Aku telah mendapatkan kartu keikutsertaan untuk mengikuti ujian kenaikan kelas. Jadi untuk beberapa hari kedepan dan sementara waktu aku tak dipusingkan oleh biaya, melainkan fokus belajar untuk menghadapi ujian itu sendiri.
Bersamaan dengan itu ada tugas lain yang akan aku mulai, yakni bekerja paruh waktu. Dimulai ketika pulang sekolah dan akan berakhir pada pukul delapan malam. Berbeda halnya dengan weekend, aku akan seharian penuh berada disana.
Hari pertama bekerja, ini merupakan pengalaman pertamaku dalam menghadapi bermacam-macam karakter orang. Sebagai mana pembeli adalah raja, kini aku disibukkan dengan pilihan mereka. Mau tak mau karena ini bagian tugasku, berulang kali aku membantu mengambil apa yang mereka tunjuk. Kemudian mereka mulai mencoba satu per satu produk yang dijual di toko ini. Mencarikan ukuran yang pas, warna yang cocok belum lagi jika selera mereka tak cocok.
Rasanya aku hanya bisa mengelus dada, meski dalam hati aku menggerutu akibat permintaan mereka yang membuatku geleng kepala.
"Mbak tolong ambilkan itu," ucap seorang ibu paruh baya yang kini tengah memanggilku. Hari ini toko lumayan ramai, sedang beberapa karyawan juga sedang sibuk melayani yang lain. Aku sendiri kini sebenarnya juga sedang membantu pembeli lain, tapi mau tak mau karena panggilan ibu paruh baya itu, aku mempermisikan diriku menghampiri pelanggan yang kini memanggilku.
"Ibu, ada yang bisa di bantu," sapaku berusaha seramah mungkin.
"Tolong ambilkan itu," tunjuknya ke arah sepatu yang berada di posisi paling tinggi.
Aku mendongak dengan mataku sedikit terbelalak, rasa lelah yang kini mendera mengharuskan aku untuk naik ke atas, rasanya gak mungkin. "Ibu, kalau boleh saya sarankan disana ada model sepatu yang lebih bagus," ucapku mencoba mengalihkan, barangkali Ibu ini mau mengganti apa yang dia mau.
Namun tak dinyana justru Ibu paruh baya ini kini menyemburku dengan kata-kata sarkasnya. "Dimana atasanmu, saya ingin bertemu. Karyawan malas begini masih dipelihara," ucapnya dengan mata memincing ke arahku.
Sontak pelanggan yang lain kini memperhatikan ke arahku berdiri. Aku pun mencoba berusaha untuk memperbaiki situasi. "Kalau begitu saya akan ambilkan," ucapku dan berlalu mengambil kursi khusus yang di pergunakan untuk naik turun mengambil barang yang letaknya berada diatas.
Dengan tubuh yang sedikit bergetar aku menaiki satu persatu pijakan kursi tinggi itu. Satu tanganku berusaha meraihnya sementara satu tanganku meremas berpegang pada rak.
Sepatu itu pun aku serahkan kepada ibu-ibu tersebut, dan tanpa adegan aku maupun sepatu itu terjatuh. Setelah berpindah tangan terlihat ibu itu hanya memperhatikan sepatu dalam genggaman tangannya, berselang dia mengembalikannya padaku.
Aku terheran, dengan satu alis yang ku naikkan kini dia berujar, "Saya gak cocok."
Sedikit melongo dan menguasai situasi aku menerima uluran sepatu itu. Aku berusaha meyakinkan diri bisa mengendalikan diri meski emosiku sedikit memuncak. Mungkin slogan pembeli adalah raja tak akan berlaku, jika rajanya saja seenak jidatnya, batinku menggerutu.
Lima jam kini telah berlalu, usai sudah kerjaku hari ini. Cukup menguras tenaga, emosi maupun jiwa, ditambah perutku yang sedari tadi lapar membuatku kini lemas tak bertenaga. Inikah rasanya bekerja, aku kira seperti yang kulihat di layar televisi mereka memerankan adegan sekolah sambil bekerja enjoy-enjoy saja, tapi bagiku ini terlalu berat.
Aku menghela nafas, setelah toko bersih dan pintu toko tertupup, aku pun kini bergegas pulang ke rumah. Masih ada jarak yang harus aku tempuh dengan sepedaku, dan sudah pasti tenaga aku perlukan untuk mengayuh sepadaku hingga sampai ke tempat tujuan.
"Segera mandi lalu makan," kata ibuku usai aku sampai dirumah. Aku pun mengangguk kemudian berlalu menuju kamar.
Waktu seakan cepat berlalu, kini sudah larut padahal baru saja aku membuka buku pelajaranku. Esok adalah hari dimana aku melaksabakan ujian sekolah, tapi baru membaca beberapa paragraf saja rasa lelah kini semakin mendera. Apalagi mataku rasanya sulit sekali untuk terbuka.
Tak sadar hingga pagi aku terbangun, aku masih terduduk di meja belajar, dengan kepala berbantalkan buku pelajaran. Bergegas aku bangun, sejenak kurasakan tubuhku yang terasa begitu pegal. Mungkin akibat posisi tidurku yang tidak benar.
Tak ingin membuang banyak waktuku, akupun kini beranjak membereskan buku pelajaranku dan merapikan kedalam tas. Beranjak bersiap diri untuk pergi ke sekolah.
"Gak perlu di paksakan pekerjaanmu Ayu, kamu belajar saja yang rajin. Biar Ibu yang berkerja," ucap Ibu sambil menyiapkan sarapan untukku.
"Ayu coba dulu Ibu, lagian kan baru satu hari aku bekerja disana. Siapa tahu kalau sudah dapat seminggu atau dua minggu jadi terbiada," ucapku mencoba meyakinkan Ibu bahwa aku baik-baik saja.
"Kalau ada apa-apa cerita sama Ibu," kata Ibu padaku yang kini sedang menyuapi Zahra.
"Begitu juga Ibu, cerita pada Ayu kalau ada masalah. Ayu sudah dewasa, Ibu jangan selalu menyimpan permasalahan Ibu sendiri, ada aku disini," ucapku dan sejenak Ibu menatapku kemudian mengangguk.
Aku harap begitu, Ibu mau berbagi. Walau aku tak bisa membantu permasalahan orang dewasa yang agaknya rumit tapi seenggaknya aku ada untuk menjadi teman sekaligus mendengarkan keluh kesahnya, batinku.
Aku pun kini mulai berpamitan hendak pergi ke sekolah. Seperti biasa aku berangkat sekolah bersama dengan Risty sahabatku juga jarak rumah kami yang dekat. Perjalanan yang ditempuh dari rumah ke sekolah sekitar tiga puluh menit.
Pukul tujuh kurang seperempat kami tiba di sekolah, kemudian langsung menuju ruang ujian. Bersiap juga kembali membuka buku pelajaran menunggu hingga waktu ujian tiba.
"Gimana hari kerja kamu kemarin?" tanya Putri yang baru saja datang dan kini mengambil duduk disampingku.
"Ya, seperti itu," jawabku yang ambigu kini memancing rasa penasaran Putri dan Risty.
"Bekerja— Ya capek," ucapku lagi sambil meringis.
Justru mereka diam tak menanggapi ringisanku, yang aku lihat dari mereka adalah tatapan simpatik. "Stop, please. Aku gak mau di kasihani," ucapku datar dan kembali menatap ke arah buku pelajaran yang tengah kupegang sambil menghafal kata-kata yang ada disana.
"Aku kan udah mengatakannya, belajar sambil bekerja itukan begitu berat, aku justru khawatir sama kamu," ucap Putri padaku.
Aku mendesah sambil menutup bukuku. "Lagian kan baru dapat satu hari, mungkin kalau aku sudah terbiasa, aku akan menikmatinya. Lagian kan bekerja itu dapat duit," jawabku berupaya tak membuat mereka khawatir memikirkan aku dan lagi menghibur diriku sendiri. Karena memang benar bekerja itu rasanya sungguh capek luar biasa.
Kriiiiiiiiingggggg
Bel sekolah kini sudah mulai berbunyi, itu pertanda jam sekolah telah di mulai. Aku dan teman-temanku yang lain sekarang bersiap duduk di bangku masing-masing sesuai dengan nomor bangku yang terdapat nomor peserta ujian. Tak berapa lama guru datang dan membagikan kertas ujian, kami pun para murid mulai khidmat mengerjakannya.
To be Continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Ruth Nine Situmorang
tak naikin ntar bg kaya lg pc ana lg
2021-12-10
1
Rina
smangat Ayu 💞💪💪💪💪
2021-11-14
1
Ilham
sabar ayu pasti akan indah pada waktunya
2021-10-03
0