawa. Cukup lama kami berputar-putar mengelilingi kota, hingga akhirnya Pak Akram menghentikan motornya di depan sebuah Mall.
"Kenapa berhenti Pak?" tanyaku saat aku membuka kaca helmku dan melongokkan kepalaku mendekat ke arahnya.
"Laper, kita mampir kesini dulu ya cari makan," ucapnya dan akupun menganggukkan kepala.
Kini Pak Akram mulai mencari tempat parkir berputar di area basement, setelahnya kami berjalan menuju ke arah lift untuk memasuki gedung Mall.
Saat sudah didalam Mall aku melirik jam tangan di pergelangan tanganku dan waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Sambil berjalan menuju food court, aku mengetikkan pesan kepada Ibuku memberitahu bahwa aku pulang terlambat.
Dua porsi steak sapi dan dua teh botol kini berada dihadapan kami. Kami duduk saling berhadapan, sambil menikmati makanan aku juga tengah mencuri pandang menikmati wajah Pak Akram. Jujur saja hatiku kini tengah berdebar. Mimpi apa semalam, batinku.
Saking senangnya aku sampai tak bisa menyembunyikan senyumku dan itupun disadari olehnya.
"Kenapa senyum-senyum?" kata Pak Akram menatapku.
Seketika wajahku menjadi memanas. Ketahuan ya Pak, batinku.
"Gak papa Pak, seneng aja diajak jalan juga dapat traktiran," kataku mencari alasan, tapi kenyataannya memang begitu. He he he
"Hmmm," Pak Akram menyesap minumannya seraya bergumam. "Habis ini saya yang minta traktir kamu," sahutnya seraya meletakkan teh botol kembali ke atas meja.
Akupun seketika cemberut.
Pak Akram tertawa. "Gak saya becanda," sahutnya. "Udah selesai belum makannya?" sambungnya bertanya sambil melihat makanan dan minumanku yang masih tinggal sedikit.
"Belum, tapi sudah kenyang Pak," ucapku seraya meringis.
"Ya sudah jangan diterusin daripada sakit perut," ucapnya tersenyum ke arahku.
"Ok."
Kamipun kini bangkit meninggalkan meja makan food court. Saat berada di eskalator untuk turun ke lantai bawah aku hendak bersuara dan spontan aku mencekal lengan Pak Akram hingga dia menoleh dan menatap ke arahku.
"Maaf Pak," ucapku canggung dan melepas cekalanku.
"Kenapa Ayu?"
Aku mengusap tengkukku dan bersuara, "Setelah ini kita kemana Pak? Pu—lang?"
Pak Akram tersenyum simpul. "Maunya sih ngajak kamu nonton atau main itu," ucapnya menunjuk ke arah Time Zone.
"Kalau misalkan kamu masih ada acara dan mau pulang, saya antar," ucapnya dan tanpa banyak berfikir aku cepat-cepat menjawab, "Saya gak ada acara kug Pak."
Pak Akram tersenyum dan mengacak rambutku dan membuatku memprotes ulahnya.
"Rambut saya jadi berantakan Pak!" keluhku seraya cemberut.
"Lucu wajah kamu kalau lagi cemberut," ucapnya terkekeh dan kini dia berjalan lebih dulu sambil menggandeng tanganku, membuatku terkejut spontan mataku sedikit terbelalak. Rasa tak percaya sebab Pak Akram menggandeng tanganku untuk melanjutkan jalannya turun menuju area Time Zone.
Dengan senyum simpul aku mulai berjalan dan berdiri mensejajarinya, rasanya jantungku kini berdegup tak seirama dan aku pun kini sedang berusaha menyembunyikannya agar semua terlihat baik-baik saja.
Tiba di area Time Zone kini kami berdua sedang bertanding memasukkan bola ke dalam keranjang basket, cukup seru sebab kami berdua kini tertawa lebar dan bersorak riang. Berlanjut kami menuju ke arah mesin capitan boneka. Setelah Pak Akram menggesek kartu member untuk bermain dia berkata, "Mau coba?"
Aku menggeleng. "Saya gak bisa Pak, Bapak saja," ucapku antusias.
"Ok kamu lihat seberapa hebatnya saya mengambil boneka yang berada di dalam," ucapnya percaya diri sambil menekan menggeser tombol mengarahkan alat capit untuk membidik satu boneka yang posisinya berdekatan dengan lubang untuk menjatuhnya.
Saat alat capit sudah memerangkap punggung boneka Pak Akram mulai memencet tombol bersiap agar alat capit bergerak kearah lubang tempat keluar, tapi sayang boneka itu tiba-tiba terlepas begitu saja membuatku dan Pak Akram kecewa.
"Yahhh kug gitu sih?" desahku kecewa.
"Kita coba lagi," ucap Pak Akram kembali mencoba bermain lagi. Dan aku menyemangatinya untuk menggerakkan alat capit itu ke kiri maupun ke kanan namun tetap saja dipercobaan ke lima hasilnya tetap nihil.
"Pak Akram payah," celetukku keceplosan dan dengan cepat aku menutup mulutku rapat.
Pak Akram yang mendengarnya pun spontan memberiku pelototan, bukan terlihat garang namun terkesan lucu wajahnya hingga membuatku tak bisa menahan tawa.
"Kamu menyepelekan saya," ujarnya menatapku dan menjentikkan telunjuknya pada keningku, membuatku mengaduh walau sebenarnya tak sakit.
"Habisnya dari tadi nyoba gagal terus," sahutku mengejek.
Pak Akram mendesah lalu menempelkan kartu membernya tepat diatas kening membuatku kembali tersenyum lebar akan tinggahnya. "Kita coba sekali lagi, kalau gagal kita angkut mesinnya dan bawa pulang," ucapnya dan membuatku refleks menepuk lengannya.
"Yang ada justru Bapak yang diangkut sama pihak keamanan," sahutku dan membuanya tertawa hingga geleng kepala.
Dan setelah percobaan yang ke enam akhirnya keluar satu boneka dari mesin capitan hingga membuatku bersorak kegirangan, Pak Akram tampak mengelap keningnya tanda dia cukup merasakan lelah akan usahanya.
"Ini," ucap Pak Akram menyodorkan boneka teddy bear kepadaku.
Aku melongo. "Bapak yang udah susah payah kenapa dikasih kesaya," sahutku keheranan.
"Terimakasih karena sudah menemaniku dan membuatku bahagia hari ini," ucapnya dengan menaikkan satu alisnya.
Dengan ragu tanganku mengulur menerima boneka darinya dan yang membuatku terkesan dia bilang, membuatnya bahagia.
Aaaaa... Rasanya sudah tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, gumamku dalam hati.
To be Continue
Ayu sama Pak Akram
Yang bawah
Sandy sama Ayu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Fania kurnia Dewi
visualnya kurang cocok thor
2021-10-27
1
Isma Wati
bagus ceritanya
2021-10-01
1
Fitria Dafina
Uhh manisnya 😍😍😍
2021-09-16
0