"Galau!" ucap Sandy kini menepuk pundakku, kali ini sih ucapannya berhasil membuatku tersentak kaget. Tanpa menatapnya dia kini menarik kursi dan duduk disampingku.
"Mikirin apa sih?" tanyanya lagi dengan gerakan satu tangan menyangga sisi kepalanya dan menatapku intens.
"Kamu sakit?" tanyanya lagi seraya mengulurkan tangannya hendak memeriksa keningku namun segera kutepis.
"Hkkmm," kini suara deheman mengintruksi kami berdua hingga membuat aku dan Sandy menoleh pada sumber suara.
"Kalian jadian ya?" ucap Hera seraya menunjuk aku dan Sandy bergantian.
Keningku mengerut, apa maksudnya? Kemudian aku kini bersuara, "Gak, kami cuma teman."
"Oh aku kira, habis kalian dekat sih," ucapnya merasa sedikit tak enak kemudian dia berjalan mendekat ke arah kami. "San, ke kantin yuk!" ajaknya pada Sandy dengan ucapan yang terdengar manja.
Namun justru Sandy menoleh ke arahku dan berkata, "Kamu mau ke kantin gak?"
Aku menggeleng dan menjawab, "Masih kenyang."
Karena Hera bersikukuh memaksa kini Sandy bangkit dan mengikuti langkah Hera yang berjalan mengapitnya. Begitu mereka pergi menjauh, diriku kini lebih memilih meletakkan kepalaku sejenak diatas meja dan perlahan aku memejamkan mata, merasakan sesuatu yang kosong pada diriku. Perasaan asing atau lebih tepatnya rasa rindu terhadap seseorang yang ingin sekali aku temui.
Beberapa menit berlalu, aku masih menikmati keterbengonganku hingga kini aku mulai merasai sesuatu yang terasa dingin menempel pada keningku. Setelah mataku terbuka dan melirik ke atas ternyata ada Sandy yang tengah menempelkan minuman kemasan kotak tepat di keningku.
"Kali saja kamu haus," ucapnya dan tanganku kini beralih meraih minuman itu.
Sandy kali ini lebih memilih menarik kembali kursinya ke tempat semula duduk di bangkunya, aku pun segera memutar tubuhku untuk menatapnya.
"Bukankah kamu tadi sama Hera, kenapa kamu balik sendiri," ucapku bertanya padanya seraya meminum teh kotak pemberian Sandy.
"Dia makan bakso, gak harus kan aku nungguin dia sampai selesai," jawab Sandy yang kini memilih untuk menyandarkan punggungnya pada tembok.
"Ya juga sih," ucapku lalu kembali minum.
"Mikirin apa sih, dari tadi bengong? Apa karena Risty dan Putri belum kembali?" tanyanya menatapku.
Alisku terangkat atas ucapan Sandy barusan. Dua sahabatku itu memang belum kembali sebab masih harus menyelesaikan tugas magangnya, mereka mengabarkan sekitar dua minggu lagi akan mulai masuk sekolah. Tapi alasan sebenarnya bukan itu sih.
Dari pada terus ditanya, kini aku pun lebih memilih mengiyakan saja ucapannya.
"Hmmm... iya," sahutku kemudian.
Ponselku kini bergetar ada nomor baru yang kali ini tertera dilayar, dengan segera aku mengangkatnya mungkin saja itu adalah nomor Pak Akram, batinku.
Namun setelah telpon tersambung nyatanya panggilan itu adalah dari pihak management hotel yang mengatakan bahwa nanti sore akan ada event disana dan akupun dimintai hadir untuk menjadi seorang waitress sebab hotel sedang kekurangan tenaga, tanpa berfikir panjang akupun menyanggupinya.
Usai telpon ditutup Sandy bersuara, "Telpon dari siapa, sepertinya penting?"
"Dari hotel, nanti sore ada event dan aku dimintai untuk bantu-bantu disana," jawabku sambil memasukkan ponselku ke dalam saku.
"San makasih ya untuk minumannya, aku mau ke toilet dulu," ucapku dan diangguki olehnya.
Selama jam kelas berlangsung aku berusaha untuk fokus sebab kali ini aku merasa sudah tak sabar lagi untuk tiba di hotel. Tapi berulang kali aku melirik pada jam dinding seolah jarum jam tak mau beranjak untuk bergeser barang sejenak.
Dan tibalah saat jam kelas usai segera aku merapikan buku pelajaran lalu dengan semangat aku angkat kaki dari sana.
Pulang sejenak, mandi kemudian melakukan persiapan duri dengan penampilan sebaik mungkin itulah yang kini kulakukan.
Pukul setengah empat tepat aku tiba di hotel, sengaja aku datang lebih awal dari acara event berlangsung karena selain melakukan briefing sebelum acara juga kali saja aku bisa bertemu dengan Pak Akram, rasanya bila bertemu dengannya ingin sekali ku ajukan protesku akan tindakannya yang lalu.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, saat aku memasuki area hotel aku berpapasan dengannya. Dia kelihatan baru saja kembali dari mengantar tamu kini langsung memanggilku.
"Ayu..." Ucapnya seraya melambaikan tangannya.
Rasanya bahagia sekali diriku sampai melupakan niatku yang tadi ingin memprotes padanya. Aku kini berusaha bersikap seolah biasa saja dengan berjalan melangkah mendekat padanya.
"Kenapa nomor kamu gak bisa dihubungi?" tanyanya langsung saat kami saling berhadapan sontak membuatku mengernyitkan kening.
"Apa saya yang salah menulis nomormu, coba kamu sebutkan lagi nomor ponselmu," ucapnya dan akupun menyebutkan nomor ponselku sedangkan dia mencocokan dengan seksama mengamati layar ponselnya.
"085123498765," ucapku.
"Aa... Pantas saja nomornya kurang satu, jadi gak nyambung," katanya dan membuatku meringis menanggapinya.
'Hanya kurang satu nomor membuatku menunggu berjam-jam dan galau siang malam,' batinku dan seketika pundakku merosot lemas.
"Kamu gak nungguin kan?" tanya Pak Akram sesaat setelah memasukkan ponselnya masuk kedalam saku celana.
"He he he, gak pak," sahutku seraya meringis yang di buat-buat.
"Syukurlah, saya takut kamu nungguin saya karena gak ada kabar," katanya dengan senyum lebar seraya mengacak puncak kepalaku dan jelas memberantakkan poni rambutku.
Meski memberontak tapi senyumku kini mengembang. "Bapak apaan sih rambut saya jadi berantakan nih," ucapku protes.
"Event dimulai jam berapa?" tanya Pak Akram kemudian.
"Jam lima Pak," sahutku.
"Ini baru jam empat sore kurang," ucapnya usai melirik jam di pergelangan tangannya.
Aku sedikit meringis lalu berujar, "Biar gak terlambat Pak dan lagi kan harus mengikuti briefing terlebih dahulu.
Pak Akram berdecak. "Terlalu pagi, lebih baik pulang dulu," ucapnya yang kutahu katanya hanyalah sebuah candaan, dan kamipun kini tertawa bersama.
"Ya sudah sana kamu masuk dan sambil menunggu acara briefing dimulai bisa istirahat sejenak di ruang staf, kamu pasti capekkan dari pulang sekolah langsung menuju kesini," ucapnya dan kubalasi dengan anggukan.
"Bekerja yang rajin," katanya lagi sembari tersenyum, tangannya kini terangkat untuk mengelus puncak kepalaku.
"Makasih ya Pak," balasku, lalu dia membalasnya dengan berdehem dan mulai melangkahkan kakinya meninggalkanku sendirian di lantai lobby yang suasananya masih sepi.
Aku masih mengamati langkah kepergiannya, dan boleh gak sih aku berharap lebih, saat aku berdiri di hadapannya tadi rasanya dadaku berdetak lebih cepat. Diperlakukan dengan baik juga manis benar-benar membuatku bahagia. Bagiku, dia adalah lelaki terbaik yang pernah aku temui. Aku kini tersenyum tipis saat dia sudah benar-benar menghilang dari pandanganku.
'Dia, Pak Akram. Apakah kamu tahu bahwa sudah beberapa hari lamanya, aku menyimpan perasaanku ini untukmu?' batinku menyeru, merasai hati ini tengah berdenyut.
To be Continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Yanni Santoso
dr pak Akram Sandy tp jodoh Ayu Kevin wijaya pemilik hotel dan lagi" CEO kaya raya
2023-06-26
0
Sri Astuti
jangan baper ayu.. drpd sakit akhirnya
2021-10-05
1
Kiki Nurjanah
jangan 2 cinta sendiri lagi???
2021-08-27
1